Humaniora

Dari Rumah Si Pitung, Marunda Pulo Membangun Harapan sebagai Kampung Budaya Pesisir

INDOWORK.ID,  JAKARTA: Di satu sisi, Marunda Pulo menyimpan kisah jawara, masjid tua, dan folklor Betawi pesisir. Di sisi lain, banjir rob, abrasi, dan hilangnya perguruan silat menjadi kenyataan sehari-hari. Di tengah dua kenyataan itu, upaya menjadikan Marunda Pulo sebagai Kampung Budaya Pesisir kembali menguat. Gagasan tersebut mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Sosialisasi Kampung Budaya Pesisir Marunda Pulo” pada Kamis, 27 November 2025, di Rumah Si Pitung, Marunda, Jakarta Utara.

Narasumber hadirkan lintas bidang, yakni Oman Rohman Rakinda, Anggota DPRD DKI Komisi E; Bambang Permadi, peneliti sekaligus penggiat komunitas budaya; Agnes Setyawati Azarja, praktisi dan dosen Desain Interior Universitas Pelita Harapan; serta Syuaeb Mahbub, tokoh masyarakat Marunda.

Keempat narasumber sepakat bahwa Marunda Pulo memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan sebagai Kampung Budaya Pesisir. Kawasan ini menyimpan kekayaan khas masyarakat Betawi pesisir, mulai dari tradisi lisan, dialek lokal, seni budaya, hingga jejak sejarah yang kuat.

Peneliti budaya Bambang menyebut Marunda Pulo mempunyai “sumber daya budaya yang berlimpah”. Dua bangunan ikonik, Rumah Si Pitung dan Masjid Al Alam dinilai dapat menjadi titik awal pembangunan kawasan budaya yang terstruktur.

Namun narasi kejayaan budaya pesisir itu kini bersanding dengan kenyataan lain, rob tak kunjung reda, garis pantai semakin menipis, dan hilangnya sejumlah tradisi lama seperti perguruan silat yang dulu mewarnai kehidupan warga. Dari masa ke masa, yang bertahan hanya sebagian rumah panggung tradisional dan dua bangunan ikonik masih menjaga ingatan kolektif Betawi pesisir.

Menuju Kampung Budaya Mandiri

Konsep yang diusulkan adalah kampung budaya yang mandiri, mampu menghidupi kegiatan budaya dan pariwisatanya sendiri. Namun sebelum mencapainya, perlu ada dukungan kebijakan dan pembiayaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sebagai kawasan wisata, Marunda Pulo dinilai membutuhkan berbagai instrumen pendukung, meliputi akses transportasi umum yang terjangkau, kondisi ekologi yang memadai, dukungan sosial dari masyarakat, serta agenda rutin berupa event budaya, atraksi, dan panggung seni. Penambahan lahan dan venue khas Betawi juga menjadi kebutuhan mendesak.

Orientasi wisata pun ditekankan harus berpihak kepada pengunjung untuk memberikan pengetahuan, kenyamanan, pengalaman baru, hiburan, sekaligus kebanggaan pernah datang ke kawasan pesisir yang kaya sejarah ini.

Heritage Walk ala Marunda Pulo

Agnes Setyawati Azarja memperkenalkan konsep Heritage Walk, model wisata kampung yang menghubungkan berbagai titik bersejarah di Marunda Pulo. Konsep ini menghadirkan ruang-ruang pamer (etalase), jalur yang dinamis, pusat oleh-oleh, hingga WC dengan standar VIP.

“Wisata kampung itu bukan sekadar melihat-lihat, tetapi bagaimana pengunjung dapat merasakan suasananya,” ujar Agnes. Namun ia menegaskan perlunya mitigasi bencana, terutama terkait banjir rob. “Percuma kita bangun bangunan bagus, tapi rentan terendam rob,” tambahnya.

Penguatan Dokumentasi dan Konten Digital

FGD juga merekomendasikan pengembangan dokumentasi dan konten digital sebagai wajah baru promosi budaya. Oman menyebut perlunya pelatihan videografi dan konten kreator bagi warga, yang ia sebut sebagai “konten kreator kebudayaan” untuk memperluas jangkauan publik.

Investasi Budaya Masa Depan

Konsep Kampung Budaya Pesisir dinilai sebagai investasi jangka panjang, di mana identitas masa lalu dihidupkan kembali untuk memberi manfaat ekonomi bagi warga. Kelak, kampung budaya diharapkan tidak lagi dipisahkan oleh pagar, tetapi menyatu dengan kehidupan masyarakat sekitar.

Oman menegaskan komitmennya memperjuangkan ide ini di DPRD dan mendorong restu Gubernur. Ia menyampaikan rencana pembelian lahan di tiga RT di Marunda Pulo sebagai langkah awal pembentukan Kampung Budaya Pesisir.

Marunda Pulo, Benteng Betawi Pesisir

Marunda Pulo adalah salah satu wilayah terakhir yang masih menyimpan napas Betawi pesisir. Di tengah rob yang semakin sering datang dan abrasi yang mengikis mangrove, identitas kawasan ini perlahan terdesak. Marunda Pulo berpeluang bangkit lewat inisiatif Kampung Budaya Pesisir, bukan hanya melestarikan masa lalu, tetapi juga memberi harapan baru bagi warganya.

Dengan dukungan pemerintah, komunitas budaya, dan masyarakat, kampung ini dapat kembali menjadi etalase Betawi pesisir. Di sanalah, sejarah, tradisi, dan kehidupan modern bertemu dalam satu lanskap yang hidup.



Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *