Figur Headline Humaniora 4 August 2025

Yoyo Muchtar, Sangat Paham ‘Sisik Melik’ Budaya Betawi

INDOWORK.ID, JAKARTA: Genap 25 tahun saya tidak bertemu dengannya. Terakhir kali pada Juli 2000, dia mengantar saya ke kantor BAZIS DKI Jakarta di Tanah Abang, Jakarta Pusat, untuk mengajukan beasiswa penelitian penulisan tesis S2.

Setelah itu saya merasa tidak pernah bertemu lagi. Karena punya kesibukan baru sebagai dosen di Universitas Indonesia, praktis saya mulai undur diri dari kegiatan-kegiatan kebetawian.

Waktu itu saya mengenalnya sebagai pengurus LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi) dan aktif di Bamus (Badan Musyawarah Organisasi Masyarakat) Betawi.

Alhamdulillah, masuk pertengahan tahun 2025 ini kesibukan agak berkurang, maka saya mulai mencari waktu untuk bersilaturahmi dengan orang-orang yang cukup berjasa dalam kehidupan saya.

Di rumahnya yang luas kami diterima di serambi yang bernuansa Betawi. Ada meja kursi Betawi tiga set beserta “bale-bale kecil” buat “ngeloneng”. Nyata sekali dia memang orang bermasyarakat terlihat dari rumahnya yang dilengkapi musholla kecil dengan puluhan kitab suci Al Qur’an berjejer rapi di rak-rak buku. Katanya rumahnya biasa dipakai untuk pengajian dan kegiatan-kegiatan warga.

‘SISIK MELIK’ BETAWI

Yoyo Muchtar

Demikianlah, pada Ahad, 3 Agustus 2025 sore yang cerah, kami diterima bertamu di rumah tokoh Betawi Bang Haji Yoyo Mochtar. Tokoh yang puluhan tahun menjadi juri pemilihan Abang dan None pada hajatan tahunan ulang tahun kota Jakarta.

Sebagai juri beliau sangat paham budaya Betawi, wabil khusus “sisik melik” urusan pakaian Betawi yang well groomed tentunya.

Oleh karena itu pada kesempatan selanjutnya saya akan turunkan tulisan berjudul Filosofi Selendang Betawi sebagai oleh-oleh hasil silaturahmi kami.

Di samping itu saya akan sampaikan pula hasil perbincangan yang penuh makna dengan Bang Haji Yoyo Mochtar ini sebuah tulisan yang berjudul Tafsir Alfatihah. Sebuah tafsir tujuh ayat “ummul kitab” dari cucu Haji Mochtar asli Pisangan Baru yang berguru kepada alm KH. Syeikh Nursaid murid Imam Nawawi Al Bantani.

Sebuah tafsir “kauniyah” yang baru kali ini saya dengar yang diperoleh dari orang tuanya Haji Mustar bin Mochtar.

Demikianlah anak Betawi pada umumnya. Di samping belajar di sekolah umum maupun sekolah agama, mereka juga tetap mendapat pendidikan agama yang baik dari orang tuanya.

 

Seri buku-buku saya yang berjudul Fatwababa Wasiatnyanya’, kiranya dapat mewakili nilai-nilai atau norma-norma agama yang didapat dari orang tua masing-masing dari lingkungan masyarakat Betawi.

“Al ummu madrosatul ula”. Sesungguhnya Ibu (mewakili kedua orang tua kita), adalah madrasah pertama dan utama  dalam kehidupan kita.

*) Ditulis oleh Saiful Latief bin H. Rohmani Musa


Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *