INDOWORK.ID, JAKARTA: Akhir bulan ini, empat bank besar – BBCA, BBRI, BMRI, BBNI – akan mengumumkan laporan keuangan 9M25. Saham bank bank itu sudah mengalami penurunan harga yang luar biasa.
Dalam portfolio saya ada BBCA dan BBRI. Saya mulai mencicil beli BBCA sejak turun di bawah 7.900. Beli nyicil BBRI sejak turun di bawah 3.800
Pada harga tutup Selasa, 14 Oktober 2025, harga saham BBCA sudah turun 32% Yoy. Sementara saham BBRI telah terkoreksi 28% dibanding setahun lalu.
Secara fundamental, saya tidak melihat ada masalah di sektor perbankan. Program Kopdes dan KUR perumahan bagi saya juga menimbulkan tanda tanya tentang dampaknya terhadap perbankan, khususnya bank BUMN. Tapi dampak itu tak terjadi seketika. Kita punya cukup banyak waktu untuk memonitor dan mengoreksi keputusan investasi.
KATALIS POSITIF

Saya melihat beberapa katalis positif ke depan
Pertama, penurunan 7DRR dan limpahan likuiditas dari dana pemerintah. Pertumbuhan ekonomi 2025, perkiraan saya tak akan bergeser jauh dari angka 5%. Di tengah penurunan FDI, perbankan memiliki ceruk pasar untuk ekspansi
Kedua, data 8M25 menunjukkan pertumbuhan positif perbankan. Kredit – investasi, konsumsi dan modal kerja – rata rata bertumbuh di atas 7%. DPK malah bertumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan kredit
Ketiga, penerawangan saya secara internal BBCA akan mencatat pertumbuhan laba 3Q25 YoY dan QoQ. BBRI boleh jadi masih mencatat penurunan laba bersih YoY, karena kenaikan dana cadangan yang besar di Q1, naiknya biaya kredit dan marjin yg lebih rendah dari segmen korporasi. Tapi Q3 dan Q4 perkiraan saya akan mencatat pemulihan. Kenaikan porsi CASA, penurunan CoC, menjanjikan NIM yang lebih tinggi.
PENJUALAN INVESTOR ASING
Sebab musabab penurunan harga saham perbankan, – baca empat bank besar – didominasi oleh penjualan investor asing. Bukan karena kondisi fundamental dari internal bank.
Terjadi valuasi ulang terhadap harga saham bank dari kacamata investor asing. *PBV dan PER yang dianggap wajar dan jadi acuan mengalami penurunan.
Fenomena yang wajar. Bobot bank bank itu dalam perhitungan indeks mengalami penurunan akibat mencuatnya saham saham teknologi dan EBT di BEI.
Dana dana asing juga harus mengocok kembali posisi portfolio mereka, menyesuaikan alokasi terhadap perubahan bobot kapitalisasi.

Investor ritel adalah investor aktif. Tidak ada urusan menyesuaikan bobot saham dalam portfolio karena perubahan bobot kapitalisasi pasar dalam perhitungan indeks. Lebih dari itu, kita tak harus selalu membebek investor asing, bukan?
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id.
Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *