Bisnis Headline Humaniora

Rumah Muhammad Rochjani Soe’oed Ternyata dari Mertua



single-image
Rumah Rochjani Soe'oed di Jalan Kepu V Kemayoran, Jakarta P usat

INDOWORK.ID, JAKARTA: Rumah yang ditempati oleh tokoh nasional Sumpah Pemuda Muhammad Rochjani Soe’oed ternyata atas pemberian mertua. Rumah itu sangat sederhana dan tanahnya telah hilang separuh.

Lokasi rumah bersejarah tersebut berada di Jalan Kepu V No. 15, Kepu, Kemayoran, Jakarta Pusat. “Mami dapat rumah bersama dua adik-adiknya yang perempuan,” kata Wen W.  Abdurrahman, menantu Rochjani Soe’oed di Jakarta, Selasa, 4 Juni 2024.

Mami yang dimaksud oleh Wen adalah mertuanya yang bernama Aminah binti Affandi mendapatkan warisan dari ayahnya yang orang Betawi. Rochjani dan istri menempati rumah tersebut sejak mereka menikah.

Rumah tersebut tampak merupakan bangunan lama yang belum direnovasi sehingga berbeda dengan rumah di samping dan depannya. Namun ia memiliki ciri khas tersendiri yaitu ada lambang burung garuda di depan rumah bagian atasnya.

Di bagian dalam, rumah terbagi menjadi ruang tamu dan tiga kamar tidur. Wen menempati kamar depan bersisian dengan kamar  cucunya yang bernama Sendy.

Kamar Rochjani Soe’oed berada di bagian tengah. Tampak berantakan dan dipenuh barang-barang peninggalan tokoh nasional kelahiran 1 November 1906 tersebut. Tampak lukisan Rochyani dan istri dipajang di ruang tamu.

Di ruang tengah, terdapat meja makan. Barang-barang peninggalan Rochjani tampak ada bufet dan lemari dari kayu jati. Piring-piring dan gelas masih tertata di lemari kuno yang tampak lusuh.

BUKU ROCHJANI SOE’OED

Muhammad Sulhi Rawi, Wen W. Abdurrahman, Lahyanto Nadie dan Zaenal Aripin (membelakangi lensa)

Ngobrol dengan Om Wen, begitu saya memanggilnya, memang mengasyikkan. Pada usia 82 tahun ia masih ingat peristiwa puluhan tahun silam.

Di sela-sela perbincangan kami, Om Wen memberikan kuis kepada tamunya. Para tamu yang dimaksud adalah wartawan senior Muhammad Sulhi Rawi, sejarawan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Humaidi Zahruddin H. Nadjihun,  pemimpin redaksi Radar Bekasi Zaenal Aripin, fotografer Ferdiansyah Djoenaidi, dan Direktur Pustaka Kaji Hamzah Ali. Mereka melakukan silaturahmi dalam rangkaian penerbitan buku Muhammad Rochjani Soe’oed.

Teka-teki yang disampaikan oleh pria kelahiran 4 Mei 1942 tersebut adalah tentang arti nama kepu. Sulhi memberikan jawaban bahwa kepu adalah nama jenis tumbuh-tumbuhan. Jawaban peserta kuis lainnya juga menyatakan demikian.

“Ye… semua salah tuh,” katanya dengan logat Betawi yang kental.

Om Wen kemudian menjelaskan bahwa kepu adalah singkatan dari Kemayoran Pusat. Para hadirin pun tersenyum mendengar penjelasan Wen.

MENGAJI DENGAN MUALIM SAIDAN

Ia kemudian bercerita masa kecilnya yang dilalui di Kemayoran.  Sebagai anak Betawi ia tentu belajar mengaji. Ia masih ingat sejak anak-anak hingga remaja mengaji bersama Mualim Saidan dan beberapa ustadz lainnya. Namun Wen tidak belajar silat. Menurut ayahnya, “ngapain nyakitin diri sendiri,” katanya.

Melepas  masa lajang, Wen menikah pada usia 25 tahun dengan Khaironi Soe’oed anak ketiga dari Muhammad Rochjani Soe’oed. Ia merayakan pernikahan pada hari Ahad, tahun 1966 di Balai Prajurit di bilangan Jalan Gunung Sahari. “Kalau saat ini, dekat dengan Sekolah Penabur,” ia menjelaskan.

Wen masih ingat ada beberapa pejabat pemerintah yang hadir untuk memberikan doa restu. Mereka adalah Kapolri Jenderal Polisi Hoegeng dan mantan walikota Jakarta Soediro.

TINGGAL DI BELANDA

Setelah menikah mereka tinggal di Belanda. Ketika akan berangkat ke Belanda seluruh biaya ditanggung oleh pemerintah Negeri Kincir Angin tersebut. Agar lebih menikmati perjalanan, Wen dan istri memilih  melalui jalur yang lebih jauh yaitu melewati Amerika Serikat sehingga menempuh waktu selama 10 hari.

Setiba di Belanda, Wen melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan mengambil jurusan ilmu hukum. Namun ia tidak menyelesaikan pendidikannya.

Untuk menghidupi keluarganya, Wen kemudian bekerja di pabrik payung. Beberapa tahun kemudian pindah ke Philips, perusahaan multinasional asal Belanda yang bergerak di bidang produksi barang elektronik. Rupanya, sang istri, Khoironi Soe’oed telah terlebih dahulu bekerja di Philips.

Dari pernikahannya dengan Khaironi ia memiliki buah cinta anak semata wayang yang bernama Daniel. Namun putra kesayangannya tersebut tak berumur panjang. Ia meninggal karena kecelakaan.

Om Wen menilai mertuanya orang yang sangat bersahaja, sederhana dan disiplin. Namun santai dalam berinteraksi dengan anak dan menantunya. Mereka kerap main kartu bersama ketika waktu senggang.

Sebagai menantu, Wen mendapatkan pesan yang khusus dari sang mertua ketika menetap di Belanda. “Jangan menjadi warga negara Belanda. Tetaplah sebagia warga negara Indonesia.”

Menjelang azan maghrib berkumandang di kawasan Kemayoran, saya pamit. Sulhi berkomentar bahwa rumah seorang tokoh nasional tidak mendapatkan perihatian yang layak dari pemerintah. “Pemerintah tak peduli,” katanya dengan nada tinggi.

Ia menyarankan seharusnya rumah bersejarah tersebut menjadi cagar budaya dan mendapatkan penggantian yang layak bagi pemiliknya.

*) Ditulis oleh Lahyanto Nadie, Redaktur Khusus Indowork.id

Berita Lainnya