INDOWORK.ID, JAKARTA: Perombakan Kabinet Merah Putih yang membuat lima menteri terdepak, perlu dilanjutkan. Langkah Presiden Prabowo Subianto menugaskan Menhan Syafrie Samsuddin merangkap menjadi Menko Polkam menggantikan Budi Gunawan sudah benar.
Namun 17 September 2025, Presiden melantik Letjen (Pur) Djamari Chaniago menjadi Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan. Artinya kabinet tetap gemuk.
Namun masih dapat diperbaiki. Langkah selanjutnya adalah mengganti Menko yang diduga terlibat kasus korupsi. Ada tiga Menko yang bermasalah yaitu Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan, dan Menko bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar.
Langkah berani Presiden memang ditunggu oleh masyarakat. Prabowo sudah membuktikannya dengan langsung mencopot Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer yang menjadi tersangka korupsi Immanuel Ebenezer menjadi tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah itu sudah benar.
Presiden juga mencopot Budi Arie sebagai Menteri Koperasi yang diduga terlibat kasus judi online ketika menjabat sebagai Menkomdigi. Namun masih ada menteri yang diduga terlibat korupsi dan membuat gaduh.
Soal menteri yang membuat gaduh dan langsung dicopot adalah ketika Menteri Pendidikan Tinggi Sains Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro ramai-ramai didemo oleh ratusan pegawainya pada pertengahan Januari 2025. Aksi demo itu disebut disebabkan oleh pemberhentian mendadak seorang pegawai yang dilakukan secara lisan oleh Satryo.
Satryo juga mendapat sorotan publik seusai menyebut beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan beasiswa lainnya akan terdampak efisiensi anggaran Prabowo Subianto, yang kemudian dibantah oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Langkap cepat Prabowo mengganti Satryo dengan Brian Yuliarto, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri dari Institut Teknologi Bandung (OTB) patut diacungi jempol.
Kini langkah cepat itu ditunggu-tunggu. Kasus Zulkifli Hasan sebenarnya sudah terang benderang. Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong saja sudah menjadi terpidana meskipun kemudian mendapatkan abolisi dari presiden. Zulkifli tidak sendiri. Airlangga pun demikian.
Selain itu, Presiden juga harus berani mencopot menteri yang membikin gaduh. Mereka adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Menteri Kehutanan Raja Juli Anthony, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan tentu saja Kapolri Listyo Prabowo.
Pernyataan kontroversial Nusron Wahid berderet. Ia menyebut tanah telantar selama dua tahun bisa diambil alih oleh negara. Pernyataan kontroversial itu dia sampaikan saat menjawab pertanyaan wartawan ihwal rencana pemerintah menyita tanah bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang ditelantarkan.
“Tanah itu tidak ada yang memiliki. Yang memiliki tanah itu negara, orang itu hanya menguasai. Negara kemudian memberikan hak kepemilikan. Jadi nggak ada istilah tanah kalau belum ada SHM-nya itu dia memiliki nggak ada. ‘Oh ini tanahnya mbah-mbah saya leluhur saya’. Saya mau tanya emang mbahmu leluhurmu dulu bisa membuat tanah? Nggak bisa membuat tanah,” ujar Nusron dikutip dari video yang beredar, Selasa, 12 Agustus 2025.
Nusron Wahid mengatakan bahwa tanah telantar selama dua tahun dapat diambil alih oleh negara. Menurut dia, pada dasarnya seluruh tanah di Indonesia adalah milik negara, sementara masyarakat hanya diberi hak kepemilikan atas penggunaan tanah tersebut.
“Perlu diketahui tanah itu tidak ada yang memiliki, yang memiliki tanah itu negara, orang itu hanya menguasai,” kata Nusron kepada wartawan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Agustus 2025.
Namun, Nusron menegaskan bahwa tanah milik masyarakat dengan sertifikat Hak Milik (SHM) seperti pekarangan, sawah, atau tanah warisan tidak akan terdampak oleh kebijakan tersebut.
Pernyataan politikus Partai Golkar itu dikritik Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P. Wiratraman, dia menyebut pernyataan Nusron menyesatkan dan berbahaya.
Herlambang menjelaskan, makna “dikuasai oleh negara” bukan berarti negara menjadi pemilik tanah secara mutlak, melainkan negara bertugas mengatur, mengelola, dan mendistribusikan tanah untuk kemakmuran rakyat.
“Rakyat tetap pemilik tanah. Negara hanya diberi mandat untuk memastikan distribusi yang adil,” ujar Herlambang dalam keterangannya, Ahad, 10 Agustus 2025.
Pernyataan Nusron, kata dia, mencerminkan cara pandang warisan kolonial Belanda, yakni domein verklaring, sebuah konsep yang menyatakan tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya dianggap sebagai milik negara. “Pemahaman itu adalah cara penjajah merampas tanah rakyat dan memicu ketidakadilan sosial,” katanya.
Selain itu, dia menilai tafsir Nusron bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 33 UUD 1945. Ia menekankan negara harus melindungi hak rakyat atas tanah, bukan mengabaikannya. Nusron seharusnya fokus mengatasi ketimpangan agraria, alih-alih melegitimasi perampasan tanah untuk kepentingan korporasi atau ekspansi perkebunan,” ujarnya.
Sebelumnya Nusron juga pernah melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial yang memantik perhatian publik. Nusron menyebutkan kabur bukan menjadi solusi bersama jika ada persoalan yang harus diselesaikan. Menurut dia, tren tersebut menandakan sikap permisif warga negara yang tidak mau menyelesaikan masalah bersama.
Begitu banyak pernyataannya yang menyakiti hati rakyat, itulah sebabnya Nusron, Fadli Zon, Raja Juli Anthony, harus dicopot. Publik juga menunggu pencopotan Tito dan Listyo Sigit. Kita menginginkan kabinet lebih ramping sehingga lebih cepat bekerja dan tidak boros anggaran. Untuk Menko, cukup empat saja. Jika ketiganya dicopot maka pola seperti Menhan merangkap sebagai Menko Polkam bisa diterapkan.
Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *