Wartawan Senior ‘Turun Gunung’ Ungkap Kasus Petinggi Dewan Pers

INDOWORK.ID, JAKARTA: Mantan Kabareskrim Komjen Pol. (Pur) Susno Duadji ‘turun gurung’. Saya pun dan rekan sesama ‘pangsiunan’ ikut turun gunung untuk mengungkapkan kejanggalan atas upaya perusakan citra dan integritas pers oleh insan pers, petinggi lembaga pers, di Gedung Dewan Pers dalam kasus pembunuhan di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo.

Jelas sekali apa yang disampaikan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers di Gedung Dewan Pers Jl. Kebon Sirih 32-34 pada acara jumpa Jumat (15/7), bersama pengacara keluarga jenderal polisi – merupakan kejanggalan yang berdampak merusak pers nasional.

Patut diduga ada unsur kesengajaan. Setidaknya pernyataan itu menunjukkan cermin tidak kompeten dari orang yang menjabat di sana.

HARUS DIPECAT

Dimas Supriyanto (kanan) bersama Gunawan Wibisono

Karena itu, dengan kecintaan pada pers, dunia saya selama 30 tahun lebih – saya terpanggil dan “turun gunung” untuk mengungkapkan para petinggi Dewan Pers yang patut diduga terkooptasi oleh kepentingan pribadi, golongan, kepanjangan korporasi dan ideologi yang merusak integritas pers nasional – dari dalam Gedung Dewan Pers sendiri. Dari benteng terakhir insan dan komunitas pers nasional.

Saya sudah mengirim petisi ke change.org, menyebut nama dan identitas yang bersangkutan – tapi tetap fokus pada pernyataan dan jabatan yang disandang – dengan kewenangan yang dimilikinya – yang artinya ini bukan sebagai serangan pribadi atau kelompok tertentu. Saya menduga ada upaya sistematis mengkerdilkan kemerdekaan pers.

Siapa pun pelakunya, harus diproses dan dipecat.

Upaya sistematis yang sama sedang dilakukan para oknum dan petinggi kepolisian sendiri yang sedang mengkerdilkan korps polisi.

Publik mengamati, pada waktu yang sama ada pembunuhan mayor TNI oleh Sersan, di Merauke, ada pembunuhn isteri tentara di Semarang yang diotaki oknum TNI – begitu mudah terbongkar. Mengapa jajaran Polri yang “ahlinya ahli” di bidang penyidikan kasus pembunuhan di komplek Polri seperti jalan di tempat?

Ini sudah 23 hari setelah kejadian, sejak Jum’at petang, 8 Juli 2022 lalu. Dan sudah mengundang “pangsiunan” Kabareskrim turun gunung . Dan ditulis oleh “pangsiunan” wartawan media cetak.

SUSNO ‘TURUN GUNUNG’

KOMJEN POLISI (PUR) SUSNO DUADJI 

“Saya sebagai Polri, walau sudah ‘pangsiun’ di gunung – kalau sudah terkait Polri akan dijatuhkan – saya akan turun gunung! ” demikian tegas purnawirawan Komjen Pol. Susno Duadji dalam satu wawancara teve, yang saya tonton di Youtube, beberapa hari ini.

Lama tak ada kabarnya, setelah 12 tahun pensiun, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) yang kondang dengan kasus “cicak vs buaya” (KPK vs Polri) , muncul diundang bicara di teve untuk berkomentar seputar kasus tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Polisi Ferdy Sambo, komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat petang, 8 Juli 2022.

Komjen Pol (Purn.) Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc. yang menjabat Kabareskim Polri, antara Oktober 2008 dan November 2009, nampak sengaja menyebut “pangsiun” sebagai satire untuk pensiun alias purna tugas.

“Kita junjung! Polri akan jujur, akan buka dengan sebenar-benarnya, akan gali mayat. Dan tak peduli siapa pelakunya, bila perlu, dengan dua alat bukti yang cukup, ya tahan!” tegas pensiunan jenderal tiga, yang konon sibuk bertani cabai di kampung halamannya di Sumatera Selatan, ini.

Dengan banyak canda, bernada sedikit meledek, tapi rinci, akurat, penuh semangat, Susno Duadji menyatakan kasus penembakan di komplek Polri pekan lalu, sederhana sekali, jika pelakunya bukan di rumah jenderal, dan melibatkan sosok jenderal.

MUDAH TERUNGKAP

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi

 

Kasus ini mudah terungkap. Sebab, barang bukti, senjata, lokasi, dan korban jelas. Bukan mayat yang hanyut di kali, yang tak jelas identitasnya, dan penyebab kematian dan hanyutnya, yang memerlukan penyelidikan lama.

Dalam kasus (tembak menembak antar polisi) ini, semua bisa “bicara” – kata Kapolda Jawa Barat (Januari–Oktober 2008) ini. Tempat kejadian perkara, senjata, peluru, proyektil, isi hape, CCTV, dekoder, yang ada di lokasi bisa “bicara” dan mengungkapkannya, katanya.

Isi handpone milik (yang disebut) pelaku, korban, termasuk pak jenderal dan bu jenderal, bisa membuka hal ikhwal sebelum kejadian, saat kejadian dan sesudah kejadian, melalui teks, dan gambar gambar yang ada di di sana.

PAKAIAN DALAM

Maka para penyidik tinggal menyita semua senjata yang ada, proyektil, selongsong peluru, pakaian yang ada. “Termasuk pakaian dalam”, katanya. Karena ada dugaan kasus susila di dalamnya.

Masing masing diuji saja saat rekontruksi, uji balistik, uji forensik, dengan tembak reaksi, yang akan mengungkapkannya.

Semua bisa “bicara” dan mudah mengungkapkan kasusnya. “Sebab forensik Indonesia kelas dunia dan sudah diakui dunia, “ kata mantan petinggi Mabes Polti yang dijuluki “Truno Tiga” ini.

Di Mabes Polri yang berlokasi di Jl. Trunojoyo – Kebayoran baru, Jakarta, Kapolri mendapat call sign “Truno Satu”, Wakapolri “Truno Dua”, dan Kabareskrim “Truno Tiga”.

Karena itu, jangan mempertaruhkan integritas korps polisi, pinta Susno. Gali jenazah Brigadir J dan otopsi ulang bukan permintaan keluarga dan pengacara, melainkan demi keadilan (pro justisia).

TURUN GUNUNG

Susno Duaji jadi petani

Dengan pengalaman sebagai penyidik, dan mengetahui persis kecanggihan jajaran polisi, pensiunan jenderal bintang tiga, kelahiran Pagar Alam, Sumatera Selatan, 1 Juli 1954, ini menyingkap kejanggalan di jajaran korps yang dicintainya itu. Dan dia memerlukan turun gunung untuk mengungkapkannya.

Semangat yang sama ada pada diri saya sebagai “pangsiun”-an jurnalis, yang 2 tahun purnatugas dari perusahaan media cetak, media mainstream, sejak Maret 2020 lalu, dan kini melanjutkan berkarya di media online dan media sosial.

Ditulis oleh Dimas Supriyanto,  Founder Jakarta Weltevreden

Program Benteng dan Asal Mula Bisnis Otomotif Soebronto Laras

INDOWORK.ID, JAKARTA: Kebijakan ekonomi-politik pemerintahan Soekarno merilis “Program Benteng” pada 1950 yang bertujuan menciptakan pengusaha pribumi yang tangguh.

Program ini kemudian didukung oleh kalangan perbankan yang menyediakan kredit lebih lunak kepada pengusaha-pengusaha pribumi, sementara Kementerian Perindustrian menggunakan wewenangnya untuk mengutamakan perusahaan-perusahaan pribumi (Chalmers, 1996: 103). 

Program Benteng adalah kebijakan peraturan memprioritaskan kegiatan impor hanya dapat dilakukan khusus oleh pribumi, baik perorangan maupun perusahaan. Perusahaan-perusahaan atau perorangan yang mempunyai izin impor disebut “Importir Benteng” atau “Perusahaan Benteng”. Dengan menunjukkan bukti kepemilikan dana sebesar Rp250.000 di bank, siapa saja dapat menjadi “Perusahaan Benteng” (Giting, 2018). 

Kegiatan ekonomi rakyat pada masa Program BentengProgram ekonomi-politik yang pro kepada pengusaha pribumi ini sejatinya diperkenalkan oleh Menteri Kemakmuran Dr. Juanda pada 1950. Kebijakan ini bermaksud untuk membuka kesempatan bagi pengusaha-pengusaha pribumi untuk membangun basis modal di balik tembok proteksi (pemerintah). 

Menteri Juanda berharap golongan ekonomi ini akan mengikuti jejak para pedagang pribumi masa 1930-an, yakni memantapkan diri dengan memanfaatkan basis modal untuk meluaskan usaha ke bidang manufaktur. 

Lewat “Program Benteng”, Menteri Keuangan Soemitro Djojohadikusumo di Kabinet Wilopo (1952-1953) memperbesar porsi impor bagi pengusaha pribumi dari 10 persen menjadi 25 persen, yang mencakup 85 persen dari jenis barang impor pada akhir 1954 atau awal 1954. Pernah tercatat terdaftar lebih dari 4.000 “Importir Benteng” (Chalmers, 1996: 109).

ASAL MULA BISNIS OTOMOTIF SOEBRONTO

Soebronto Laras, Presiden Komisaris PT Indomobil Sukses Internasional Tbk—mitra lokal Suzuki di Indonesia, dalam sebuah kesempatan khusus, menjelaskan pada saat itu sebenarnya industri otomotif Indonesia belum ada, karena yang ada hanya perdagangan impor mobil. 

“Semua mobil diimpor. Misalnya kalau bicara mobil asal Amerika Serikat, pastilah Pak Hasjim Ning yang membawa merek Cadillac, Ford, GM, Chevrolet, dan Chrysler. Nah, waktu itu ayah saya, Murdono, termasuk pendatang baru, makanya dia hanya kebagian mobil Prancis dan mengimpor Citroen,” kata Soebronto saat menjelaskan kondisi pasar otomotif Indonesia era 1950-an pada awal 2021. 

Mobil laris zaman itu, menurut Soebronto, adalah merek Chevrolet jenis Suburban, yang memiliki basic pikap dan station wagon. Dengan dimensi dan bermesin besar, Chevrolet Suburban digunakan untuk angkutan orang dan barang di Tanah Air, selain Morris Austin yang disulap menjadi angkutan orang saja alias oplet, terutama di ibukota Jakarta.

Chevrolet Suburban (pikap) kerap disebut sebagai C10 atau terkadang mendapat sebutan Chevrolet ‘Lele’, karena desain gril yang lebar dan memanjang mirip sekali dengan penampilan ikan lele. 

Potret perniagaan produk otomotif di Indonesia mengalami perubahan drastis dari impor mobil secara utuh atau completely built-up (CBU) menjadi impor secara completely knocked-down (CKD) dan dirakit di dalam negeri setelah terjadi pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto.  

Tepatnya setelah Soeharto dilantik dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Semesta V pada 27 Maret 1968. Presiden Soeharto memiliki cara pandang berbeda saat resmi menjadi Presiden RI kedua itu.  

Semangat Inovasi Insan WIKA Sudah Mendarah Daging Sejak Era 1980-an

INDOWORK.ID, JAKARTA: Pada 1980, Frans S. Sunito bersama rekan-rekan teknisi lain di WIKA sempat menyesalkan ketika membongar peti kemas mesin pesanan dari Jerman utuk kepentingan pabrik tiang listrik beton yang dikembangkannya. Mesin bertuliskan Motor Driven Troly itu hanyalah sebuah landasan baja, dilengkapi kereta beroda, kemudian ditarik dengan kabel yang dihubungkan dengan suatu mesin. Jika mesinnya diputar, trolinya bergerak ke sana ke mari.

Frans menyesalkan alat yang baru saja dibelinya ternyata bukanlah teknologi mutakhir seperti apa yang diharapkan. Sebuah kata terlontar dari dari para teknisi WIKA saat itu, “Kalau seperti ini sih kita bisa bikin sendiri?”

Dalam benak Frans jika hanya peralatan seperti itu, pastilah insan WIKA bisa membuatnya sendiri. Ternyata hal itu bukan omong kosong belaka, keesokan harinya para engineer muda WIKA mempelajari teknologi mesin itu. Dengan semangat inovasinya kemudian insan WIKA menduplikasi mesin itu untuk jalur-jalur produksi beton berikutnya.

