Bisnis Headline

Fort Rotterdam Bukan di Belanda, Tapi di Makassar

INDOWORK.ID, MAKASSAR: Jika Anda ke Makassar datanglah ke Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang. Benteng ini adalah sebuah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letaknya ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Pembangunannya pada 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna. Sang raja kemudian menyerahkan situs kepada VOC Belanda di bawah Perjanjian Bungaya 1667. Benteng ini memiliki enam bastion dan dikelilingi oleh dinding setinggi tujuh meter dan parit sedalam 2 meter.

Belanda menggunakan benteng ini sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Benteng ini juga merupakan markas militer dan pemerintahan daerah Belanda hingga tahun 1930-an. Pemerintah Hindia Belanda menyerahkan benteng ini kepada Yayasan Fort Rotterdam. Benteng ini terdaftar sebagai bangunan bersejarah pada 23 Mei 1940. Benteng ini dipugar secara ekstensif pada 1970-an dan sekarang menjadi pusat budaya dan pendidikan, tempat untuk berbagai acara musik dan tarian, serta tujuan wisata.

Saat ini, situs berada di bawah pengelolaan Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.

NAIK PERAHU

Selain ke Fort Rotterdam juga sempatkan ke pantai. Di depannya terdapat kantor Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Sulawesi Selatan. Prestasinya lumayan, belum lama ini mereka berhasil menangkap empat nelayan di perairan berbeda wilayah Sulawesi Selatan atas dugaan pelanggaran illegal fishing.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Andi Rian R Djajadi menjelaskan Markas Polairud Polda Sulsel memiliki peran strategis.

Di sebelah kantor ini, terdapat pelabuhan kecil. Warga yang ingin memasuki wilayah ini dapat meminta izin untuk menikmati laut baik untuk sekadar berenang atau menyeberang. Ongkos menyeberang dengan perahu dikenakan biaya Rp 25.000 untuk waktu tempuh 10 menit.

Banyak penumpang yang ingin bersilaturahmi dengan keluarga mereka di seberang pulau atau hanya untuk sekadar jalan-jalan. “Lumayan, pekerjaan ini sudah saya jalani puluhan tahun,” kata Daeng, pemilik perahu.

Ia bercerita bahwa ayahnya seorang nelayan. Namun ia tidak melanjutkan profesi itu. Lebih enak jadi penyewa perahu.

*) Ditulis oleh Lahyanto Nadie, Redaktur Khusus Indowork.id.



Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *