Bisnis Figur Headline

PALM Menarik Perhatian Investor Dengan Loncat Tinggi



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: PALM. Nama itu sangat cocok untuk sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit.

Investor ritel Hasan Zein Mahmud, meragukan apakah sektor perkebunan masih cocok untuk tempat PALM dalam klasifikasi industri BEI

Kenyataannya, hal itu tidak terlalu penting bagi investor. PT Provident Agro Tbk (PALM) sangat menyita perhatian di tahun ini karena lonjakan kinerja bottom line yang spektakuler.

Pada 2019 PALM rugi sebesar Rp70,73 miliar. Tahun selanjutnya, berubah menjadi laba hampir Rp2 triliun. Laba per saham dari minus 10 meloncat tinggi jadi 281.

Hal ini menjadi pertanyaan, bagaimana laba bisa naik sejauh itu? Begitu hebatkah buah dari kenaikan harga CPO? Hasan mengatakan ternyata sumber laba terbesar bukan dari situ. Memang terjadi kenaikan laba bruto yang cukup signifikan dari sawit. dari 42 miliar menjadi 80 miliar

Tapi sumber terbesar kenaikan laba berasal dari pos pendapatan lain-lain. Tak tanggung tanggung, 1,969 triliun! Pendapatan itu berasal dari kenaikan harga saham MDKA yang 6,33% dimiliki oleh PALM. PALM merealisasikan sebagian (kecil) laba itu dengan keuntungan 208 miliar.

“Nah dari situ, mata ‘bintitan’ saya melihat bahwa PALM berniat mengubah core business nya,” tulis Hasan dalam media sosialnya (1/6/2021).

UBAH ORIENTASI BISNIS

PALM memperlihatkan dengan jelas mau mengubah orientasi bisnisnya dari perkebunan ke perusahaan investasi. Penjualan empat anak perusahaan sawit pada 2016, kehadiran SRTG, dan Provident Capital (keduanya perusahaan investasi) sebagai pengendali PALM. Menjadi salah satu kendaraan SRTG dan Provident Capital.

Hasan Zein Mahmud
Hasan Zein Mahmud

Cuan tetaplah cuan. Darimana pun datangnya tuan. Laba yang besar memperbesar irisan kue pemegang saham, termasuk ritel. Sebagian besar memang belum direalisasikan. Tapi laba itu ada di sana. Dalam buku perusahaan. Ada kemungkinan turun kembali? Tentu saja. Tapi sekelas SRTG dan Providen Capital tentu paling tahu kapan saat optimal suatu investasi harus didivestasikan.

“seharusnya, kenaikan saham MDKA jadi pendapatan usaha, penjualan cpo menjadi pendapatan lain lain”, guyon Hasan.

Laba hampir Rp2 triliun itu memang belum bisa diharapkan jadi dividen, karena belum direalisasikan. Tapi paling tidak ada Rp208 miliar sudah jadi hard money, hasil divestasi

Ada hal lain yang menonjol pada PALM. Pada saat rugi sekalipun, tahun tahun lalu, tetap bayar dividen. Apalagi dengan laba gemuk?

Berita Lainnya