Bisnis Headline

Menerka Kemungkinan Kongsi Bakrie – Salim di Darma Henwa, DEWA



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Spekulasi tentang kemungkinan itu sudah mulai merebak sejak RUPS DEWA pertengahan tahun lalu yang mengesahkan rencana right issue. Makin santer pada RUPS Juni lalu yang mengagendakan pergantian pengurus.

Right issue-nya sendiri tertunda karena melampaui batas waktu satu tahun sejak keputusan RUPS. Bagi serbagian investor, penundaan itu menunjukkan alotnya negosiasi Bakrie-Salim menyongsong perkawinan mereka di DEWA.

Masuknya Teguh Boentoro menebalkan dugaan itu. Seperti Agus Projo yang masuk BRMS, menuntaskan proses “koalisi” B-S di BRMS, masuknya Teguh layak diterjemahkan sebagai tanda awal koalisi B-S di DEWA. Agus dan teguh adalah mitra Salim di AMMN. Bantahan DEWA tentang kemungkinan itu, yang dimuat berbagai media massa 26 September lalu, justru makin mengokohkan spekulasi.

UANG DAN ORANG

Agus Projo

Berkongsi itu bisa lewat pemilikan bisa lewat orang, atau sekedar program bersama. Dalam upaya memperbaiki prospek perusahaan, saya lebih percaya faktor orang ketimbang faktor uang. Di BRMS, uang Salim masuk duluan. Perubahan lebih signifikan terjadi saat masuknya Agus Prodjo sebagai direktur utama.
.
Di DEWA nampaknya, personil masuk duluan. Uang menyusul. Itu lebih gampang. Pemilikan Salim bisa masuk lewat private placement, right issue, obligasi konversi, bisa tender offer, bahkan beli nyicil beli saham di pasar sekunder.

Saya sedang berusaha mencari jawaban atas satu pertanyaan: “Dalam kasus BRMS tujuan pemanfaatan dana dari right issue 1 dan 2 sangat terang. Seandainya masuknya Salim melibatkan masuknya dana segar dalam jumlah signifikan, ke dalam DEWA kira kira akan digunakan untuk apa?”

KINERJA DEWA

Kinerja mutakhir DEWA tidak bagus-bagus amat. Mengalami rugi jumbo tahun 2022 lalu, dari laba tipis tahun 2021. Laporan Keuangan 1Q23 kembali mencatat laba tipis. Paling tidak ada turn around, walaupun ROA dan ROE masih di bawah 1% yang menyebabkan PER (annualized) mendekati 60 x. Debt – equity ratio per 31 Maret 2023 berada di atas 150%. Beban keuangan tentu berat dan salah satu faktor penekan laba bersih perusahaan.

Kembali pada teka teki awal: Rencana right issue yang tertunda itu menunjukkan bahwa DEWA butuh duit! Nah dana segar itu untuk apa?

Mari kita kaitkan dengan Koalisi B-S. Kalau Salim masuk dengan cara membeli dari pasar sekunder (bagian dari 71% saham publik yang per 31 Maret merupakan mayoritas) atau tender offer, maka tidak ada dana segar masuk ke DEWA.

Kalau masuk melalui right issue (Salim sebagai pembeli siaga dan publik tidak melaksanakan hak) atau private placement atau obligasi konversi akan ada dana segar masuk DEWA. Skenario ini lebih masuk akal.

UTANG BESAR

DEWA punya utang cukup besar. Penggunaan dana untuk melunasi utang akan memperbaiki struktur modal dan menyehatkan neraca. Tapi tidak secara signifikan memperbaiki prospek DEWA. Kalau disuntikkan ke dalam 8 anak perusahaan yang baru dibentuk, penerawangan saya menjadi berkabut. Perusahaan perusahaan itu belum punya rekam jejak.

Menutup celoteh ini dengan joke, beranak 8 dalam waktu hampir bersamaan nyaris mustahil bagi manusia. Pada sebuah PT tetap saja menimbulkan berbagai pertanyaan. Tapi paling tidak “koalisi” di bidang usaha umumnya bertahan lebih permanen ketimbang koalisi di (….) dan lebih terbatas peluang saling “mengkhianati”.

*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id

Berita Lainnya