Figur Headline

Murodi al-Batawi, Profil Anak Betawi Nggak Ketinggalan Zaman



single-image
Prof. Dr. Murodi, MA

INDOWORK.ID, JAKARTA: Kali ini, saya akan bercerita tentang seorang anak Betawi asli yang sukses berkarier di dunia akademik.

Inilah salah satu profil dari anak komunitas etnis Betawi yang meniti jalan kehidupan yang penuh keprihatinan yang akhirnya meraih gelar Profesor bidang Sejarah Peradaban Islam. Sedari kecil, dia sudah ditinggal wafat babenya, lalu dikirim ke pesantren tradisional milik salah satu habib di Sukabumi untuk belajar kitab kuning dan pencak silat.
Hampir 5 tahun (1974-1979) ia mondok di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah al-Masyhad, Cijurai, Tegal Panjang, Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat.
Sejak dititipkan orang tuanya pada Ajengan di pondok tersebut, tidak pernah dijenguk sekali pun, layaknya satri lain yang selalu dijenguk oleh orang tua mereka masing-masing. Kangen dan pengen dijenguk, tapi apalah daya dan kemampuan ekonomi orang tua tidak mungkin mereka menjenguk, selain lokasinya yang cukup jauh dirasakan oleh orang tua Betawi ini.

NGOBOR BELUT

Selama di pondok tersebut ia masak makanan sendiri. Cuci pakaian sendiri. Setiap pagi, ia menanak nasi menggunakan Castrol, yang ditaruh di atas kompor minyak tanah. Di pinggir kompor ia letakkan terasi atau ikan asin untuk dibakar dan dijadikan lauk. Kalau ingin menambah lauk bergizi sebagai teman makan nasi liwet, hampir setiap malam selalu cari belut, Ngobor Belut.
Kemudian, belut yang selalu dapat lebih dari 200 ekor dibersihkan dan dibumbui dan kemudian digoreng. Ia tidak sendirian saat mencari dan memasak belut, selalu bersama sahabat setianya, yang juga kebanyakan dari wilayah Betawi.
Di Pondok Pesantren tersebut ia ditempa untuk belajar dan mengkaji Kitab Kuning, mulai dari Kitab Safinah, Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Alfiyah Ibn Malik, Kawakib al-Duriyah, Kitab Balaghah, Riyadusshalihin, Tarikh al-Umam wa al-Mulk, karya al-Thabary, karya Ibn Sa’ad, Thabaqat al -Kubra, al-Baladzury, Futuh al-Buldan, dan lain sebagainya.

BEA SISWA SUPERSEMAR

Ketika pulang kampung, ia melanjutkan ke sekolah formal. Ia mulai berbudaya “modern” dengan masuk ke MAN 3 Jakarta, di madrasah ini dia meraih peringkat pertama dari kelas satu sampai kelas tiga, selepas itu dia meneruskan ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN) dan memilih Fakultas Adab Jurusan Sejarah Peradaban Islam sebagai pilihan pertama dengan mendapatkan Beasiswa Supersemar.

Di jurusan ini dia meraih Sarjana Muda dan Sarjana Lengkap Terbaik, kemudian dia mengabdi di fakultas ini selama dua tahun, karena “ditolak” menjadi Dosen Tetap di almamaternya yang tercinta, akhirnya dia pindah dan diterima di Fakultas Dakwah (sekarang Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi) sampai kini.
Di samping sebagai dosen di Fakultas Dakwah, dia juga aktif di PPIM Jakarta sebagai peneliti. Dalam kesibukannya itu dia menyelesaikan S2 dan S3 di Sekolah Pascasarjana IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil bidang Islamic Studies konsentrasi Sejarah Peradaban Islam dengan Disertasi yang berjudul: Rekonsiliasi Politik Umat Islam: Tinjauan Historis Peristiwa ‘Am al-Jama’ah.
Setelah itu, banyak karya akademik lahir dari pemikiran anak Betawi ini, yang dapat dijadikan sebsgai rujukan buat sispa saja, terutama karya dalam bidan Sejarah dan Ilmu Dakwah, seperti Dakwah dan Filantropi: Jalan Menuju Kesejahteraan Umat, dan lain sebagsinya.
Penyelesaian pendidikan yang terakhir ini sebuah struggling, biaya sendiri, dateline dan lain-lain yang harus diemban dan diselesaikan sendiri.

RAIH GELAR PROFESOR

Perjuangan panjang ini mengantarkannya jadi Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi periode 2005-2009 (salah satu Dekan termuda ketika itu). Di akhir masa jabatannya sebagai Dekan, gelar Profesor diraihnya.
Dia menjadi narasumber utama Belajar Islam di MNC Muslim tema Sejarah dan Politik Islam. Terakhir, belum lama ini, musyawarah masyarakat Betawi, menempatkannya sebagai salah satu dari 500 tokoh Masyarakat Betawi berpengaruh. Dialah Prof. Dr. Murodi, MA. Bahkan Murodi pernah menjadi Wakil Rektor IV bidang Kerjasama dan Pengembangan Lembaga periode 2015-2019.
Kemudian menjadi Ketua Yayasan Syarif Hidayatllah, Jakarta periode 2019-2024. Itulah sepenggal kisah perjalanan hidup Murodi

 

Berita Lainnya