Oase

RELOKASI IBU KOTA – Dari Jaman Mesir Kuno hingga Awal Abad ke-21 (7)



single-image
Reruntuhan Kota Persepolis

INDOWORK, JAKARTA: Dua dari lima ibukota paling  populer sepanjang sejarah Kekaisaran Persia yaitu Anshan dan Babel.  Kini giliran tiga ibukota lainya yakni Persepolis, Baghad, dan Teheran.

PERSEPOLIS

Kota Persepolis terletak di dekat Sungai Pulvar, sebuah sungai kecil yang mengalir ke Sungai Ku. Kota ini dibangun di atas teras yang menjulang di teras yang lebih besar yaitu lebih dari 125.000 meter persegi. Sisi timur kota bersandar di Gunung Kuh-e Rahmet (Gunung Belaskasih) sementara pada sisi lainnya dibentuk oleh dinding penahan dari ketinggian yang berbeda mulai dari 16 kaki hingga 43 kaki.

Teras kota Persepolis dipenuhi dengan batu dan tanah yang berat dan diikat dengan klip logam untuk membuat teras menjadi rata. Bahan bangunan utama adalah batu kapur berwarna abu-abu. Pembangunan Aula Dewan dan Perbendaharaan kekaisaran utama dimulai pada masa pemerintahan Darius I dan diselesaikan oleh putranya Xerxes I.

Pembangunan kota Persepolis berlangsung selama hampir 200 tahun. Namun, kota itu belum benar-benar selesai, ketika pemimpinnya ditangkap, harta benda warganya dijarah, dan  berbagai bangunan utama dibakar  oleh Aleksander III (Akesander Agung), raja Yunani Kuno, Makedonia.

Meskipun Persepolis adalah ibu kota Kekaisaran Persia, perannya tidak telalu menonjol. Soalnya, Persepolis adalah sebuah kota terkecil di Persia, dan letaknya jauh di pedalaman. Kota ini menjadi ramai hanya ketika ada upacara ritual keagamaan digelar secara musiman, terutama selama musim panas. Waktu musim huja, kota ini praktis sepi karena sulit diakses oleh warga dari kota-kota lain di Persia.

Namun, sejumlah arkeolog menyatakan bahwa Persepolis punya peran tersendiri karena selalu digunakan sebagai pusat perayaan Tahun Baru Persia yang dikenal sebagai Nowruz yang diadakan pada menjelang musim semi, dan yang tetap menjadi acara tahunan penting di Iran modern.

Gambar Kota Baghdad Era Abbasiyah (Sumber: republika.co.id)

BAGHDAD

Nama Baghdad adalah pra-Islam, dan asal-usulnya masih diperdebatkan. Namun, yang pasti adalah bahwa situs tempat kota Baghdad berkembang telah dihuni selama ribuan tahun. Pada abad ke-8 M, beberapa desa telah berkembang di sana, termasuk dusun Persia bernama Baghdad, nama yang kemudian digunakan untuk kota metropolitan oleh dinasti Abbasiyah.

Para penulis Arab, yang menyadari asal mula nama Islam di Baghdad, pada umumnya mencari akarnya di Persia Tengah.  Mereka mengusulkan berbagai makna untuk nama kota Baghad. Secara umum, mereka menyebut bahwa ‘Baghad’ berarti ” yang dianugerahkan oleh Tuhan”.

Sarjana modern umumnya cenderung mendukung etimologi ini. Mereka memandang kata tersebut sebagai gabungan dari kata ‘Bagh’ artinya “Tuhan” dan kata ‘Dād’ artinya “diberikan”.

Ketika khalifah Abbasiyah, al-Mansur, mendirikan kota yang sama sekali baru untuk ibukotanya, ia memilih nama Madinat al-Salaam atau Kota Perdamaian. Pada abad ke-11, “Baghdad” menjadi nama yang hampir eksklusif untuk kota metropolis yang terkenal di dunia.

Setelah jatuhnya Bani Umayyah, dinasti Muslim pertama, para penguasa Abbasiyah yang menang menginginkan ibukota mereka sendiri dari mana mereka dapat memerintah. Mereka memilih lokasi di utara ibu kota Sassanid di Ctesiphon (dan juga di utara tempat Babel kuno dulu).

