Bisnis INFRASTRUKTUR Jalan

SEJARAH JASA MARGA: Ini Dia Alasan Mengapa Jalan Tol Dibangun



single-image

Setelah tahun 1966, pemerintah menaruh perhatian besar pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial. Perekonomian beralih kepada sistem terbuka. Rezim Orde Lama telah digantikan oleh Orde Baru. Keterbukaan sistem perekonomian tersebut kemudian berlajut pada dasawarsa 1970-an, di mana rencana, strategi dan kebijakan ekonomi dirumuskan dengan semangat tinggal landas. Hal itu tergambar jelas dalam Repelita.

Pada dekade 1980-an, ekonomi Indonesia mengalami perubahan struktur dari Negara agraris ke Negara semi industri. Akibatnya, peningkatan pendapatan masyarakat, perubahan teknologi dan kebijakan Industrialisasi. Sejak saat itulah, pertumbuhan kota-kota Nusantara cenderung meningkat. Perkembangan ini terutama digunakan pada kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan kota-kota besar lainnya di Pulau Jawa.

Dengan adanya perkembangan tersebut, kegiatan masyarakat di bidang ekonomi dan sosial pun semakin meningkat. Mobilitas penduduk juga mengalami percepatan. Saat itulah muncul titik-titik kepadatan lalu-lintas. Masyarakat mulai menyadari bahwa hal tersebut menjadi hambatan tersendiri di bidang transportasi secara umum.

Peningkatan jumlah kendaraan mulai nampak di Jakarta sejak tahun 1970, meski penduduk DKI Jakarta masih berjumlah 4,4 juta jiwa dengan jumlah kendaraan sebanyak 222 ribu atau 5% dari jumlah penduduk. Namun, pada tahun 1976, jumlah penduduk hanya meningkat sebesar 14%, menjadi ± 5 juta jiwa; sementara jumlah kendaraan melonjak sebesar 45% menjadi 543 ribu, atau 11% dari jumlah penduduk. Terjadi kenaikan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk.

Volume lalu-lintas di Jakarta tidak saja dipengaruhi oleh jumlah penduduk serta kendaraan tetapi dipengaruhi pula oleh tingkat kegiatan masyarakatnya, terutama aktivitas yang berhubungan dengan perekonomian secara umum.

Perekonomian yang terus bertumbuh sangat memerlukan sarana dan prasarana infrastruktur jalan. Besarnya arus lalu-lintas di pusat kota dan wilayah sekitarnya ternyata mengakibatkan berbaurnya bermacam-macam fungsi jalan. Jalan arteri yang seyogianya digunakan untuk jarak jauh telah bercampur fungsinya baik dengan jalan kolektor maupun dengan jalan lokal pada ruas-ruas jalan yang padat di dalam kota.

Keadaan seperti itu tetu saja dapat menimbulkan kemacetan lalu-lintas dan menghambat kelancaran roda ekonomi. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan cukup besar. Kemacetan di jalan tentu saja dapat mengakibatkan biaya operasi kendaraan (khususnya BBM dan suku cadang) menjadi sangat tinggi.  Hal itu tentunya akan menghambat terwujudnya pemerataan pembangunan serta hasil pembangunan itu sendiri.

Pemerintah mulai berpikir bahwa keberadaan prasarana jalan yang benar-benar sesuai dengan fungsinya sudah sangat diperlukan. Hal itu sangat menunjang pembangunan ekonomi. Keadaan seperti itulah yang mendasari pertimbangan ekonomi untuk membangun jalan-jalan arteri bertipe bebas hambatan dan berstandar tinggi, yang menghubungkan Jakarta dengan wilayah sekitarnya yang kita kenal dengan istilah jalan tol. Di Indonesia, jalan bebas hambatan adalah sinonim untuk jalan tol.

(Bersambung….)

  BERITA TERKAIT

Berita Lainnya