Oase

Muhammad Cholil Nafis: Puasa sebagai Pendidikan Kemanusiaan



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Dalam acara halal bihalal virtual UNJ bertajuk “Kokohkan SIlaturahmi, Wujudkan UNJ Unggul dan Bereputasi”, Ketua Komisi Dakwah MUI K.H. Muhammad Cholil Nafis memberikan ceramah mengenai batapa puasa yang telah kita lakukan memberikan pendidikan kemanusiaan.

Dalam acara silaturahmi ini, Rektor UNJ Prof. Komarudin dan Menteri Agama RI H. Yaqut Cholil Qoumas memberikan sambutan sebelum masuk ke acara inti yang diisi oleh K.H. Muhammad Cholil Nafis.

K.H. Muhammad Cholil Nafis  mengatakan bahwa dalam tradisi ada nilai-nilai agama, termasuk tradisi halal bihalal yang saat ini tengah dilakukan. Para ulama menciptakan tradisi ini bukan tanpa alasan, yakni sebagai ajang untuk saling memaafkan.

Ia berharap Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sebagai pendidik nasional yang dibanggakan bisa belajar dari tradisi ulama-ulama yang membawa misi kenabian dalam pendidikan yang dijalankan.

Kemudian ia membahas kebiasaan puasa bagi anak-anak. Ia menghimbau anak-anak diajarkan puasa sedini mungkin seperti yang para ulama ajarkan. Anak-anak mesti diajak berpuasa dengan menyenangkan, bukan dengan ancaman. Hal ini penting karena banyak nilai pendidikan dalam puasa.

Pendidikan yang bisa diambil dari puasa bagi anak-anak menurutnya adalah mereka jadi terbiasa sabar dan tangguh dalam menggapai cita-cita. Kemampuan sabar, sabar dalam arti terus berusaha, akan terlatih. Kita diajak melihat kesabaran tersebut terhadap cita-cita yang diharapkan.

“Kalau kita menginginkan kemajuan peradaban di Indonesia, bisa tidak kita mencetak kemauan anak-anak dalam menggapai peradaban?”, ujarnya.

Momen puasa yang telah dilakukan akan mencetak kemauan dan kepribadian manusia yang menjalankannya. Maka dari itu puasa disebut sebagai madrasatun insaniyyah atau pendidikan kemanusiaan.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa puasa membuat kita disiplin dan produktif dalam memanfaatkan waktu. Puasa mengajarkan untuk tepat waktu, misal dalam momen imsak dan berbuka.

“Cerminan masyarakat maju di dunia itu saya lihat mereka efektif, produktif menggunakan waktu. Allah memberikan waktu kita sama, tapi cara menggunakannya berbeda,” tuturnya.

Ia memberi contoh Imam Syafi’i yang hanya hidup selama 54 tahun, namun sekarang tidak ada orang yang berbicara fikih tanpa membahas Imam Syafi’i. Imam Syafi’i menjadi contoh orang yang memanfaatkan waktunya sebaik mungkin untuk menghasilkan karya dan legacy.

Acara halal bihalal virtual UNJ ini ditutup dengan ucapan Idul Fitri dan Dies Natalis UNJ yang disampaikan oleh setiap perwakilan fakultas  dan pascasarjana.

Berita Lainnya