Headline Humaniora

Dokter Simon: Nggak Perlu Ganteng, yang Penting Kenceng



single-image

INDOOWORK.ID, JAKARTA: Untuk keempat kalinya saya berjumpa dengan Dokter Samuel L. Simon SpKK. Dokter ganteng, ahli kulit, pengelola dokterkulitku.com, konsultan Dokter Kepresidenen RSPAD, yang ramah, tapi suka ngomel, enteng menyerapah selain banyak canda.

Saya sungguh menyesal terlambat kenal dokter baik hati dan kocak ini.

Seandainya berteman di tahun 1980-90-an sungguh mengasyikkan. Ada dokter rujukan buat teman-teman petualang yang bandel dan semrawut.

Masa itu, teman-teman sesama jurnalis malam yang “gagah berani” bertualang hanya bermodal ‘Super Tetra’ dan ‘Penisilin’. Akibatnya, sering gatal-gatal hebat. Meriang. Panas dingin. Kalau kencing tubuhnya gemetar. Seperti ada yang terbakar. Perih!

“Kepatil..” istilah gaulnya. Untung ada dokter Mun’im Idries (alm) di RSCM yang akrab dengan wartawan, pakar forensik, tumpuhan wartawan kalau lagi bermasalah, paham dan maklum kelakuan teman serta baik hati. Siap sedia menolong.

MALAS PAKAI KONDOM

Akh, seandainya masa itu ada dokter Samuel.

“Orang kita paling males pakai kondom. Waktu ambil spesialisasi kulit, dulu saya riset AIDS ke lokalisasi juga. Kata perempuan di sana, tamu-tamunya susah disuruh pakai kondom. Ya, gitu itu jadinya, ” kenang lulusan dokter umum (Arzt) dari Berlin, Jerman, yang mengambil spesialisasi kulit di Universitas Diponegoro, Semarang, ini.

“Orang bule lebih menghargai keamanan diri dan orang lain, orang kita malah nggak,” kata dokter yang sempat tinggal di Kanada ini. Di sini, penjualan kondom dibatasi dan diumpetin, karena dianggap tabu. Akibatnya malah penyakit kelamin merajalela.

Kini urusan gatal-gatal pria nakal ditangani dokter umum. Di dokter spesialis kulit, pasien minta perawatan agar tidak jerawatan, kulit cepat tua, keriput, dan glowing. Berkilau.

Sebagai spesialis, dokter Simon punya keahlian menghilangkan kerut, bercak-bercak/flek hitam, dan pembuluh darah pada wajah, tumor, dan pengobatan bopeng bekas jerawat.

LOGAT BETAWI

“Muka glowing bisa karena kosmetik,“ kata dokter kulit yang fasih berbahasa Jerman, Inggris, dan Jawa, tapi dalam obrolan intim banyak gunakan logat Betawi ini.

Menurutnya, kosmetik berlebihan bisa menutupi pori pori kulit. Akibatnya minyak tidak keluar. Terus jadi komedo, nah itu bakal jerawat. Itu salah satu sebabnya.

Penanganannya, selain pakai krim juga perawatan yang mengandung tabir surya (sun screen), supaya tidak kena sinar matahari. Makanan sehat, cukup sayur buah. Kurangi konsumsi garam dan gula. Selanjutnya olahraga dan istirahat. “Yang utama pikiran positif, tidur nyenyak. Supaya begitu bangun wajah semringah, “ katanya.

Dokter Simon menangguk untung dari kegemaran wanita yang hobi make up berlebihan. Sebab, ujungnya jadi jerawatan dan kulitnya bermasalah, dan mereka mendatangi klinik praktiknya.

Tapi dia pun menyesali, mengapa industri kecantikan banyak memasarkan yang mendorong pemakai produk mereka jerawatan. Para ahli kulit sudah mengingatkan. Tapi industri komestik tetap membanjiri pasar dengan aneka produk barunya.

BANYAK PASIEN

Tak seperti dokter lazimnya, dia tidak pakai baju dokter, tidak pakai stateskop dan tidak melayani orang sakit. Catat, ya: dokter spesialis kulit di masa kini adalah dokter yang tidak melayani orang sakit!

Nyaris 90 persen pasiennya perempuan, dan mereka yang datang hanya membawa masalah jerawat, dan mencegah penuaan dini. Perawatan! Sesekali ada yang kena eksim atau alergi. Selebihnya ingin punya kulit kinclong. Glowing!

