INDOWORK.ID, JAKARTA: Istilah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pertama kali terdapat pada UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Kemudian dipertegas melalui Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Tujuan pembentukannya agar kebijakan pendidikan sejalan dengan semangat otonomi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan
Pasal 1 angka 24 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) jo. Pasal 1 angka 42 PP 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyebutkan, Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli Pendidikan di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
BERBAGAI UNSUR
Foto: Gedung Dinas Pendidikan di Jalan Gatot Subroto tahun 2019
Sementara anggota Dewan Pendidikan menurut PP 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, terdiri dari berbagai unsur masyarakat, antara lain: pakar pendidikan, penyelenggara pendidikan, dunia usaha, organisasi profesi, organisasi sosial kemasyarakatan, komunitas berbasis budaya/agama, dan unsur lain yang peduli pendidikan.
FUNGSI DEWAN PENDIDIKAN
Dewan Pendidikan merupakan wadah atau saluran bagi suara orang tua, komunitas, pakar, dan tokoh masyarakat untuk terlibat dalam perumusan kebijakan pendidikan daerah. Serta berperan sebagai “jembatan” demokratis antara masyarakat dan penyelenggara pendidikan, sehingga kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bisa lebih partisipatif, responsif, dan akuntabel.
Oleh karena itu, Dewan Pendidikan berfungsi meningkatkan mutu, transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas pendidikan, sekaligus memberi pertimbangan dan rekomendasi kebijakan, melakukan pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan. serta memberi masukan untuk perbaikan agar penyelenggaraan pendidikan lebih baik.
Selain itu, fsilitator partisipasi masyarakat dengan cara mendorong agar masyarakat, orang tua, dunia usaha, profesional, Lembaga Swadya Masyarakat (LSM), dan berbagai aktor ikut serta aktif dalam pendidikan. Dewan Pendidikan juga dapat membantu menggalang dukungan material, pemikiran, atau sumber daya untuk sekolah dan program pendidikan.
Dewan Pendidikan juga dapat menjadi mediator antara pemerintah, legislatif, sekolah, dan masyarakat yang membantu menjembatani komunikasi dan koordinasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan, sehingga aspirasi publik dapat didengar dan diakomodasi.
Secara konseptual, organisasi ini berperan sebagai “jembatan” demokratis antara masyarakat dan penyelenggara pendidikan, sehingga kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bisa lebih partisipatif, responsif, dan akuntabel.
PERAN MASYARAKAT
Pada Pasal 56 UU 20/2003 menyatakan, masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
Untuk memperkuat hal tersebut, melalui Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dan telah disempurnakan melalui PP Nomor 17 Tahun 2010 diatur keanggotaan Dewan Pendidikan bukan hanya dari birokrasi atau pemerintah, melainkan dari masyarakat.
Keterlibatan perwakilan dari tokoh-tokoh masyarakat pada kepengurusan Dewan Pendidikan memiliki peran penting mewakili masyarakat untuk kemajuan Pendidikan. Tujuannya sebagai penggerak yakni: membentuk badan kerjasama pendidikan dengan menghimpun kekuatan dari masyarakat agar semakin peduli terhadap pendidikan, seperti salah satunya model Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Pendidikan.
Peran lainnya meliputi menjadi informan atau penghubung antara sekolah dan masyarakat terkait perkembangan pendidikan; menjadi koordinator yang menjalin kerja sama sekolah dengan dunia usaha dan industri untuk kebutuhan magang atau praktik; serta menjadi pengusul kepada Pemerintah Daerah terkait pembiayaan maupun pajak pendidikan.
DKI JAKARTA

Dalam konteks DKI Jakarta, landasan hukum pembentukan Dewan Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inti aturannya, menetapkan kebijakan desentralisasi hanya berada di tingkat Provinsi, sedangkan Kota/Kabupaten hanya merupakan wilayah kerja administratif.
Hal ini berarti pengambilan keputusan dalam pemerintahan berada di tingkat Provinsi, yakni Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta. Sesuai konteks otonomi khusus tersebut, Dewan Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dibentuk karena diperlukan sebagai wadah keikutsertaan masyarakat Ibukota untuk menjadi mitra Pemerintah Daerah atau partnership bagi birokrasi eksekutif dan legislatif dalam pengambilan keputusan di bidang pendidikan.
Sejak dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Dr. Ing. Fauzi Bowo pada 16 Februari 2009, Dewan Pendidikan Periode 2009-2014 yang diketuai Agus Suradika, berupaya mengembangkan manajemen penyelenggaraan pendidikan yang sejalan dengan pencerminan kepentingan masyarakat dalam bermitra dengan Pemerintah Daerah melalui skala prioritas pembangunan pendidikan.
Sesuai dengan prioritas pembangunan pendidikan nasional, fokus dalam perencanaan program yang didampingi oleh Dewan Pendidikan DKI selaras dengan konsep RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2010-2014 yang menggariskan Renstra Pendidikan Nasional 2010-2014 telah disusun dan disiapkan pada tahun sebelumnya oleh Pemerintah Pusat.
Dalam urusan pembangunan pendidikan, pelaksana utamanya adalah Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta beserta Suku Dinas di tingkat kota/kabupaten. Sementara Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Tujuannya untuk mengawal dan memastikan realisasi kebijakan dan program pendidikan berjalan sesuai dengan peraturan perundangan
Hal ini sesuai fungsi dan tugas Dewan Pendidikan untuk dapat menghimpun dan menganalisis berbagai masukan, kritik dan saran, serta aspirasi masyarakat dalam bentuk memberikan pertimbangan, arahan, dukungan, dan pengawasan pendidikan kepada Pemerintah Daerah.
Pengurus Dewan Pendidikan Provinsi DKI Jakarta periode 2015–2020 dikukuhkan oleh Basuki Tjahaja Purnama (pada saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta) melalui keputusan resmi sebagai wujud pengakuan dan pemberian mandat formal kepada Dewan Pendidikan untuk menjalankan fungsi di Provinsi. Kala itu, Ketua Dewan Pendidikan DKI Jakarta, dijabat Ahwil Luthan.
TINGKATKAN MUTU
Foto: Pengurus Dewan Pendidikan Provinsi DKI Jakarta periode 2015–2020 dikukuhkan oleh Basuki Tjahaja Purnama.
Dewan Pendidikan DKI Jakarta bersinergi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu perlu dilakukan dialog bersama untuk merumuskan visi dan langkah perbaikan secara sistematis. Menurut Dewan Pendidikan DKI salah satu yang menjadi persoalan dan membutuhkan penanganan segera adalah kompetensi tenaga pengajar. Dinas Pendidikan DKI Jakarta merespon positif keinginan Dewan Pendidikan DKI dan siap mensinergikan langkah untuk melakukan perbaikan sistem pendidikan.
AKTIVITAS
Kehadiran Dewan Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memberi peluang terjalinnya komunikasi antara berbagai pemangku kepentingan — pemerintah daerah, legislatif, sekolah, dan masyarakat — terutama dalam perumusan kebijakan pendidikan, perencanaan program, hingga evaluasi pelaksanaannya. Ini diharapkan meningkatkan kualitas, relevansi, dan akuntabilitas layanan pendidikan di Jakarta.
Sejumlah aktivitas yang sudah dilakukan oleh Dewan Pendidikan DKI antara lain, memberi Pertimbangan Kebijakan: Memberikan masukan terhadap penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta; menghimpun aspirasi: Menampung keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terkait pendidikan untuk disampaikan kepada pemerintah daerah.
Kemudian mendukung Pendidikan dengan cara memberikan dukungan pemikiran, tenaga, dan/atau finansial untuk penyelenggaraan Pendidikan; Penguatan Pendidikan Karakter: Mendukung program penguatan pendidikan karakter, contohnya melalui inisiasi Sekolah Laboratorium Pancasila (SLP); Peningkatan Kapasitas Guru: Mengadakan workshop dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru, seperti workshop pendidikan inklusif untuk guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Lalu pengembangan Sistem Informasi: Berkolaborasi dalam pengembangan sistem data dan informasi pendidikan untuk layanan publik yang lebih baik. Serta monitoring dan Evaluasi: Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah-sekolah. Contoh kegiatan spesifik (Dewan Pendidikan Kota/Wilayah) adalah memberi motivasi dan pelatihan Kepala Sekolah. Dalam hal ini, Dewan Pendidikan Jakarta Selatan rutin mengadakan motivasi dan pelatihan bagi kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di wilayahnya.
