INDOWORK.ID, JAKARTA: Selalu ada ide menarik ketika diskusi dengan Deputi Gubernur Daerah Khusus Jakarta Marullah Matali dan Wakil Walikota Jakarta Selatan Edi Sumantri. Sambil menikmati laksa Betawi, yang masih hangat, obrolan mengalir deras.
Di Kampung Muhammad Husni Thamrin, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Edi Sumantri datang lebih awal. Ia mengenakan batik Betawi motif Jakarta Selatan. Ondel-ondel, gigi balang, kembang kelapa, menghiasi batik warna hijau yang dikenakannya.
Sambil menunggu kehadiran Marullah, kami ngobrol berbagai topik mulai dari soal pemerintahan, budaya, hingga politik. Tentu saja Edi selalu melontarkan humor. Begitu pun kepada karyawan UPT Setu Babakan yang melayani. “Ane udeh kontak langsung tuh Rusmantoro,” katanya dengan nada tinggi.
CERITA LAKSA BETAWI

Rusmantoro adalah Plt. Kepala UPT Setu Babakan yang bertanggung jawab atas operasional kampung Betawi tersebut. Ia sibuk tugas lain. Ia menugaskan Kasubag TU UPT Setu Babakan untuk menyamut Deputi Gubernur dan Wawali.
Ketika staf UPT Setu Babakan menyuguhkan laksa Betawi, ia langsung bertanya. “Emang laksa makanan orang Betawi?”
Tentu saja sang staf mengiyakan dan pandangannya mengarah kepada saya. “Betul kan Pak Haji?” tampak menjadi ragu.
Edi langsung menanggapi bahwa jawaban tersebut salah. “Bukannya makanan orang Batak?” balik bertanya lagi.
Saya hanya tersenyum. Eh, ketika disuguhkan kue cucur, Edi kembali bertanya. “Ini kue cucur ya? kacang ijonya mana?” Mendengar pertanyaan tersebut sang staf makin bingung. Bagi Edi, yang terbiasa bercanda, ‘cucur’ itu diplesetkan menjadi ‘bubur’ hingga arah pertanyaan Edi adalah bubur kacang ijo.
Humor Edi itulah yang membuat waktu berjalan singkat. Deputi Gubernur pun tiba. Pun mengenakan batik, bukan Betawi. Sebagai ulama, Marullah tampak karismatik. Meskipun berpakain dinas, tak kurang nuanasa keulamaannya.
Setelah meguluk salam dan masih berdiri ia langsung mengajak shalat dzuhur. Namun matanya tertuju pada laksa. “Oh, kalau begini mah kita makan dulu. Mumpung masih hangat,” ujarnya siang. Nikmat sekali…
Sambil menikmati laksa, obrolan langsung ke jantung persoalan. Ide-ide bernas pun mengalir. Namun Marullah tetap menyisipkan ayat-ayat suci Al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW setiap kali menyinggung sebuah topik. Adem, rasanya.
KAMPUNG INGGRIS

Edi mengungkapkan bahwa di Setu Babakan perlu ada Kampung Inggris seperti di Pare, Kediri. Programnya dijalankan bertahap. “Program ini menarik karena menjadi ciri khas terrsendiri bagi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan,” kata Edi.
Targetnya adalah meningkatkan citra Perkampungan Budaya Betawi dan makin dkenal oleh masyarakat luas.
Ide Edi disambut Marullah. Mantan Sekda DKI Jakarta itu menyarankan agar lokasi untuk menggunakan bahasa Inggris bagi para pengunjung sebaiknya di Kampung Ismail Marzuki.
Begitu pun untuk Kampung Arab, menggunakan bahasa Arab bagi setiap pengunjung, harus ditentukan lokasinya pada kampung tertentu. “Untuk berbicara bahasa Arab atau Inggris di kampung tertentu perlu disiapakan silabusnya,” saran Marullah.
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terdiri dari empang kampung yaitu Kampung Muhammad Husni Thamrin, Kampung Ismail Marzuki, Kampung KH Noer Ali, dan Kampung Abdurrahman Saleh.
Marullah berpendapat bahwa jika di kampung Muhammad Husni Thamrin pengunjung berbahasa Arab, maka di Kampung KH Noer Ali menggunakan bahasa Arab. Sedangkan di Kampung Muhammad Husni Thamrin wajib berbahasa Betawi. Di kampung lainnya boleh berbahasa campuran.
“Untuk teknis pelaksanaannya nanti saya sampaikan kepada Kepala Dinas Kebudayaan Iwan Henry Wardhana,” katanya.
Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *