Headline INFRASTRUKTUR

Reformasi Subsidi Listrik, Dorong Efisiensi dan Dongkrak Penjualan



single-image

INDOWORK, JAKARTA: Indonesia telah lama menjadi salah satu negara pemberi subsidi listrik terbesar di dunia. Tarif tenaga listrik ditetapkan pada tingkat yang rendah, namun dengan kondisi pemerintah menyalurkan dana kepada PT PLN untuk menutup kerugiannya.

Melalui program reformasi subsidi listrik yang ambisius, sejak 2013 Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk mengurangi beban subsidi ini. Reformasi ini termasuk menaikkan tarif listrik pada tingkat yang lebih mencerminkan biaya produksi, dengan pengecualian untuk rumah tangga miskin yang menggunakan sambungan daya listrik 450 VA dan 900VA.

Selanjutnya, pada akhir Oktober 2016 dalam rapat kebijakan APBN 2017, pemerintah mengupayakan perbaikan sasaran subsidi listrik dengan cara menyesuaikan daftar penerima subsidi listrik dengan basis data terpadu atau DTPFM.  Kesepakatan mengenai APBN 2017 kemudian diterjemahkan menjadi skema penyesuaian tarif listrik bertahap, serta dikeluarkannya 18,9 juta pelanggan listrik bersubsidi, yang berlaku sejak 1 Januari 2017.

Menurut Kementerian ESDM, PT PLN memiliki 45 juta pelanggan yang menerima tarif listrik bersubsidi di dua kelas rumah tangga terendah, yaitu 450VA (23,1 juta pelanggan) dan 900VA (22,9 juta pelanggan). PT PLN memiliki total 61,17 juta pelanggan pada 2015, yang 56,7 juta di antaranya adalah kelas rumah tangga.

RESTRUKTURISASI SUBSIDI

Bambang Widianto
Bambang Widianto

Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto mengatakan bahwa sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pada 2017, Indonesia fokus merestrukturisasi subsidi untuk kelas 900VA, sambil tetap mempertahankan subsidi untuk kelas 450VA. Melalui proses pencocokan data PLN tentang rumah tangga pelanggan 900VA dan BDT yang dikelola TNP2K diketahui, terdapat 4,1 juta rumah tangga yang harus direstrukturisasi subsidi listriknya.

Melalui langkah ini negara dapat menghemat anggaran hingga Rp20 triliun. Bahkan, setelah TNP2K melakukan penyisiran, ternyata dari 23 juta rumah tangga pelanggan sambungan listrik 450VA masih ada sekitar 8 juta yang tak layak menerima subsidi juga. “Jika subdidi ditarik dari yang 8 juta rumah tangga itu, negara dapat menghemat sekitar Rp10 triliun,” tandasnya. Dengan kata lain, tambahnya, reformasi ini mendorong pemberian bantuan pemerintah bagi golongan miskin menjadi lebih tepat sasaran.

Para pelanggan yang terdampak oleh kebijakan ini memiliki pengaturan alat ukur (meteran listrik) yang berbeda, sesuai penyesuaian tarif yang direncanakan akan diterapkan dalam tiga tahap pada 2017, yaitu pada bulan Januari (35% kenaikan dari bulan sebelumnya), Maret (38% kenaikan dari bulan sebelumnya), dan Mei (24% kenaikan dari bulan sebelumnya). Setelahnya, tarif tersebut diharapkan akan berfluktuasi mengikuti harga pasar.

Restrukturisasi subsudi listrik pada rumah tangga pelanggam listrik 900 VA menimbulkan dampak pada desain operasional baik di lingkungan Kementerian ESDM, PT PLN maupun TNP2K. Menurut analisis dampak awal yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada bulan November 2016, kenaikan tarif listrik bertahap akan berkontribusi sebesar 0,35% terhadap inflasi bulanan setiap kali pemerintah menaikkan tarif, atau total sebesar 0,95% per tahun pada 2017.

Namun dalam pelaksanaannya, penyesuaian tarif listrik sedikit mengalami penyesuaian sehubungan turunnya harga minyak mentah Indonesia yang merosot dari US$46,64 per barel pada Oktober 2016 menjadi US$43,25 per barel pada November 2016. Pada Januari 2017, harga minyak mentah Indonesia terus merosot ke angka US$39,9 per barel. PT PLN memutuskan untuk tidak mengikuti tren harga minyak ini dan mempertahankan tarif listrik untuk bulan Februari dan Maret 2017.

Untuk mencegah exclusion error, atau terlewatkannya pelanggan yang berhak mendapatkan subsidi listrik dari daftar penerima, pemerintah menyiapkan sebuah mekanisme untuk menampung keluhan yang dikeluarkan dari daftar penerima subsidi dan ingin didaftarkan kembali sebagai penerima subsidi. Keluhan masyarakat tersebut pertama-tama akan diperiksa oleh TNP2K, yang kemudian akan merekomendasikan daftar pelanggan kepada PT PLN jika memenuhi kriteria sebagai penerima subsidi. Keluhan masyarakat ini dapat disampaikan secara online dengan mengisi formulir di website http://subsidi.djk.esdm.go.id/

Warga yang tidak memiliki sambungan internet harus datang ke kantor desa, kecamatan atau kabupaten terdekat untuk meminta bantuan petugas pemerintah di sana untuk mendaftarkan keluhan mereka. Informasi dan keluhan juga dapat disampaikan melalui telepon ke +62 21 5224883.

DORONG EFISIENSI

Dampak operasional reformasi  subsidi listrik bagi PT PLN tampak nyata dalam hasil penelitian Paul J. Burke dan Sandra Kurniawati dari Australian National University. Dalam laporan penelitian bertajuk Electricity subsidy reform in Indonesia: Demand-side Effects on Electricity Use, Januari 2018, Burke dan Kurniawati menemukan bahwa reformasi subsidi listrik di Indonesia telah mendorong peningkatan efisiensi penggunaan listrik.

Burke dan Kurniawati mengemukakan bahwa reformasi subsidi  listrik selama 2013-2015 telah mendorong penghematan sisi permintaan dalam penggunaan listrik tahunan sekitar 7% dibandingkan dengan skenario tanpa reformasi. Keduanya juga memperkirakan bahwa pencabutan sepenuhnya subsidi listrik di Indonesia akan mendorong penghematan tambahan sekitar 6% dalam pemakaian listrik.

Pada galibnya, melalui restrukturisasi subsidi listrik pemerintah  memosisikan konsumen untuk membayar harga listrik yang setidaknya menutup biaya produksi (harga keekonomian).  Langkah ini sangat strategis bagi PLN, selaku produsen sumber daya listrik. Sebab, apabila listrik dijual dengan harga di bawah biaya produksi (subsidi), maka konsumen akan cenderung boros menggunakan listrik.

Kendati menekan laju permintaan, secara operasional reformasi subsidi listrik justru memberi ruang bernapas bagi PLN untuk mengejar ketertinggalan penyediaan kapasitas pembangkit listrik. Menurut Kementerian ESDM, konsumsi listrik nasional terus menunjukkan peningkatan seiring bertambahnya akses listrik atau elektrifikasi serta perubahan gaya hidup masyarakat.

Data PLN menyebutkan rasio elektrifikasi Indonesia bertumbuh pesat. Pada 2015 (88 %), 2016 (91,16%), 2017 (94,91%),  2018 (95,15%) dan akhir 2019 ditargetkan mencapai 99,9%, dan bakal mencapai 100% pada 2025. Saat ini rasio elektrifikasi di semua provinsi sudah di atas 70%, kecuali Nusa Tenggara Timur dan Papua masing-masing baru mencapai 60,74%.

Sementara itu, tingkat konsumsi listrik Indonesia pada 2018 tercatat mencapai 1.064 kWh per kapita, lebih tinggi dari 2017 (1.012 kWh) dan 2016 (956 kWh). Untuk 2019, pemerintah menargetkan konsumsi listrik masyarakat meningkat menjadi target mencapai 1.293 kwh/kapita. Guna mengantisipasi kenaikan tersebut, pemerintah juga meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit pada 2018 menjadi sebesar 65 Giga Watt (GW) dari realisasi tahun sebelumnya sebesar 61 GW (Franki, http://www.listrikindonesia.com : Jan 16, 2019.)

DONGKRAK PENJUALAN PLN

Reformasi subsidi listrik juga diharapkan dapat mendongkrak tingkat penjualan listrik. PLN memperkirakan bahwa penjualan listrik pada 2019 dapat mencapai 245 Terra Watthour (TWh), naik 13 TWh dari realisasi penjualan listrik pada 2018 yang tercatat sebesar 232 TWh. Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan untuk rumah tangga sebesar 103 TWh, bisnis 44 TWh, publik 16 TWh dan industri 77 TWh (CNBC Indonesia 29 Januari 2019 15:05).

Berdasarkan data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027,  PLN memproyeksikan pada 2027 tingkat penjualan listrik  mencapai 434.000 TWh dengan pertumbuhan rata-rata 6,86% per tahun dalam 10 tahun ke depan. Jumlah tersebut terdiri atas kebutuhan listrik rumah tangga sebesar 184.000 GWh, bisnis 88.000 GWh, publik 28.000 GWh dan industri 133.000 GWh, dan dengan konsumsi listrik per kapita mencapai 1.235 kWh/kapita.

Proyeksi tersebut menggunakan asumsi ekonomi domestik dalam 10 tahun mendatang tumbuh rata-rata 6,3% per tahun serta berdasarkan dari realisasi kebutuhan tenaga listrik 2016 sebesar 213.455 GWh dan estimasi realisasi penjualan 2017 sebesar 223.530 GWh.  Harga listrik yang lebih tinggi dan tingkat penjualan yang lebih baik merupakan insentif langsung bagi PLN untuk memperluas akses listrik.

Akhirnya, reformasi subsidi listrik berpotensi mengurangi risiko pemadaman listrik, karena jumlah listrik yang diminta sekarang lebih kecil kemungkinannya untuk melebihi pasokan yang tersedia. Efek lain yang mungkin terjadi adalah pengurangan emisi dari sektor listrik on-grid.

Subdisi listrik 2013-2015 mampu  mencegah sekitar 13 juta ton emisi karbon dioksida per tahun dari sektor listrik on-grid. Reformasi juga dapat mendorong penerapan energi listrik teknologi terbarukan, yang sekarang memiliki prospek lebih baik untuk bersaing melawan listrik dari sumber bahan bakar fosil yang dominan.

Berita Lainnya