Pada 30 Juli 762  khalifah Al-Mansur menugaskan pembangunan kota. Itu dibangun di bawah pengawasan Barmakids.  Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang sempurna untuk menjadi ibu kota kerajaan Islam di bawah Abbasiyah. Mansur sangat menyukai tempat itu sehingga ia dikutip mengatakan: “Ini memang kota yang akan saya temukan, di mana saya tinggal, dan di mana keturunan saya akan memerintah sesudahnya”.

Pertumbuhan kota Baghdad didukung oleh lokasinya yang sangat strategis, setidaknya karena dua faktor. Pertama, kota ini memiliki kendali atas rute strategis dan perdagangan di sepanjang Tigris. Kedua, kota ini memiliki banyak air sekalipun pada musim kemarau. Sumber air terdapat di kedua ujung utara dan selatan kota, memungkinkan semua rumah tangga memiliki persediaan yang berlimpah, tak terkecuali selama musim kemarau.  Dengan begitu kota Baghdad segera menjadi kota besar sehingga harus dibagi menjadi tiga distrik yudisial yaitu Madinat al-Mansur (Kota Bundar), al-Sharqiyya (Karkh) dan Askar al-Mahdi (di Tepi Barat).

Baghdad mengungguli Ctesiphon, ibukota Sassania, yang terletak sekitar 30 km (19 mil), arah tenggara. Hari ini, semua yang tersisa dari Ctesiphon adalah kota suci Salman Pak, tepat di selatan Baghdad Raya. Ctesiphon sendiri telah berubah nama dan menyerap nama Seleucia, ibukota pertama Kekaisaran Seleucid, yang sebelumnya menggantikan kota Babel.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abbasiyah, era keemasan Islam, Baghdad dikenal sebagai kota terbesar di dunia  dengan populasi lebih dari satu juta jiwa. Sebagian besar kota ini, kemudian dihancurkan oleh Kekaisaran Mongol pada  1258.

Pada 1932,  ketika Irak menjadi negara merdeka (sebelumnya berada di bawah Mandat Inggris-Mesopotamia), kota Baghdad secara bertahap mendapatkan kembali posisinya sebagai pusat kebudayaan Arab. Belakangan, kota ini bertumbuh pesat dan menjadi arena aktivitas bagi sekitar 6 atau lebih dari 7 juta jiwa, penduduknya.

Memasuki abad ke-21, kota ini sering menghadapi kerusakan infrastruktur yang parah. Kerusakan terjadi akibat invasi Irak yang dipimpin Amerika Serikat pada 2003, dan Perang Irak yang berlangsung 20 Maret 2003  hingga 18 Desember 2011. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini sering menjadi sasaran pemberontak. serangan, mengakibatkan rusaknya sebagian besarl warisan budaya dan artefak sejarah.

Pada 2018, Baghdad terdaftar sebagai salah satu tempat paling tidak ramah di dunia untuk ditinggali. Bahkan, Mercer, sebuah perusahaan  konsultasi sumber daya manusia dan jasa keuangan yang berpusat di kota New York menilai Baghdad  sebagai kota besar dengan kualitas hidup terburuk di dunia.

Agha Muhammad Khan, Pendiri Dinasti Qajar yang Menetapkan Kota Tehran Menjadi Ibukota Persia (Sumber: Britanica.com)

TEHERAN

Teheran, sering juga dieja Tehrān terletak di Iran utara-tengah di kaki pegunungan Elburz. Sejak didirikan sebagai ibu kota oleh Agha Moḥammad Khān lebih dari 200 tahun yang lalu, Teherān telah berkembang dari kota kecil menjadi kota metropolitan utama.

Teheran pernah dijadikan sebagai ibukota Kekaisaran Persia  pada  era  Dinasti Qajar, Dinasti Pahlavi, dan  Republik Islam Iran 1796 – sekarang.

Ada berbagai teori yang berkaitan dengan asal usul nama Teheran . Satu teori yang masuk akal adalah bahwa kata “Teheran” berasal dari Tiran / Tirgan . Tir adalah dewa Zoroaster yang setara dengan Dewa Yunani Merkurius.

Kota  kuno Tiran adalah tetangga dari kota Mehran (“Tempat Tinggal Mehr/Mithra”, dewa matahari Zoroaster). Pada mulanya, baik Tiran dan Mehran adalah dua desa kecil yang terletak di pinggiran kota besar Ray( Rhages). Kemudian, mereka menyatu dengan kota Ray, sehingga bertumbuh menjadi metropolitan, Tehran.

Teori lain menjelaskan  bahwa ‘Teheran’ berarti “tempat yang hangat”, sebagai lawan dari “tempat yang dingin” (misalnya Shemiran) —suatu distrik yang lebih dingin di Teheran utara. Beberapa teks lain  mengklaim bahwa kata ‘Teheran’ dalam bahasa Persia berarti “lereng gunung yang hangat”

Website  resmi ‘City of Tehran’ mengatakan bahwa “Teheran” berasal dari kata Persia “Tah” yang berarti “ujung atau bawah” dan “Ran” yang berarti “lereng gunung”. Jadi,  secara harfiah, ‘Tehran’ berarti ‘bagian bawah lereng gunung’.

Ini tampaknya menjadi penjelasan yang paling masuk akal tentang asal usul nama kota Teheran, mengingat posisi geografis Teheran yang memang berada di bagian bawah lereng Pegunungan Alborz.

Teheran naik pamor menjadi ibukota  ketika Dinasti Qajar memerintah Kekaisaran Persia. Pemerintahan Dinasti Qajar berkuasa, sekitar 200 tahun, dari 1789 hingga 1925. Diketahui, dinasti Qajar mengambil kendali penuh atas Iran pada 1794, setelah  menggulingkan Lotf ‘Ali Khan, Shah terakhir dari dinasti Zand. Qajar mengukukan kembali kedaulatan Kekaisaran Persia atas sebagian besar Kaukasus.

Pada 1796, Agha Mohammad Khan Qajar merebut Mashhad dengan mudah,  mengakhiri dinasti Afsharid, Segera setelah itu,  Agha Mohammad Khan secara resmi dinobatkan sebagai Shah.Dinasti Qajar berakhir ketika Sultan Ahmad Shah yang memerintah antara  6 Juli 1909 hingga 31 Oktober 1925, karena tidak mampu menghentikan invasi Inggris dan Soviet.

Dinasti Qajar secara permanen kehilangan banyak wilayah integral Persia ketika direbut Rusia selama abad ke-19. Wilayah yang lepas adalah Georgia modern , Dagestan , Azerbaijan dan Armenia .

Pada 12 Deswember 1925, Parlemen Iran, yang dikenal sebagai Majelis Konstituante bersidang. Keputusan sidang adalah menggulingkan Ahmad Shah Qajar muda, dan mendeklarasikan Reza Khan sebagai Raja (Shah) baru dari Negara Kekaisaran Persia.

Pada 1935, Reza Shah meminta delegasi asing untuk menggunakan endonim ‘Iran’ dalam korespondensi formal. Dengan demikian nama resmi Negara Kekaisaran Iran diadopsi, menggantikan nama Negara Kekaisaran Persia.

Setelah kudeta pada  1953 yang didukung oleh Inggris dan Amerika Serikat, pemerintahan Mohammad Reza Pahlavi menjadi lebih otokratis dan disejajarkan dengan Blok Barat selama Perang Dingin.

Merasa tak puas dengan kepemimpinan Pahlevi, selama 1978, rakyat Iran di berbagai kawasan melakukan serangkaian aksi demonstrasi, menuntut Pahlevi mundur. Puncaknya, pada Oktober 1978, sekitar sembilan juta orang berbaris menuntut kemundurannya.

Situasi itu membuat Pahlavi menuduh Duta Besar Inggris, Sir Anthony Parsons, dan Dubes AS William Sullivan sengaja menggalang aksi itu. Pada 16 Januari 1979, Pahlavi membuat kontrak dengan Farboud, dan meninggalkan Iran. Kemudian Khomeini mengambil alih kekuasaan. Meski Pahlavi tidak memutuskan mundur, sebuah referendum menghasilkan deklarasi berdirinya Republik Islam Iran, pada  1 April 1979. (Bersambung)

Berita Lainnya