Namun demikian, efektivitas Dewan Pendidikan sangat bergantung pada seberapa aktif anggota dan keterlibatan public: apakah aspirasi benar-benar ditampung, direkomendasikan, dan ditindaklanjuti oleh pemangku kebijakan? Dewan Pendidikan juga harus konsisten menjalankan fungsi pengawasan dan evaluasi agar tidak hanya menjadi simbol semata.
TANTANGAN
Dewan Pendidikan DKI Jakarta menghadapi sejumlah hambatan yang memengaruhi optimalisasi perannya.
Pertama, partisipasi masyarakat yang masih pasif. Sebagai organisasi berbasis keterlibatan publik, efektivitas Dewan Pendidikan DKI sangat bergantung pada partisipasi aktif warga.
Ketika masyarakat kurang terlibat dalam memberikan masukan, kritik, ataupun dukungan, maka aspirasi yang dihimpun dapat menjadi minim dan kurang representatif sehingga tidak mencerminkan kebutuhan riil dunia pendidikan.
Kedua, ketergantungan pada komitmen anggota. Karena Dewan Pendidikan DKI merupakan lembaga independen dan berbasis sukarela, keberhasilannya sangat ditentukan oleh dedikasi, integritas, serta waktu yang dicurahkan oleh para anggotanya. Jika anggota tidak aktif atau memiliki keterbatasan kapasitas, maka pelaksanaan program, advokasi, maupun fungsi pengawasan menjadi kurang maksimal.
Ketiga, respon dan tindak lanjut atas rekomendasi kebijakan. Tidak semua aspirasi, kritik, maupun rekomendasi yang disampaikan Dewan Pendidikan otomatis ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, birokrasi pendidikan, atau pihak sekolah. Tanpa komitmen kuat dari para pemangku kebijakan untuk mendengar dan merespons masukan Dewan Pendidikan DKI, fungsi lembaga ini dapat tereduksi sekadar simbolik, bukan aktor strategis dalam peningkatan mutu pendidikan.
Keempat, tantangan koordinasi dengan birokrasi. Sebagai entitas yang berada di luar struktur formal pemerintahan, Dewan Pendidikan DKI perlu menjalin komunikasi dan kerja sama yang intens dengan berbagai lembaga, baik eksekutif, legislatif, maupun satuan pendidikan. Minimnya koordinasi dapat menyebabkan kesenjangan informasi dan menghambat penyerapan aspirasi publik ke dalam kebijakan.
Hambatan tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan Dewan Pendidikan DKI Jakarta tidak hanya ditentukan oleh kapasitas internal organisasi, tetapi juga oleh partisipasi masyarakat, kemauan politik pemerintah, dan harmonisasi hubungan antar-lembaga dalam ekosistem pendidikan daerah. Dengan mengatasi tantangan tersebut, fungsi Dewan sebagai penghubung demokratis antara publik dan penyelenggara pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan berdaya guna.
PERAN STRATEGIS

Dewan Pendidikan DKI Jakarta sebagai bagian dari mekanisme partisipatif dan pengawasan pendidikan memegang peran strategis dalam memperbaiki, menata, dan menjaga kualitas pendidikan di Jakarta. Dengan fungsi sebagai mediator, pemberi masukan, pengawas, dan fasilitator partisipasi masyarakat, Dewan mampu membantu menjembatani kebutuhan dan aspirasi warga dengan kebijakan pendidikan daerah.
Potensi itu hanya bisa maksimal jika ada komitmen nyata dari anggota DewanPendidikan DKI, keterlibatan aktif masyarakat, dan kemauan dari pemerintah daerah serta pengelola pendidikan untuk mendengar, menindaklanjuti rekomendasi, dan memberikan transparansi dalam kebijakan dan pelaksanaan.
*) Ditulis oleh Abah Fahrudin, dosen perguruan tinggi swasta di Jakarta.


Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *