Headline
Humaniora
4 August 2025
Tulisan Mahbub Djunaidi: Matinya Seorang Direktur

INDOWORK.ID, JAKARTA: Seribu kali ia mengayun tongkat golf baik waktu menyambut mentari datang maupun pergi, namun jika malaikatul maut memanggilnya, sang tubuh yang segar cepat melayu, perutnya membesar bagai ada bola basket kesasar ke dalamnya. Tepat pada saat film midnight show diputar malam Minggu dia kelojotan serta mengorok dan meninggal. Direkturku sayang meninggal! Kamar bapak akan lengang, Volvo bapak akan kebingungan, segalanya jadi hambar. Kupanjatkan doa tinggi-tinggi, kalau toh tidak diberi kesempatan menerapkan manajemen dan merampungkan skala-prioritas di dunia, siapa tahu bisa diteruskan di alam lain. Amin.
Keluarga yang ditinggalkan meraung-raung begitu kerasnya hingga atap sirak berderak-derak, copot satu per satu dan merosot ke bawah. Seperangkat tongkat golf akan bersandar sedih ditinggal genggaman kekasihnya. Ikan-ikan akuarium laut dekat meja makan patah semangat hilir mudik kian kemari, seminggu dua mereka berkeputusan menggerombol di pojok-pojok seperti kuli angkut gudang menunggu borongan.
Rumah bapak yang miliaran, pokok pinang merah, rumput impor, ayam bekisar yang tiap harinya bagai gelak terbahal-bahak kini habis akal dan tak kuasa membuka patuknya. Segalanya serba terjungkir.
Untung, nyonya direktur yang malang, bergaun hitam Italia, walau berkaca matanya dan meleleh ingusnya, mengambil langkah cepat dan tegas. Yang mati tinggal mati, tapi kehidupan mesti jalan terus. Pengacara, akuntan, konsultan, partner, bankir, relasi, pihak pajak, asuransi dikumpulkan demi hormat takzim kepada jenazah yang terbujur di ruang tengah persis di bawah lampu kristal tiga susun.
HARTA YANG TERTINGGAL
Berkat kebolehan komputer dan pendataan sempurna, dalam tempo sekejap sudah terang benderang berapa harta tertinggal, tertanam di mana, terputar di mana, dan nyangkut di mana. Walau sedih tak terkira, terobat juga hati karena harta peninggalan mendiang masih cukup untuk membeli sebuah pulau berikut semua batang nyiur dan pohon bakau yang ada di atasnya.
Tapi, timbul soal berat: apakah suamiku bisa masuk surga? Tiba-tiba sang nyonya berpikir sejauh itu. Ini suatu hal yang sama sekali belum pasti dan membikinnya was-was. Karena masalah ini bukan bidang konsultan atau bankir, dia panggil ajengan lewat hansip penjaga rumah dan halaman (maklum, zaman sekarang banyak orang susah dan mendorong jadi maling). Seumur-umur belum pernah sekalipun dia bertatap muka dengan seorang ajengan.
Dia kenal semua merk mobil, jumlah silindernya, dealer-nya. Dia kenal merk video tape, liontin, botik, restoran biawak dan seluk beluk rekening koran. Tapi seorang ajengan? Hari ini dia perlu makhluk itu. Soal masuk surga atau neraka amatlah penting bagi papinya anak-anak. Tak terbayangkan, bagaimana kalau mesti terpanggang bagai sepotong ketan? Dan kemungkinan itu bukannnya tak ada.
SURAT YAASIN
+ Tahukah Nyonya fadhilah Surat Yasin? Tanya ajengan.
– Apaan, itu?
+ Menurut hadis Bukhari, dari Ibnu Umar Nabi Muhammad bersabda: Barang siapa baca Surat Yasin di waktu malam, segeralah ia diampuni dosanya.
– Soalnya suami saya main ceki tiap malam.
+ Menurut Ma’kal bin Yasar, Nabi Muhammad bersabda: Surat Yasin itu hatinya Al Qur’an. Barang siapa membacanya akan diampuni di akhirat. Bacalah Surat Yasin itu buat orang mati.
– Baca Surat Yasin?! Melihat saja pun belum pernah, sungguh mati.
+ Masya Allah, Nyonya. Masya Allah.
– Pokoknya tolonglah saya aki ajengan, bagaimana saja. Perkara lainnya bisa diatur, yang penting suami saya jangan jadi setan.
Ajengan pun maklum dan berkeputusan tak ada jalan lain daripada dia sendiri yang membacanya. Bismillahirrahmanirrohim. Yaasiin, wal qur’anil hakiim . . .

Sementara itu sang nyonya minta permisi meneruskan perembukan di paviliun mengenai langkah-langkah apa yang layak diambil. Dia seorang komandan dan pewaris yang baik. Ajengan membaca Surat Yasin berulang kali dengan suara lirih, betul-betul lirih, hingga cuma dia yang bisa mendengarnya. Di atas langit sana terdengar kelepak burung goak sambil mendehem-dehem.
Sumber: TEMPO, No. 22, Tahun X, 26 Juli 1980
Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *