Headline INFRASTRUKTUR

Kisah Waskita Beton Precast: Reklamasi dan Irigasi



single-image
Irigasi, Wikipedia

IDOWORK.ID, JAKARTA: PT Waskita Karya (Persero) Tbk. memulai debutnya di industri jasa konstruksi nasional sebagai sub-kontraktor sejak didirikan 1 Januari 1961. Pada awal dekade 1960-an, tak banyak dokumen atau catatan mengenai kegiatan Waskita.

Namun Laporan Keuangan Waskita 2009 menyebutkan bahwa pada awalnya Waskita berkecimpung dalam pekerjaan yang terkait dengan air, termasuk reklamasi, pengerukan, pelabuhan, serta irigasi. Menjelang akhir dekade 1960-an Waskita berkembang menjadi pemborong pemasangan jaringan listrik tegangan rendah, menengah, dan tinggi.

Awal dekade 1970-an, Waskita memperluas bidang usahanya sehingga ia mulai dikenal pula sebagai perusahaan kontraktor sipil dan bangunan perumahan. Waskita memasuki babak baru pada 20 Desember 1972. Melalui Akta No. 110, dibuat di hadapan Notaris Djojo Muljadi, perusahaan berubah status menjadi Perseroan Terbatas Wijaya Karya (Persero). Sejak saat itu, perusahaan mulai mengembangkan usahanya sebagai kontraktor umum yang terlibat dalam jangkauan lebih luas dalam kegiatan konstruksi termasuk jalan raya, jembatan, pelabuhan, bandara, bangunan, tanaman pembuangan limbah, pabrik semen, pabrik, dan fasilitas industri lainnya.

Kemudian, Waskita mulai aktif melaksanakan berbagai proyek yang melibatkan teknologi canggih pada 1980. Transfer teknologi dilakukan melalui aliansi bisnis dalam bentuk operasi bersama dan joint venture dengan beberapa perusahaan asing terkemuka. Selama dekade 1980-an, Waskita mencatat sejumlah prestasi yang menjadi kebanggaan nasional. Beberapa di antaranya adalah pembangunan bandara internasional Soekarno-Hatta, Siwabessy Reaktor Serbaguna, dan Muara Karang Coal Fired Power Plant di Jakarta.

BANGUN PROYEK BESAR

Wisma BNI 46

Berangkat dari kepercayaan yang datang dari berbagai pihak, Waskita terus membangun berbagai proyek besar berupa bangunan bertingkat yang monumental pada pada kurun 1990-2002, seperti BNI City (saat itu menjadi bangunan tertinggi di Indonesia), Bank Indonesia, gedung Graha Niaga Tower, Mandiri Plaza Tower, Shangri-La Hotel, dan beberapa apartemen bertingkat di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.

Selain itu, Waskita juga mencatat kisah sukses dalam pembangunan bendungan besar. Beberapa di antaranya adalah Bendungan Pondok, Grogkak, Gapit, Sumi, dan Tilong, yang telah selesai lebih cepat dari jadwal dan dengan kualitas yang sangat memuaskan.

Di kawasan Timur Indonesia, Waskita memiliki jejak yang selalu diingat. Salah satunya adalah pembangunan fisik Bendungan Tilong, di pulau Timor, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Waskita membangun bendungan itu selama tiga tahun, mulai Desember 1998, dan selesai secara keseluruhan serta mulai diisi air pada 9 Mei 2001.

Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan Bendungan Tilong pada 12 Mei 2002. Upacara peresemian dilaksanakan di Kantor Gubernur NTT dihadiri Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno, Gubernur NTT Piet A. Talo, dan para pejabat di lingkungan Pemda Tingkat I NTT. Bendungan Tilong dibangun dengan tipe urugan, elevasi mercu 162 meter, dan lebar mercu 65 meter.

Untuk jaringan irigasi telah dibangun saluran pembawa sepanjang 24,20 km yang terdiri dari saluran pembawa kanan 16,92 km, dan saluran pembawa kiri 7,28 km. Pembangunan bendungan ini menelan biaya Rp88,3111 miliar, dan loan JBIC sebesar US$5,611 juta termasuk untuk jaringan air baku.

Bendungan Tilong dirancang untuk bisa mengairi sawah seluas 1.484 hektare. Sebelum itu lahan persawahan diairi sekitar 540 hektare, yaitu di daerah irigasi Tasipah 177 hektare, Batu Oe 78 hektare, dan di Noelbaki ada 285 hektare.

Bendungan ini juga dipersiapkan untuk menampung air hujan yang turun di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan kapasitas tampungan 19,07 juta meter kubik, sedangkan luas genangannya 154,9 hektare. Sampai dengan 9 April 2002 tinggi muka air bendungan sudah mencapai 96,45 meter, yang berarti besar volume air yang sudah tersimpan sebanyak 14,12 juta meter kubik dengan menggenangi sekitar 126,17 hektare areal genangannya.

 

JEMBATAN BETON BENTANG

Jembatan Barelang 4 Batam
Jembatan Barelang 4 Batam

Selain bangunan bertingkat dan bendungan, Waskita juga berhasil membangun jembatan beton bentang panjang dengan menggunakan sistem kantilever bebas seperti Jembatan Rajamandala, Rantau Berangin, dan Barelang IV. Waskita juga mencatat prestasi luar biasa menggunakan teknologi serupa dalam pembangunan jalan layang “Pasteur-Cikapayang-Surapati” dan Jembatan Cable Stayed di Bandung.

Salah satu kehebatan Waskita adalah selalu mengerjakan proyek pembangunan dengan kualitas terbaik. Itu sebabnya mengapa pada November 1995 Waskita memperoleh sertifikasi ISO 9002:1994. Sertfikasi itu menjadi bukti pengakuan dunia internasional bahwa Waskita merupakan perusahaan konstruksi yang menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara ketat. Hal itu juga merupakan isyarat bahwa Waskita siap memasuki persaingan di tingkat global.

Waskita berhasil memperbarui Sistem Manajemen Mutu dan mampu mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000. Ini menjadi indikasi yang kuat bahwa Waskita memahami dan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan. Pada tahun-tahun berikutnya Waskita terus memperlihatkan prestasi yang mencengangkan. Terbukti, pada 3 Maret 2004, Bandara Pattimura Ambon yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sebulan berikutnya, Direktur Utama PT Waskita Karya Ir. Umar TA, MT, MM menandatangani kontrak pembangunan Proyek Jalan Tol dan Jembatan Cipularang II, Paket 3.1. Tak menunggu beberapa lama, pada 29 April 2004 Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Feisal Tamin, meresmikan dimulainya pembangunan Gedung Kantor Menpan. Kontraktor pelaksana untuk pembangunan ini adalah Waskita.

Sebagai perusahaan yang terus berkembag, continuous improvement mutlak dilakukan, maka Waskita segera merampungkan Sertifikat ISO 14001: 2004 yang sudah mengintegrasikan Sistem Manajemen Lingkungan, K3, dan Mutu sebagai value added bagi stakeholders. Penyerahan sertifikat ISO 14001 dengan nomor register: GB 06/68952 dari SGS dilakukan langung oleh Rob Parrish, President Direktur SGS pada 15 Agustus 2006.

Selain itu, Waskita juga memiliki Sertifikat Mutu ISO 9001:2000 dan Sertifikat Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 1800:1999. Semuanya dikeluarkan oleh SGS. Tentu saja, dengan ketiga sertifikat tersebut Waskita menjadi lebih perkasa dan memiliki akses yang lebih terbuka menuju pasar global.

Sebab, dengan mengantongi berbagai sertfikat tersebut, Waskita memastikan diri sebagai perusahaan yang menjalani setiap proses produksinya untuk memperkuat pemenuhan terhadap persyaratan, harapan, dan pencapaian kepuasan stakeholders, yang selalu diukur dan dilakukan perbaikan berkelanjutan secara komprehensif berdasarkan Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence.

Pencapaian demi percapaian tidak lantas membuat Waskita puas diri. Kali ini penetrasi ke mancanegara dimulai dengan proyek pembangunan di Dubai, Uni Emirat Arab. Selanjutnya, perseroan mengharapkan bisa meraih proyek yang berasal dari Timur Tengah lain.

OBLIGASI NAIK PERINGKAT

Berkat pencapaian kinerja tersebut, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menaikkan peringkat Waskita dan obligasi perusahaan I/B/2003 senilai Rp 46,25 miliar yang jatuh tempo pada November 2008 dari BBB menjadi BBB+ dengan outlook stabil. Menurut Pefindo, peringkat baru tersebut mencerminkan penguatan posisi pasar Waskita dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di tengah kondisi ekonomi yang membaik.

Waktu itu Waskita dikenal sebagai salah satu perusahaan jasa konstruksi papan atas di Indonesia yang 100% sahamnya dimiliki pemerintah Indonesia. BUMN itu memiliki tiga divisi, yaitu Divisi Gedung dan Prasarana Industri, Divisi Prasarana Transportasi, dan Divisi Sumber Daya Air dan Ketenagaan.

Direktur Utama Waskita saat itu, Umar T.A., mengatakan bahwa perubahan peringkat tersebut dapat meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menanamkan dana mereka dalam obligasi yang akan diterbitkan Waskita sebesar Rp250 miliar pada 2007. Lebih dari pada itu, Umar mengharapkan, nilai kontrak yang diraih mencapai di atas Rp5 triliun pada 2007. Dengan nilai kontrak sebesar itu diproyeksikan Waskita bisa menghasilkan pendapatan di atas Rp3 triliun dengan laba kotor mencapai sebesar Rp247 miliar.

SUKSES GO PUBLIC

Waskita Karya Go Public
Waskita Karya Go Public

Melihat prestasi hebat dan kinerja positif yang dicatat Waskita dan beberapa BUMN lainnya, pemerintah merencanakan agar sejumlah BUMN itu diprivatisasi. Waskita menjadi salah satu yang sangat diandalkan untuk melakukan initial public offering (IPO). Gayung pun bersambut, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) merestui rencana tersebut.

Jalan Waskita menuju perusahaan publik semakin terbuka. Bahkan, terkait dengan rencana privatisasi itu, pada awal 2008, Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu ketika itu memberikan sinyal positif. Dia mengatakan bahwa semua BUMN yang akan go public bisa mulai menyeleksi underwriter-nya.

Menurut rencana, Waskita berharap bisa meraup dana segar hingga Rp600 miliar. Melalui IPO itu, Waskita berniat melego 35% sahamnya. Bahkan, jajaran manajemen kala itu berharap dapat melepas lebih banyak saham, hingga 40%, agar dapat meraup dana lebih. Jika rencana itu berjalan, dana yang terkumpul akan dipakai untuk membiayai ekspansi perseroan dan mendapatkan insentif pajak.

Proyeksi finansial seperti itu cukup beralasan. Untuk diketahui, pada 2009, Waskita membidik pendapatan Rp3,4 triliun, dan nilai kontrak mencapai Rp4 triliun. Target nilai kontrak tersebut jauh lebih kecil dibandingkan rivalnya WIKA yang mentargetkan nilai kontrak hingga Rp14 triliun selama 2008.

Cukup disayangkan, tatkala Waskita giat mempersiapkan diri untuk go public, kondisi sektor finansial dan perekonomian Indonesia tidak dalam performa yang cukup mendukung. Maklum, Indonesia sedang terjangkiti imbas dari krisis kredit perumahan bermutu rendah (subprime mortgage) di Amerika Serikat yang meledak sejak pertahan 2007.

Kondisi krisis kian memburuk ketika pada 2008, lembaga keuangan internasional yang memiliki reputasi tinggi seperti Lehman Brothers, AIG, Fannie Mae, Freddie Mac dinyatakan bangkrut.

Pemerintah selaku shareholder Waskita menyadari bahwa krisis tersebut dapat berakibat buruk bagi kinerja Waskita. Oleh karena itu, pada Juni 2008, pemerintah melalui Kementerian BUMN melakukan pergantian pucuk pimpinan manajemen Waskita.

Posisi direktur utama beralih dari dari Umar A.T. kepada M.Choliq. Pergantian itu dimaksudkan agar manajemen yang baru kemudian melakukan berbagai perubahan untuk memperbaiki kinerja Waskita melalui penerapan prinsip-prinsip GCG yaitu transparan/keterbukaan, keadilan, akuntabilitas, tanggung jawab sosial, dan independensi.

Baru dua bulan menjabat sebagai direktur utama, M. Choliq mengemukakan pendapat yang cukup mengagetkan, namun sebetulnya sudah diprediksikan oleh kalangan pengamat pasar modal. Dalam kesempatan konferensi pers, pada 8 Agustus 2008, dia menyatakan bahwa IPO Waskita ditunda ke 2009. Alasannya adalah kondisi pasar finansial di Tanah Air yang kala itu dinilai belum kondusif.

“Memaksakan diri menjalankan IPO saat ini, terlalu spekulatif,” ujar Choliq kepada para awak media. Waskita menganggap lebih baik bersabar dulu dengan menunda jadwal pelaksanaan IPO sampai kondisi membaik. Dengan kata lain, lebih baik mundur selangkah dan selamat, daripada terus maju tapi membentur tembok.

KOMITMEN M. CHOLIQ

M. Choliq
M. Choliq

Sembilan bulan berikutnya, pada 23 September 2009, M. Choliq menyatakan bahwa Waskita akan melakukan IPO pada 2010 jika kondisi pasar membaik dan kinerja keuangan perseroan meningkat. Waskita masih menelaah kondisi pasar diiringi dengan melakukan persiapan internal yaitu penunjukan konsultan. Sementara itu, untuk penunjukan underwriter kira-kira tiga bulan sebelum IPO.

Untuk mendukung kelancaran go public, kinerja keuangan Waskita akan terus digenjot. Selama 2009, Waskita menargetkan pendapatan tumbuh 30% dibanding tahun lalu dari Rp2,3 triliun menjadi sekitar Rp2,99 triliun. Angka itu bukanlah hal yang mustahil, karena banyaknya kontrak proyek. Diketahui, selama 2009, Waskita menggarap beberapa proyek besar di antaranya proyek Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, serta proyek pembangunan Bandara Kualanamu, Sumatra Utara.

​Sebulan sebelum melakukan penegasan soal penundaan IPO, pada pertengahan Agustus 2009, terendus suatu kejanggalan. Beredar informasi bahwa ada kasus overstate atau penggelembungan aset di Waskita. Informasi itu mencuat ketika Direktur Utama M. Choliq meninjau ulang laporan keuangan dari manajemen Waskita sebelumnya. Dia kemudian meminta pihak ketiga untuk melakukan audit mendalam atas akun tertentu. Dalam laporan keuangan 2008, diungkapkan bahwa terdapat salah saji atau penggelembungan aset pada 2005 sebesar Rp5 miliar. Perlu dicatat, nilai tersebut terdiri dari dua proyek yang sedang berjalan.

Pertama adalah proyek renovasi Kantor Gubernur Riau. Proyek ini dimulai pada 2004 dan sudah selesai 100%, nilai kontrak sebesar Rp13,8 miliar. Pada akhir 2005 terdapat pekerjaan senilai berkisar (tambah kurang) Rp3 miliar. Namun, sampai dengan akhir 2008 saldo tersebut masih muncul di neraca perusahaan sebagai tagihan bruto pada pemberi kerja.

Kedua adalah proyek pembangunan Gelanggang Olah Raga Bulian Jambi. Nilai kontrak sebesar Rp33,9 miliar dan Waskita mengakui pendapatan kontrak dari progress tersebut sebesar Rp2 miliar. Saldo tersebut masih outstanding sampai dengan akhir 2008. Kontrak itu diputus oleh Pemda Batang Hari karena dianggap ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang, ada kasus pergantian bupati.

Gambaran tentang seberapa besar materi kas nilai dugaan overstate pada 2005 dijelaskan sebagai berikut. Pada 2005 nilai aset Waskita adalah sebesar Rp1,6 triliun, dan nilai yang diduga digelembungkan oleh manajemen pada 2005 adalah sebesar Rp5 miliar atau sebesar 0,3% dari nilai aset tersebut. Dalam laporan keuangan tercatat bahwa pada 2008 Waskita memperoleh laba sebesar Rp 163,4 miliar.

Fenomena overstate tersebut belakangan diketahui bekerja sama dengan dua Kantor Akuntan Publik (KAP) yaitu Kantor Akuntan Helianto, auditor pembukuan keuangan PT Waskita Karya pada 2003 – 2005, dan Kantor Akuntan Ishak, Saleh, Soewondo dan rekan yang melakukan audit laporan keuangan pada 2006 dan 2007.

Kasus tersebut direspons Kementerian Negara BUMN dengan melakukan perombakan pada manajemen Waskita.

Berita Lainnya