Headline Humaniora

Siapa Suruh Tinggal di Jogja?



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Setiap kali mengunjungi komunitas saya di Jakarta—tempat berprofesi selama lebih dari seperempat abad sebelum pindah domisili di Sleman, DIY—selalu banyak rekan yang berkomentar bahwa saya tampak lebih segar dan ceria tinggal di kawasan Jogja. Secara berseloroh pula, saya membalas komentar mereka bahwa durasi hidup sehari semalam di kawasan Jogja itu bukan 24 jam seperti halnya di kota-kota lain di seluruh dunia, melainkan 25 jam! “Karena langgam hidup di Jogja begitu nyaman dan santai.”

Sejumlah kenalan baik saya yang sering menyampaikan minat mereka untuk memiliki properti di wilayah Jogja, dan bermaksud ingin menetap di sekitar Jogja. Hal itu terutama terjadi pada mereka yang pernah tinggal cukup lama di Jogja untuk bekerja maupun menempuh studi di Kota Gudeg ini.

Alasan utama mengapa banyak orang tertarik untuk tinggal di Jogja dan persekitarannya adalah hidup murah tapi tidak murahan. Seorang dokter alumni Jogja yang menekuni profesi di salah satu provinsi di Sumatra memutuskan pindah domisili ke kawasan Jogja pula, padahal dari segi materi dia sangat berkecukupan dan sanggup tinggal di Singapura sekalipun. “Harga makanan dan bahan pangan relatif murah. Juga berbagai kebutuhan lain, relatif serbamurah, tapi tidak murahan lho. Inilah yang disebut sebagai quality life [kehidupan yang berkualitas].” ujar pemilik sebuah rumah sakit laris itu.

Memang, biaya untuk tinggal di persekitaran Jogja, mulai dari rumah, kos-kosan, hingga apartemen sekalipun relatif murah, berbeda dengan kota besar umumnya. Namun, perlu diketahui juga hal ini terjadi karena upah minimum regional (UMR) Provinsi DIY juga tercatat rendah/murah.

Banyak pula warga yang terkesan dengan Jogja karena kerapian tata kotanya. Dengan tata kota yang rapi, membuat kota ini jarang mengalami kemacetan parah seperti yang terjadi di Jakarta dan kota-kota lain di negeri ini. Warga maupun pendatang atau turis lebih mudah berpergian ke berbagai wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain itu, sarana transportasi pun lengkap, mulai becak hingga bus Trans-Jogja dapat dengan mudah ditemukan di kota Gudeg ini. Hal ini membuat transportasi menuju berbagai daerah di kota Yogyakarta sangat mudah karenanya. Warga Jogja juga sudah sejak lama ‘dimanjakan’ denga fasilitas kereta api antarkota yang mudah diakses, bahkan mungkin merupakan sedikit di antara kota-kota di Indonesia yang memiliki sistem transportasi terpadu.

Sebelum beroperasinya New Yogyakarta International Airport, bandara Adisucipto telah terintegrasi dengan jaringan rela kereta api secara seamless. Begitu turun pesawat, seorang penumpang dapat bepergian ke mana pun dengan kereta api secara mudah.

Beragam kuliner nan nikmat dan murah juga tersebar di seantero wilayah Jogja dan sekitarnya. Siapapun dapat dengan mudah menemukan beragam kuliner yang memanjakan lidah itu. Mulai dari gudeg, sate klatak, bakmi Jawa, hingga makanan lezat lainnya dapat dibeli dengan harga sangat terjangkau, oleh hampir seluruh lapisan masyarakat.

Faktor lain yang menjadi daya tarik kawasan Jogja adalah kelengkapan sarana pendidikan lengkap dan berkualitas. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi banyak orang tua di daerah untuk menirimkan putra-putri mereka, dan karena itulah mengapa Jogja ini disebut sebagai kota pelajar. Jogja memiliki begitu banyak perguruan tinggi berkualitas, mulai dari yang negeri dan legendaris macam Universitas Gadjah Mada dan Institut Seni Indonesia hingga puluhan perguruan tinggi lainnya, dan masih banyak lagi lembaga pendidikan nonperguruan tinggi. Bahkan, sejumlah perguruan tinggi dari luar negeri pun sudah berancang-ancang mengadu keberuntungan untuk menyedot mahasiswa di Jogja.

Kawasan Jogja juga memiliki banyak destinasi wisata menarik yang menjadikan kota ini sebagai salah satu magnet penarik turis domestik maupun asing untuk mengunjungi kota yang tidak pernah sepi dari pengunjung itu. Mulai dari liburan ke pantai, mendaki gunung, hingga berjalan-jalan di pusat kota semuanya tersedia di Jogja.

Dipadukan dengan tingkat kriminalitas yang rendah dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya, Jogja semakin menjadi pilihan. Karena dengan Tingkat kriminalitas rendah, membuat seseorang dapat berjalan-jalan atau berkunjung ke manapun, termasuk tempat wisata, dengan aman meski di malam hari.

Tertata dengan baik

Selain faktor tata kota yang bagus, hampir semua fasilitas publik di Jogja dan sekitarnya juga relatif tertata sebaik mungkin, sehingga pengunjung dapat dengan nyaman singgah ke tempat tersebut. Bahkan pasar tradisional di kota ini, misalnya, sudah ditata dengan rapi dan modern. Salah satu lembaga menempatkan Jogja, dengan perolehan skor tinggi pada indeks energi, fasilitas peribadatan, jaringan telekomunikasi, penyediaan air bersih, serta kebersihan kota, menjadikan kota ini sebagai salah satu kota yang sangat layak huni.

Berdasarkan survei pula, ternyata penduduk kota ini memiliki tingkat stres yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan penduduk kota Jakarta atau Surabaya. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa penduduk kota ini sangat ramah, murah senyum, dan sederhana.

Tidak diragukan lagi, Jogja juga sangat kental dengan nilai seni dan budaya Jawa.

Maka tak heran jika pengunjung dapat menemukan berbagai acara bertema budaya pada hampir setiap saat di wilayah ini.

Dari berbagai obrolan media sosial, sejumlah orang mengaku bahwa tinggal di Jogja adalah pilihan paling rasional karena berbagai alasan di atas. Ada pula yang beranggapan bahwa banyak “hidden gem” di Jogja dan sekitarnya yang dapat dieksplorasi, “Entah kenapa setelah menemukan satu, pasti lalu menemukan seribu lainnya. Entah itu di kotanya, mlipir sejenak ke pantai, menjelajahi desa-desa, atau kalau mau jauh lagi bisa sampai ke dataran tinggi. Banyak hal juga yang bisa ditemukan, mulai dari makanan, tempat-tempat yang menimbulkan rasa damai, bertemu orang baru, bercakap sampai dapat cerita baru.

Ada pula yang mengaku suasana Jogja, penduduknya yang terdidik, ramah, dan sopan membuatnya tidak ingin membuatnya beranjak ke kota lain. Kotanya ramai tapi tidak begitu membuat mumet, sumpek penuh sesak. Ada banyak tempat untuk nongkorong, sekedar bersantai ria, atau serius melakukan sesuatu, entah belajar atau rapat atau mengerjakan sebuah pekerjaan penting. Ada banyak tempat hiburan. Harga-haraga masih terjangkau. Toleransi untuk beberapa hal masih cukup tinggi dibandingkan daerah lain. Akses ke daerah lain di Pulau Jawa juga mudah, karena Jogja terletak di tengah-tengah Pulau Jawa.

Bahkan, seperti dikatakan pemilik sebuah akun di sebuah thread media sosial, ia mengaku tinggal di Bali. Di masa tua nanti, dia ingin pensiun dan tinggal di Jogja. “Kenapa? karena saya suka suasana Jawa yang kental budaya dan Sejarah, sehingga saya bisa belajar hal-hal baru. Disamping itu, biaya hidup Jogja juga bisa dibilang murah dari kota lain di Jawa.”

Ada pula yang menyatakan dirinya yakin 100% bahwa orang yang pernah ke Jogja pasti ingin balik ke sana. Kalau ada yang bertanya, apa sih yang membuat Jogja special, dia mengaku susah menjelaskannya, ada satu hal yang bikin kita susah move on.

Jogja itu special karena orang-orangnya. Orang-orang tersebut memegang teguh budaya mereka dan menjunjung tinggi etika dalam kehidupan sehari-hari. Sopan santun, unggah ungguh, toleransi, gotong royong, kerukunan, tenggang rasa, dan empati masih terasa kental di jogja.

Di Jogja, menurut dia, toxic people—orang yang memberikan dampak buruk terhadap orang lain, terutama terhadap psikis—adalah fenomena langka. “Di Jogja pula, Anda bakal menemukan kenangan di setiap sudut kotanya.. baik kenangan manis ataupun pil pahit, semua pasti menjadi sebuah cerita yang bisa dibanggakan dan diceritakan ke orang lain.”

Kata kuncinya, menurut salah satu netizen di Quora itu, Jogja itu meninggalkan kesan yang dalam, kultur penduduk lokal yang kental tercermin di bahasa, interaksi, dan bahkan pada bangunan-bangunan yang ada.

Rasanya, berbagai uraian di depan serta apa yang diungkapkan sejumlah netizen tersebut mampu menjawab pertanyaan filosofis yang menjadi judul utama tulisan ini. Berbagai aspek itulah yang menyuruh seseorang untuk berdomisili dan mencintai kawasan Jogja.

*) Ditulis untuk Harian Jogja Edisi 8 Januari 2024 oleh wartawan senior Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja dan Redaktur Khusus INDOWORK.ID

Berita Lainnya