Sampai-sampai, perusahaan supplier mesin asal Jerman itu heran kenapa pesanan dari WIKA untuk alat serupa semakin hari semakin sedikit, padahal saat itu WIKA sedang gencar-gencarnya merintis industri beton. Belakang mereka tahu bahwa WIKA sudah bisa membuat sendiri alatnya.

Saat itu, para engineer muda WIKA memang sedang semangat-semangatnya melakukan berbagai inovasi. “Saking semangatnya, semua ingin dibuat sendiri,” lanjut Frans. Sebagai Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan, Frans tidak sendirian, dia memiliki dua staf yaitu Wilfred Sangkali dan Boediono. Selain itu, ada juga Yoyon Mulayan di bagian teknisi, dan juga Ruskim yang banyak menangani perihal teknis penerapannya di pabrik-pabrik beton milik WIKA.

Jangan dilupakan, salah satu faktor yang mendorong adanya inovasi di WIKA pada periode awal adalah kondisi perusahaan yang masih belum begitu mapan. Jangan bayangkan WIKA saat itu seperti WIKA sekarang, teknologi yang dipakai sangatlah sederhana, apalagi sarana dan prasarana yang dimiliki belumlah selengkap sekarang. “Tapi kesederhanaan tidak mengurangi rasa dan semangat inovasi,” tegas Frans.

Justru dari kesederhanaan itulah semangat inovasi dipupuk. Misalnya, ketika mendirikan pabrik di CIleungsi, Bogor, dengan budget yang sangat terbatas, hanya Rp200 juta, Warkita Tarsam harus memutar otak agar anggaran itu cukup.  Tentu bukan hal mudah. Untuk investasi lahan, bangunan, mesin, dan mold (cetakan) tentulah dana itu belum memadai.

Akhirnya karena semangat inovasi, pemikiran untuk membuat sendiri itu pun muncul. Dengan melakukan survei, Warkita bertemu dengan orang yang bisa membuat mold sesuai dengan aslinya di daerah Jawa Timur. Setelah dilakukan pengujian ternyata cetakan itu berhasil. Akhirnya itulah yang dipakai di pabrik, dengan harga yang lebih murah. Teknologi itu pun dipakai di pabrik-pabrik beton milik WIKA periode awal.

Ngomong-ngomong soal bikin sendiri, para pendahulu WIKA telah memberi suatu dorongan kepada para insan WIKA untuk selalu berinovasi. Pemikiran bahwa inovasi bisa membawa kemajuan bagi perusahaan dan kesejahteraan karyawan sudah tertanam sebagai visi sebuah perusahaan yang ingin hidup 500 tahun ke depan. Meski jajaran pemimpin WIKA berganti dari tahun ke tahun atau periode ke periode, budaya inovasi terus dikembangkan sesuai dengan konteks zamannya.

Ketoprak Financial, Kolaborasi Bankir dengan Pelawak Polo dan Tessy

INDOWORK.ID, JAKARTA: Pagelaran ketoprak finansial dengan sutradara oleh Aries Mukadi dalam lakon Ken Dedes: Harta, Tahta, Cinta,  mendapat banyak dukungan dan doa dari para pengusaha karena mengusung idealisme mengembangkan budaya daerah.

“Semoga lancar dan sukses acaranya Mas Eko dan segenap pendukung. Mantab, good luck,” kata Iwan Setiawan, boss Rintis Sejahtera.

Mas Eko yang dimaksud Iwan adalah Eko B. Supriyanto, Pemimpin Redaksi Majalah Infobank, yang menggagas acara itu sekaligus sebagai produsernya.

Pagelaran ini melibatkan banyak eksekutif dari sektor perbankan, asuransi, multifinance, BUMN, lembaga asosiasi keuangan, badan pemerintah, dan perusahaan swasta. Bahkan, Wakil Ketua Komisi XI DPR bagian keuangan dan perbankan Fathan Subchi ikut naik panggung bersama para jurnalis senior.

POLO DAN TESSY

Para bintang Ketoprak Finansial (foto Darto Wiryosukarto)

Sebagai bintang tamu akan hadir pelawak Polo dan Tessy, serta para pemain dari Perhimpunan Wayang Orang Bharata dan para pemain Ketoprak Adhi. Pagelaran Ketoprak Financial ini menjadi arena networking sesama pelaku jasa keuangan, direksi BUMN, asosiasi, akademisi, dan jurnalis senior, serta pemain asli Wayang Orang Bharata dan pemain ketoprak Adhi Budaya.

Produser Eksekutif Pagelaran Ketoprak Financial Ken Dedes: Harta, Tahta, Cinta, Eko B. Supriyanto dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa selain untuk networking dan hiburan, pagelaran ini merupakan sarana sosial untuk melestarikan kebudayaan tradisional ketoprak, mendukung para praktisi kesenian tradisional, dan untuk menggalang dana pendidikan bagi anak kurang mampu di bawah Yayasan Anak Asuh Kita.

“Seluruh hasil penjualan tiket akan disumbangkan ke Yayasan Anah Asuh Kita,” kata Eko.

Pemimpin Redaksi Infobank itu memberikan apresiasi para eksekutif industri keuangan, perbankan, BUMN, DPR, asosiasi, dan akademisi yang mendukung pagelaran ini. “Di tengah kesibukan sebagai profesional, mereka masih memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian kesenian tradisional Indonesia,” kata pegusaha kuliner itu.

Eko berharap pagelaran ini dapat menjadi lilin penerang bagi kesenian tradisi yang sudah lama redup.

BANKIR NAIK PENTAS

Eko B. Suprianto (kiri) produser Ketoprak Financial (foto Darto Wiryosukarto)

Eksekutif perbankan yang ikut bermain, antara lain Alexandra Askandar dan Arief Budimanta dari Bank Mandiri, Rita Mirasari dari Bank Danamon, Meliza Musa Rusli (Bank Permata), Aviliani (Allo Bank), Lisawati (Bank Ganesha), Chaterine Hadiman (HSBC), Royke Tumilaar dan Adi Sulistyowati (BNI), Haru Koesmahargyo (BTN), Romy Widjayanto dan Amirul Wicaksono (Bank DKI), Danny Hartono (Bank MAS), Juanita A. Luthan (Nobu Bank), Joice F. Rosandi (Seabank), Rokidi (Bank Kalbar), serta Vera Eve Liem, Lianawaty Suwono, Haryanto T. Budiman,dan John Kosasih dari BCA.

Eksekutif perusahaan asuransi yang ikut bermain antara lain Dumasi MM Samosir dari Sinar Mas, Priyastomo (Askrindo), dan Nicolaus Prawiro (Cakrawala Proteksi). Sementara itu, dari perusahaan multifinance ada Ketua Umum APPI sekaligus Direktur Utama CSUL Finance Suwandi Wiratno.

EKSEKUTIF BUMN

Para pemain gamelan (foto Sigit Pramono)

Selanjutnya eksekutif dari BUMN ada Sinthya Roesly (PLN), Rivan A. Purwantono (Jasa Raharja), dan Krisna Widjaja (PPA). Dari badan atau lembaga pemerintah ada Anggoro E. Cahyo (BPJS-TK), Chesna F. Anwar (LPEI), Eko Ariantoro (BP Tapera), dan Lies Permana (Transjakarta).

Dari asosiasi dan perusahaan swasta ada Evi Aviatin Ismail (CFO Club Indonesia), Eko Taufik Wibowo (IBI), Achmad Fajar (LPPI), Intan Adams Katoppo (Panasonic Gobel), dan Apri Susanti dari Rintis Sejahtera.

KOMENTAR KOCAK

Adegan lakon Ken Dedes: Harta, Tahta, dan Cinta (foto Sigit Pramono)

Para penonton baik langsung maupun mencermati melaui online berkomentar kocak dan seru.

“Agaknya para pemain ndak hapal script-nya, sampai dipandu Pakde gitu?,” komentar Muhammad Edhie Purnawan, Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI).

Sigit Pramono, bankir senior yang kini lebih banyak bekerja sosial, berkomentar lain. “Innalillahi wa innailaihi rojiun. Tunggul Ametung wafat bersama AC gedung Teater Besar TIM…..”

Arif Budimanta, ekonom sekaligus staf khusus bidang ekonomi Presiden Joko Widodo pun menimpali, “pagelaran berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.”

Begitulah celoteh para tokoh itu ketika menyaksikan pagelaran ketoprak finansial dengan sutradara oleh Aries Mukadidalam lakon Ken Dedes: Harta, Tahta, Cinta, Jumat, 29 Juli 2022 di Taman Ismail Marzuki. Ketika pertunjukan usai, para eksekutif itu  kembali ke profesi masing-masing setelah manggung dengan kostum ketoprak dan make up menor.

Ditulis oleh Lahyanto Nadie, Founder Jakarta Weltevreden

 

Meskipun The Fed Naikkan Rate, Inflasi Global Bakal Turun

INDOWORK.ID, JAKARTA: Meskipun The Fed menaikkan sukubunga, saya memperkirakan bahwa inflasi global akan mengalami penurunan 1 hingga 2 bulan ke depan. Bukan karena pengetatan moneter yang diambil, praktis oleh sebagian besar otoritas moneter negara maju.

Memang kebijakan itu anomali. The Fed kembali menaikkan Federal Fund Rate, 75 bp. Dan tiba tiba, bursa saham melonjak. Tiga indeks utama saham Amerika Serikat naik rata rata di atas 2%.

NASDAQ bahkan menutup perdagangan hari Rabu (27/07), kemarin, dengan kenaikan 4,06%. Selain indeks harga saham, tak kalah mengejutkan, ternyata yield trasury juga mengalami penurunan. Imbal hasil 10 year US treasury kemarin ditutup lebih rendah pada 2,759%

Boleh jadi kenaikan 75 bp telah sepenuhnya diantisipasi pasar. Bahkan sebelumnya berkembang prediksi bahwa FFR akan naik 100 bp. Boleh jadi karena pernyataan Chairman Powell tentang kemungkinan The Fed melambatkan rencana kenaikan tingkat bunga berikutnya, untuk meneliti lebih cermat hasil pengetatan moneter terhadap penurunan inflasi.

Saya termasuk di barisan yang skeptis terhadap efektifitas kebijakan kontraksi moneter untuk mengendalikan cost push inflation. Terutama karena akar inflasi yang tinggi – disrupsi rantai pasok akibat perang – praktis tidak tersentuh oleh US tight money policy.

INFLASI GLOBAL TURUN

Hasan Zein Mahmud

Walaupun demikian, saya memperkirakan bahwa inflasi global akan mengalami penurunan satu – dua bulan ke depan. Bukan karena pengetatan moneter yang diambil, praktis oleh sebagian besar otoritas moneter negara maju. Tapi karena bekerjanya “tangan gaib” Adam Smith

Minyak dan gas bumi Rusia yang diembargo oleh AS dan poro konco, dengan mudah banting stir ke India dan China. Boleh jadi juga Indonesia. Harga minyak yang menari-nari di seputar US 100 per barrel, akan mendorong Iran, Venezuela – boleh jadi juga Indonesia – dan produsen lain, untuk memacu produksi dan eksplorasi. Pasokan migas global pelan akan naik.

Krisis pangan global, dalam jangka pendek akan mendorong peningkatan program bantuan pangan darurat. Dalam jangka lebih panjang akan terjadi diversifikasi pangan dan upaya upaya lain.

Bagi investor saham, yang perlu diantisipasi adalah dampak inflasi tinggi yang akan bertahan lebih lama dari periode inflasi itu sendiri. Terutama sektor sektor yang secara langsung terdampak oleh naiknya harga faktor input. Sembari berharap, hantu resesi tak jadi berkunjung.

MARJIN LABA TURUN

Perusahaan perusahaan yang pasca pendemi sudah memacu peningkatan produksi hingga full capacity – tidak ada slack tersisa – akan lebih sensitif terhadap tingginya inflasi dan melambannya pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan biaya produksi – pada beberapa sektor – tidak sepenuhnya bisa dibebankan kepada pelanggan/konsumen. Akibatnya marjin laba akan mengalami penurunan.

Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Infrastruktur.co.id

Kader PDIP Mardani Maming Susul Harun Masiku Jadi Buronan KPK

INDOWORK.ID, JAKARTA: Satu lagi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Mardani Maming, yang menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul rekan separtainya Harun Masiku. Keduanya dari partai politik yang tengah berkuasa di bawah komando Megawati Soekarno Putri dan Sekjen Hasto Kristanto.

Nama Harun Masiku melegenda di KPK. Sosoknya sejak Januari 2020 hingga kini belum tampak di publik. Ketika itu KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Wahyu Setiawan, yang masih aktif sebagai komisioner KPU, dijerat. Dalam 1×24 jam, KPK resmi menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka. Wahyu diduga menerima uang terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.

HARUN MASIH RAIB

KADER PDIP HARUN MASIKU

Namun Harun Masiku raib hingga kini. Sekjen PDIP Hasto Kristanto yang disebut-sebut terlibat selalu menghindar ketika ditanyakan tentang sahabatnya itu.

Mardani H. Maming yang lahir 17 September 1981, pernah menjabat sebagai Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2019–2022, Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022–2027.

Di pemerintahan, ia menjadi Bupati Tanah Bumbu periode 2010–2015 dan 2016–2018. Ayahnya bernama H. Maming bin Rahing, seorang kepala desa di Batulicin yang kini menjadi Kelurahan Batulicin.

ANGGOTA DPRD

Sekjen PDIP Hasto Kristanto

Pada 2010–2015 berpasangan dengan Difriadi Darjat, Mantan Sekdakab Tanah Bumbu dan 2016–2018 berpasangan dengan H. Sudian Noor. Sebelumnya ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Tanah Bumbu (2009–2010).

Kader partai berlambang banteng moncong putih itu, pernah menjadi Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Kompartemen Bina Wilayah Kalimantan HIPMI (2015–2018).

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri

Di partai politik yang mengusung Presiden Joko Widodo, Mardani menjadi Ketua DPD PDI Perjuangan Provinai Kalimantan Selatan sejak 2015 dengan masa kerja hingga 2024.

Kedua kader di bawah asuhan Megawati itu hingga kini menjadi buronan KPK. “Ini pekerjaan rumah yang cukup besar dari KPK,” kata seorang wartawan senior.

Skandal di Ferdy Sambo, Pecat Oknum Petinggi Dewan Pers

INDOWORK.ID, JAKARTA: Skandal di tubuh Polri kini merembet ke dunia pers. Kasus  itu menjadi perdebatan di kalangan pers sendiri. Tak berhenti di pelanggaran etik, dugan pidana, melainkan juga mengungkit masalah di internal Dewan Pers, lembaga yang seharusnya menjaga marwah insan pers.

Senior di Forum Pemred menyatakan, dia pernah dikonfirmasi pejabat intelejen, tentang nama-nama pengurus Dewan Pers, yang berideologi kiri, kanan, ekstrim, pro kadrun, kaki tangan Amerika, kepanjangan tangan konglomerat, dll.

“Bapak sudah tahu, kok nanya saya ?” teman saya, senior di Forum Pemred, terpancing dan pura pura blo’on.

“Saya hanya mengkonfirmasi saja… he..he…,” kata orang BIN itu.

LEBIH MENYERAMKAN

Setelah menurunkan tulisan Skandal Petinggi Polri Mengembet ke Dewan Pers, 2 hari lalu, terkait kasus ajudan/sopir Kadiv Propam yang tewas di rumah jenderal Polri, saya mendapat telepon dari banyak teman, dan khususnya dari para senior.

Saya mendapat masukan dan cerita yang lebih menyeramkan baik dari kejadian brutal di komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat petang 8 Juli 2022 itu, maupun berita pers sendiri, yang memberitakannya.

Tak bisa diekspos ke publik, karena belum terkonfirmasi – meski runtutan logika, data dan faktanya jelas.

Pastinya tidak seperti disampaikan pejabat polisi di awal kejadian – aksi tembak menembak, melainkan dugan polisi menembak polisi alias pembunuhan. Eksekusi. Dan bukan hanya dengan senjata api, pistol Glock-17, melainkan juga dengan alat lain, benda tajam, jeratan di leher, dll.

Karena itu, Presiden Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta agar, semua pejabat di polisi yang memberikan keterangan menyesatkan di pengungkapan awal, ditangkap! Karena telah telah melakukan kebohongan publik.

Tuduhan adanya tembak menembak antara sopir dan ajudan Kadiv Propam Irjen Polisi di Komplek Polri makin tidak masuk akal. Bagaimana pistol dengan lima peluru yang bersarang ke tubuh korban ada tujuh? Bagaimana mungkin dalam adegan tembak tembakan tak ada satu pun peluru yang mengenai pelaku?

PECAT ANGGOTA DEWAN PERS

Saya menambahkan pecat juga oknum petinggi Dewan Pers yang mencoba mengarahkan wartawan/media agar hanya mengutip sumber resmi, dan berempati kepada keluarga jendral. Bukan kepada korban/ajudan yang meninggal mengenaskan!

Saya memerlukan untuk menelepon H. Ilham Bintang sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat, setelah mengutip namanya di postingan FesBuk itu. Karena para wartawan dibodohi secara massal.

Bang Ilham mengundang makan siang di rumahnya, tapi saya berhalangan karena harus ke Bina Graha (‘Cieee…’ ). Presiden Jokowi sebelumnya telah memerintahkan agar kasus di internal Polri itu diusut tuntas.

“Sudah saya sampaikan, usut tuntas. Buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Transparan, sudah,” kata Pak Jokowi di lokasi Obyek Wisata Pulau Rinca sebagaimana dilansir YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (21/7/2022).

Tak lama kemudian Polri membentuk tim khusus.

Bang Ilham marah besar atas tindakan petinggi Dewan Pers, yang duduk sebagai Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers itu, yang justru tidak beretika; melakukan kesalahan mendasar, yang patut diduga bukan semata slip of the tounge alias kepleset lidah. Melainkan karena ada unsur kesengajaan, bagian dari gerakan sistematis, untuk merusak pers dari dalam.

Alih-alih mendorong seluruh wartawan untuk melakukan investigasi atau peliputan independen, mendalam dan menyeluruh – agar dapat mengungkap fakta peristiwa dan duduk masalah secara terang benderang, malah Dewan Pers minta agar wartawan mengutip keterangan resmi polisi saja.

PENGGUNAAN CARA TERTENTU

“Tidak ada pembatasan bagi wartawan untuk mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya dari mana pun demi mencari kebenaran. Yang penting, semua informasi melalui proses verifikasi atau cek dan ricek sebelum disiarkan, ” tegas jurnalis senior, praktisi pers, yang pernah dijuluki “Raja Infotainment” ini .

Bahkan pendiri tabloid dan program infotainment Cek & Ricek ini menjelaskan, dalam Pasal 2 butir “H” dalam KEJ, “penggunaan cara-cara tertentu” dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik, dengan syarat wartawan juga tetap menghormati hak privasi; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, dan suara; dan menyajikan berita secara berimbang.

“Tolong kasih tahu teman-teman dan pembaca di FB dan lainnya, bahwa Undang Undang Pers itu bukan untuk kepentingan kalangan pers sendiri, melainkan untuk bangsa dan negara. Memenuhi hak rakyat dan masyarakat untuk tahu, “ kata Bang Ilham menggebu.

“Mas Dimas silakan buka sendiri dan jelaskan, “ pintanya.

‘KITAB SUCI’ WARTAWAN

Sejurus kemudian, setelah perbincangan di hape, saya pun membuka lemari dan mengambil Kitab UU Pers No. 40/tahun 1999 sebagai kitab suci para jurnalis Indonesia. Selaku wartawan otodidak saya memiliki, menyimpan, dan membukanya secara berkala, untuk pengingat dan wasiat yang harus dimuliakan.

Tercantum di sana: “Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin;

Bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

Bahwa Pers Nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;

…. dan seterusnya….”

Jelas sudah! Para jurnalis bekerja tidak untuk menjual informasi semata, ngarep gajian bulanan dan angpao para juragan, sibuk “nge-kir” dan “melaut” menghadiri jumpa pers – melainkan untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu, untuk mendapatkan informasi yang benar, objektif, dari sumber terpercaya, kompeten, dan dari para ahlinya.

Juga untuk memahami suatu kejadian dan peristiwa yang terkait dengan kepentingan pembaca/penonton, yaitu kepentingan masyarakat alias kepentingan publik.

COVER BOTH SIDE

Begawan Pers sekaligus pendiri Kompas, Pak Jacob Oetama, pun menyatakan, tugas wartawan adalah menjelaskan duduk suatu perkara dengan gamblang. Agar masyarakat merespon dan menyikapi serta mengambil keputusan yang benar.

Dalam menanggapi pertikaian antarlembaga, mereka yang berkepentingan – pers mengambil posisi independen. Berimbang. Cover both side.

Pers tidak boleh netral, sebagaimana diasumsikan sejumlah orang. Pers harus berpihak pada kebenaran, hati nurani, moral dan undang undang, aturan yang berlaku, serta menyalurkan aspirasi kaum yang terpinggirkan, menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara (Voice of the Voiceless – VoVo).

Adanya teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak mana pun (halus maupun kasar) dan mengarahkan dengan berbagi dalih – yang berpotensi mengancam independensi, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik – merupakan penyensoran yang harus dilawan. Karena bertentangan dengan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan berimbang.

Pers sendiri berkewajiban mengoreksi kekeliruan informasi, meralat beritanya, jika keliru dalam menyampaikan duduk soal peristiwa yang diliput.

“Kemuliaan pers dan media massa adalah dia tidak selalu merasa benar, dan menyediakan ruang koreksi/ralat. Hak jawab. Sebab, kebenaran terus berkembang seiring terungkapnya fata baru dan temuan data baru, “ kata Bang Ilham.

Karena itu, Bang Ilham menegaskan lagi, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

*) Ditulis oleh Dimas Supriyanto, Founder Jakarta Weltevreden.

 

Nominee, ‘Binatang’ Apakah Itu?

INDOWORK.ID, JAKARTA: Selama puluhan tahun bergelut di pasar modal, tiba-tiba saya ingin berceloteh tentang nominee. ‘Binatang’ apakah itu?

Sebelum mengenal pasar modal dan sektor keuangan, saya memelihara konotasi positif terhadap kata nominee. Dia atau mereka yang merupakan kandidat untuk menerima suatu penghargaan atau tanda jasa, atau jabatan, atau pemenang suatu perlombaan.

Sektor keuangan menancapkan konotasi negatif terhadap kata nominee. Menyamarkan pemilikan! Menyembunyikan sesuatu. Boleh jadi saham, realestat, perusahaan…. boleh jadi juga wanita simpanan.

Banyak cara menyembunyikan aset dan kekayaan. Mulai dari menggunakan perusahaan cangkang, manajemen palsu, dan figur pengganti, seperti yang difasilitasi oleh Cayman Islands, Panama, dan sejenisnya. Hingga rekening saham di bursa saham

Dalam benak saya, penggunaan kata nominee pada situasi yang diuraikan belakangan, nyaris tak pernah dimotivasi oleh tujuan luhur. Mulai dari mencuci uang hasil perbuatan haram, dana dana untuk tujuan destruktif, penghindaran pajak, hingga manipulasi pasar dan harga di bursa saham.

Konon pernah ada kasus, sebuah konglomerasi menyamarkan pemilikan atas salah satu perusahaannya, menggunakan nama orang lain. Mungkin teman dekat atau orang kepercayaan. Saya tidak tahu motifnya. Boleh jadi penghindaran pajak, atau penghindaran penyitaan karena kasus hukum, atau lainnya.

MENJADI TRAGEDI

Hasan Zein Mahmud

Tapi konon, penyamaran itu, pada ujungnya, menjelma menjadi tragedi bagi sang konglomerat.

Sang nominee kemudian mengaku sebagai si empunya perusahaan yang sebenarnya, dan menolak untuk mengembalikan pemilikan perusahaan.

Ada yang mau memakai nama saya sebagai nominee?

Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Infrastruktur.co.id

Skandal Petinggi Polri Mengembet ke Dewan Pers

INDOWORK.ID, JAKARTA: Kasus pembunuhan ajudan jenderal polisi mengembet ke Dewan Pers, lembaga yang menaungi media massa, yang saya hormati. Petinggi Dewan Pers, sebagai benteng terakhir media massa dan wartawan itu telah melakukan kesalahan fatal yang tak hanya merusak integritas pers melainkan juga merusak kinerja kewartawanan. Serta merusak lembaga tertinggi pers. Mempermalukan korps jurnalistik.

Bayangkan, seorang petinggi Dewan Pers meminta agar para wartawan hanya mengutip sumber resmi saja.

“Insan pers seharusnya menulis penjelasan dari Mabes Polri tanpa berspekulasi lebih jauh, ” begitu permintaan petinggi Dewan Pers itu.

“Informasi harus betul-betul dilihat secara profesional. Jangan ada spekulasi,” tambahnya.

Selain itu, memenuhi permintaan pengacara keluarga jendral, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Dewan Pers itu meminta agar wartawan berempati pada keluarga jendral.

Wartawan diminta menunjukkan pemberitaan yang bersemangat empati, katanya.

Jurnalisme empati bukan ditujukan kepada keluarga yang kehilangan brigadir J, yang tewas dengan cara yang sangat brutal dan tragis. Melainkan kepada petinggi Polri yang masih hidup karena trauma.

“Bagaimana pun, keluarga mempunyai tiga orang anak yang masih berusia muda, dan ini yang menimbulkan dampak yang luar biasa apabila teman-teman pers tidak mengindahkan Kode Etik Jurnalistik,” ujar petinggi DP itu.

KESALAHAN MENDASAR

Bagi wartawan, imbauan petinggi dewan pers itu merupakan kesalahan mendasar. Fatal. Memalukan. Skandal. Bahkan berpotensi tindak pidana, yaitu melanggar UU Pers no. 40 tahun 1999. Khususnya pasal 18, yaitu: barang siapa menghalang halangi tugas wartawan maka dikenai pidana penjara dua tahun dan denda Rp500 juta.

Sebab, Undang Undang Tentang Pers Pasal 4 menegaskan:

  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Ada ancaman pidana bagi mereka yang menghalangi tugas wartawan dan mencari berita untuk mendapatkan kebenaran. Sebagaimna tertulis pada Bab VIII/Pasal 18 :

  1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

JURNALIS TEGAK LURUS

Ilham Bintang (foto koleksi Dimas Supriyanto)

MAKA – tak pelak, para “jurnalis tegak lurus”, wartawan idealis, pelatih reporter baru di media massa, baik koran, majalah, media cetak maupun elektronik, juga kini online, mengecam itu. Murka.

Ketua Pertimbangan PWI Pusat Ilham Bintang menyebut imbauan Dewan Pers itu “Dungu!” Kecaman yang sangat keras dan tak biasanya dari jurnalis kawakan yang gigih memperjuangkan wartawan dan kewartawanan.

Sejatinya memang, sikap dasar yang ditumbuhkan oleh setiap wartawan – utamanya para pemula – dan dirawat oleh para senior dan petingginya adalah ‘Skeptis’.

Kewajiban pertama wartawan adalah ‘Skeptis’ : mempertanyakan semua informasi yang dia terima dari narasumber. Tak mudah percaya.

Wartawan tidak boleh serta merta menerima informasi yang diungkapkan oleh narasumber. Khususnya sumber resmi, pemerintah dan lembaga.

Harus mempertanyakan: Benarkah? Seberapa valid?

Selanjutnya, mencari argumennya, data dan fakta pendukungnya, dan menguji kebenarannya. Menelusuri dan mendalaminya, melakukan cek dan ricek ke pihak lain; pihak yang berperkara / bersengketa – untuk mendapat keseimbangan (cover both side) dan berimbang (balance) serta mencari kepastian dari sumber sumber lain yang kompeten. Para ahlinya.

LANGSUNG MENGGERGAJI

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi

Dalam kasus Irjen Pol. Ferdy Sambo, petinggi Dewan Pers tersebut langsung menggergaji, memangkas prosedur itu, dan melompati logika: kutip keterangan sumber yang resmi saja! Jangan berspekulasi.

Hanya menulis berita berdasarkan keterangan resmi?

TAHUKAH ANDA? Jika Anda seorang wartawan dan hanya mengutip keterangan dari sumber resmi, maka otomatis Anda kehilangan jiwa dan jabatan kewartawanan Anda.

Dengan hanya mengutip sumber resmi, Anda turun pangkat menjadi juru tulis dan juru siar. Tukang upload. Mengikuti apa maunya pembuat dan penyebar press release (siaran berita).

Di masa lalu, khususnya di awal 1980-an, siaran pers atau press release disebut sebagai lembaran sampah. Hanya layak dilihat sekilas, untuk dibuang ke tong sampah. Jadi bungkus gorengan. Wartawan yang mengandalkan rilis, wartawan kasta terendah dalam rantai produk jurnalistik.

Massa itu isi press release hanya berisi berita keberhasilan, khususnya keberhasilan negara, pemerintah dan lembaga swasta yang sering jauh dari kenyataan. Juga cerita program sukses, baik pemerintah maupun swasta. Banyak penipuan, cenderung menyesatkan, angkat telor, puja puji, sehingga dalam hitungan menit jadi tong sampah.

Kini press release sudah disusun lebih baik. Banyak wartawan senior yang memberikan pelatihan kepada humas pemerintah dan swasta yang membuat pers rilis / siaran berita seperti yang diinginkan media.

Namun bagaimana pun dalam pers rilis tak ada berita buruk. Kecuali press release yang menyerang pihak lain – biasanya dari LSM – sesuai agendanya.

KESENGAJAAN

PATUT DIDUGA, apa yang disampaikan oleh petinggi Dewan Pers bukanlah kekhilafan – slip of the tounge. Melainkan kesengajaan. Begitulah pergunjingan di kalangan wartawan senior ibukota, rekan dan sahabat saya: menunjukan dengan kasat mata, Dewan Pers terkooptasi, kena telikung, ditundukkan oleh korps petinggi Polri.

Benteng terakhir para jurnalis dan insan media itu, telah dilemahkan.

Petinggi Dewan Pers, yang seharusnya menjaga marwah mahkamah tertinggi para jurnalis, tega mengamputasi kaki sendiri.

Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo

Kini para “wartawan tegak lurus”, yang mempertahankan idealisme jurnalistik, menggugatnya. Membahas serius dan siap melakukan aksi. Penggalangan kekuatan untuk memberikan peringatan, tinjauan dan mengusut skandal ini.

KONGLOMERAT MEDIA

Hal yang lebih mengerikan, lobi pejabat Polri ke petinggi Dewan Pers tak berhenti hanya di Kebon Sirih saja, di mana Dewan Pers berkantor. Melainkan juga dilakukan pihak lain yang terkait.

Sumber anonim yang saya terima mengungkapkan, konglomerat media ternama, yang juga politisi, juga ikut sibuk melakukan pendekatan ke para jurnalis senior aliran “tegak lurus” (idealis) untuk meredam kobaran skandal dari rumah Irjen Polri itu.

Diungkapkan pula bahwa Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika itu merupakan utusan/kaki tangan/kepanjangan kepentingan grup media milik konglomerat itu.

Bisnis sang konglomerat tergantung penjagaan centeng dari aparat. Kini ketika internal aparat bermasalah, mereka dikerahkan sebagai pemadam kebakaran.

Lembaga pers yang berkantor di seberang jalan – hanya sepelemparan batu jaraknya di Kebon Sirih itu – menjadi sasarannya.

Ditulis oleh Dimas Supriyanto, Founder Jakarta Weltevreden

Keputusan RDG Bank Indonesia, Berita Bagus Buat Ekonomi

INDOWORK.ID, JAKARTA: Keputusan RDG Bank Indonesia, walau sudah diperkirakan, tetap saja keputusan luar biasa. 7DRR dipertahankan tetap pada 3,5%.

Rangkaian RDG paling akhir yang memutuskan mempertahankan tingkat bunga, diambil setelah FRB menaikkan suku bunga acuan dua kali. Disusul BOE, RBA, dan, kemarin, ECB

Hanya China – PBOC – yang sendirian menurunkan tingkat bunga acuannya. Dan Indonesia yang mempertahankan sejauh ini.

REAKSI POSITIF

Hasan Zein Mahmud

Berita bagus buat ekonomi. Saya memperkirakan banyak sektor yang akan menunjukan reaksi positif di bursa efek. Properti, otomotif. Bahkan juga konsumen dan perbankan.

Namun rupiah langsung melemah. USD kemarin (Kamis, 21 Juli 2022), melompati pagar demarkasi, Rp15,000. Semoga berbagai indikator positif – neraca dagang, transaksi berjalan, kenaikan ekspor dan cadangan devisa – mampu mengawal stabilitas rupiah

Yang tak kalah penting kita harus all out menjaga inflasi. Pacu produksi, lancarkan distribusi, pertajam sasaran subsidi.

RUPIAH LEMAH IMPOR TURUN

Dandossi Matram

Sementara itu praktisi pasar modal Dandossi Matram menilai bahwa saat ini sudah tepat tidak menaikkan suku bunga, walaupun rupiah melemah.”Saya sejak lama menganut aliran yang tidak terlaku suka dengan rupiah yang kuat,” katanya.

Menurut Dandoddi, lebih baik rupiah melemah sehingga impor jadi menurun.

Ia menjelaskan dari pada rupiah kuat, yang ada barang impor jadi murah di Indonesia dan kemudian menjadi pasarnya barang impor negara lain.

“Semoga rupiah melemah lagi ke Rp16.00.”

Dalam pandangan Dandossi kebijakan pemerintah China cukup cerdas. China malah menurunkan bunga untuk jadi alasan melemahkan yuan, sehingga ekspornya semakin menggebu karena sekarang terlihat lebih murah.

Sebenarnya langkah Erdogan yang paling kontroversial tapi itu cerdik sekali. Erdogan yang dimaksud Dandossi adalah Recep Tayyip Erdoğan, politikus Turki yang menjabat sebagai Presiden Turki sejak 2014. Sebelumnya, ia menjabat Perdana Menteri Turki sejak 14 Maret 2003 sampai 28 Agustus 2014. Ia juga seorang pimpinan Adalet ve Kalkınma Partisi.

 

“Dia pinter mengikuti strategi China.”

 

Intinya, ketika krisis, dia tutup pintu Turki dari impor tapi dia perkuat ekononominya dengan genjot ekspornya.

 

Makanya ketika lira jatuh, dia bukan menaikkan bunga untuk perkuat lira, tapi dia turunkan suku bunga supaya ekonomi tetap bergerak dan menghasilkan serta tidak membuat ekonomi mati suri.

BELAJAR DARI TURKI

Erdogan

Indonesia, seharusnya belajar dari strategi Turki ini dan juga China yang sekarang juga melemahkan yuannya supaya ekspor tetap kencang. Di sisi lain pasar China jadi berat buat jualan barang-barang impor.

Menurut Dandossi, ada yang salah dari persepsi Indonesia, bahwa rupiah yang kuat adalah hebat. “Pendapat seperti itu malah nggak cerdas.”

Karena saat krisis, seharusnya Indonesia  menghemat devisa dengan cara mengurangi impor. Dengan rupiah yang kuat malah barang impor jadi lebih murah dan barang produk dalam negeri jadi terasa mahal dan kalah bersaing dengan barang impor.

Cara BI kemarin mempertahankan suku bunga sudah benar. “Jangan naikkan bunga.”

BI juga jangan terlalu mengutamakan menjaga inflasi yang memang tugas utamanya, dia harus prioritaskan juga kekuatan dan kelancaran ekonomi Indonesia.  “BI tidak boleh egois,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa bangsa ini sering dikorbankan oleh BI hanya gara-gara fokus kepada inflasi yang rendah.

Turki bisa menjadi bahan pelajaran yang baik tentang strategi mereka mengambil manfaat di saat krisis.

“Saya sejak di pasar modal tidak setuju dengan kebijakan rupiah yang kuat dan sayangnya nggak ada orang lain yang sependapat,” keluhnya.

Namun, tambahnya, kondisi hari ini membuktikan itu adalah strategi cerdik melawan krisis dunia. “Nggak masalah rupiah lemah, yang penting devisa terjaga.”

Nggak masalah rupiah lemah, karena suku bunga tetap rendah, yang penting ekonomi jangan sampai hancur karena pengusaha pada bangkrut.

Supaya ekonomi jalan terus dan impor tetap bisa dilakukan, yang penting devisa terjaga melalui impor yang lebih sedikit dan ekspor yang jadinya naik karena rupiah lemah dan terasa barang Indonesia lebih murah dibandingkan negara lain.

Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id.