“Tahu gak ? Dulu dokter kulit dihina-hina. Kasta rendah, dijuluki ‘tentara salep’.

Soalnya ngobati pasiennya banyak pakai salep,” curhatnya.

Dahulu, dokter bergengsi dan kasta tinggi adalah Spesialis Bedah dan Ginekologi (kebidanan), Internist (Penyakit Dalam), dan Dokter Anak, ujarnya. Dokter Kulit dan Kelamin ada di pilihan terbawah.

“Lihat dah sekarang, keadaan terbalik,” tambah Simon.

Selain punya klinik sendiri, dokter spesialis kulit yang mengikuti training dermatologi dan estetika di Paris, Las Vegas, Monte Carlo, Korea, dan Jerman, ini masih menjalankan tugas negara di RSPAD.

Dokter Simon juga mendalami Dermatologi Estetika antara lain skleroterapi untuk menghilangkan varises.

Pasiennya banyak dan dia sejahtera. Empat kali main ke kliniknya, empat mobil berbeda yang dikemudikannya. Ada sedan Mercy hitam, kedua pakai SUV mewah, dan kemarin diantar pulang pakai mobil sport warna kuning.

Saya tanyakan tren artis Korea yang lagi booming, jadi idola baru di sini, dan menimbulkan gelombang operasi wanita kita ke sana.

Operasi bagus itu bukan karena negaranya, tapi tergantung dokter yang nangani. Di Korea, operasi yang gagal, yang hasilnya jelek, juga banyak. Di Indonesia yang bagus banyak. Tergantung sama dokternya, bukan sama negaranya. “Korea, Thailand, dan Indonesia, sama saja, “ katanya.

Ikhwal wajah yang berubah drastis, alumni Fakultas Kedokteran Freie Universitaet Berlin, Jerman, ini punya anekdot. Dia sekarang gemar meledek koleganya sesama dokter dari bedah plastik, yang “kalah set” dibanding make up artis.

“Saya benar-benar kagum sama make up artis yang bisa membuat wanita berubah total. Saya bilang sama dokter operasi, ‘lu ngaku kalah aja dah sama dia’!” ledeknya kepada dokter bedah wajah.

“Dokter bedah plastik sekarang jangan belagu! Mereka harus ngaku kalah sama make up artis. Musti banyak belajar sama make up artis, “ tegasnya.

“Lu gagal operasi, muka orang jadi rusak, dah. Nah ‘make up artist’, gagal make up tinggal hapus aja. Make up lagi, “ katanya sembari terkekeh, mengenangkan obrolan dengan rekannya yang biasa bedah plastik.

Di usia 71 tahun, dokter kelahiran Jakarta 31 Januari 1951 ini hidup nyantai. Sekurangnya setahun sekali – rutin, selama 20 tahun terakhir – dia jalan bersama rekan sesama dokter ke luar negeri, untuk main tenis. Itu di luar kegiatan wisata bareng keluarga. Hobinya main tennis sejak dulu kala. Bahkan sempat jadi atletnya. Ikut kompetisi.

PASANGAN YUSTEDJO TARIK

Berpasangan main dengan Yustedjo Tarik, petenis nasional kondang dan tempermental. Kelihatannya ada menular juga. Gampang naik darah dan menyerapah. “Kami udah 40 tahun main tenis terus, belum ada yang mati, “ ujarnya bangga.

Banyak yang menjelang 70 tahun sudah jadi jompo. Mengalami degeneratif. Dulunya sibuk cari duit tapi nggak menikmati, katanya.

“Hidup musti dinikmati. Cari duit terus kapan menikmatinya? Di kuburan memangnya bawa apa? Yang kita uber di dunia emang dibawa?” katanya.

Soal kegantengannya di usia 71, kakek bahagia yang tinggal serumah dengan empat cucunya ini, berkelit.

“Kalau udah tua gak penting ganteng! Yang penting kenceng! Ya nggak Mbak? “ kata si Mbak Waiter di cafe ‘QQ’ yang memotret kami berdua.

Si mbak manggut manggut sambil klik klik memotret kami, duo gaek yang adu kenceng. *

Ditulis oleh Dimas Supriyato, Founder Jakarta Weltevreden.

Berita Lainnya