Oase

Betawi dan Stereotip yang Menghantui



single-image

 “Saya tak hendak mengklaim diri sebagai penulis Betawi. Saya hanya berharap anda semua, para pembaca, merasa terhibur setelah membaca 20 cerpen dalam buku ini.” Begitulah pengantar kerendahan hati dari penulis Rumah Ini Punya Siapa

Buku berisikan kumpulan cerita pendek yang digarap oleh Fadjriah. Dalam buku ini banyak memuat kehidupan-kehidupan masyarakat betawi dan sekelumit permasalahan yang menghantuinya. Rumah Ini Punya Siapa digarap berawal dari kegemasan Fadjriah. 

Fadjiah menuturkan kegemasannya pada masyarakat Betawi yang kurang gemar menulis. Fadjiah menilai tradisi menulis tidak sepesat tradisi lisan, ia pun khawatir banyak yang akan hilang dari peradaban bila tidak dituliskan. Untuk mengatasi kegemasannya, Fadjriah mulai menuliskan cerita-cerita pendek berlatar betawi. 

Dalam buku Rumah Ini Punya Siapa seakan lebih banyak diulik tema-tema berlatar budaya betawi. Salah satu ceritanya berjudul Batu Merah Delima, kisah keganjilan dari orang yang berprofesi sebagai guru ngaji. Sosok itu dipanggil Babe. Ia memiliki kekuatan supranatural. Semasa mudanya mampu berjalan semalaman suntuk dari Bekasi hingga Jakarta. 

Babe dalam kisah ini memiliki ruangan khusus yang selalu digunakan pada malam-malam tertentu. Tak lupa sosok Babe menyimpan pula sesajen di pinggir sungai dan di bawah pohon. Babe memiliki cincin yang tak mau dicopotnya, karena merasa telah banyak hal yang diperjuangkan untuk mendapatkan cincin tersebut. 

Meski Babe menjadi guru ngaji, tapi tetap saja ia senang menyimpan jimat. Sampai ketika kematiannya, Babe seakan memiliki firasatnya sendiri, ia bahkan sengaja mandi dan memakai baju yang paling bagus. Kisah ini mungkin akan membuat kita ngeri, di akhir cerita seakan terjawab arti batu merah delima. 

Kisah yang tak kalah menarik lainnya, Suatu Kisah di Bulan Mei. Kisah ini seakan mencitrakan perempuan betawi tidak banyak tertarik mencicipi sekolah tinggi dibalut dengan peristiwa penjarahan saat meletusnya demonstrasi mahasiswa. Dalam cerita ini ada sosok bernama Sakinah yang sedang menempuh pendidikan sebagai mahasiswa kedokteran semester akhir. Ia akan dijodohkan dengan Lutfi. 

Namun, Sakinah merasa tidak tertarik dengan topik pernikahan yang diusung babenya. Sebab, menikah membuat kakaknya yang bernama Fatimah berhenti kuliah. Kakak semata wayangnya lebih memilih menikahi anak dari juragan dibanding menjadi mahasiswi fakultas Sastra Universitas Indonesia. 

Saat di perkuliahan pun, Maria, dosen keturunan Tionghoa terheran-heran ada perempuan betawi yang ingin sekolah tinggi. Kisah ini menjadi kisah kemuraman perempuan betawi, yang sudah dilabeli dengan menerima nasib dijodohkan dan tidak tertarik bersekolah.

Rangkaian kisah lain yakni Pada Suatu Hari Minggu, terdapat kejadian sial dari adanya pemberian hadiah dan bantuan dari tetangga. Bermula dari seorang pemuda yang naksir berat dengan kekasihnya. Ia rela menguras tabungannya demi menikahi si gadis. Ketika pernikahan sudah dilangsungkan tiba-tiba mertuanya menyodorkan daftar orang-orang yang membantunya untuk melangsungkan pernikahan. Seketika si menantu susah tidur. Lebih konyolnya si Mertua meninggal dengan daftar hutang atas nama bantuan dan pemberian hadiah. 

Tak sampai di situ, masalah pemberian/ bantuan ditambah dengan kelahiran si jabang bayi. Bayi perempuan itu banyak menerima pemberian hadiah dari mulai cincin, gelang dan kalung. Sang bapak hanya kebingungan dan inginnya menolak bantuan yang diberikan. 

Terakhir yang tak kalah memikat kisah Balada Kampung Kami, dimulai dengan ketidakberdayaan seorang suami terhadap keinginan istrinya yang ingin hidup nyaman dengan wc duduk, berpendingan udara dan kalau bisa bertingkat dengan gaya arsitektur terbaru. Suami itu bernama Hamdani yang dibujuk untuk menjual rumahnya oleh pak RT demi mensosialisasikan sebuah kawasan terpadu. 

Tentunya untuk pembangunan hotel, perkantoran, kolam renang, tempat fitness, harga tanah pun ditawar dua puluh juta per meter.  Hamdani tahu harga itu jauh dari pasaran, karena di wilayahnya harga tanah sedang melonjak. Tapi ia seakan tak berdaya menolaknya. Musabab, warga lain sudah kebelet ingin uang. Meski tak tahu setelah itu mereka tinggal di mana.

Beberapa kisah di atas seolah-olah seperti hasil wawancara mendalam tentang kerumitan permasalahan dalam nuansa berlatar betawi. Kita yang membaca cerita pendek ini mungkin akan berkata ini sungguh bukan cerita fiksi. Kita seakan dibawa oleh Fadjriah mengitari kemuraman, kesedihan, keganjilan dan derita dari kehidupan betawi. Fadjriah berhasil memolesnya menjadi kisah yang dapat dinikmati sebagai cerita pendek.   

Judul Buku    : Rumah Ini Punya Siapa

Penulis     : Fadjriah Nurdiarsih

Penerbit     : Pustaka Kaji

Cetakan     : Pertama, 2020

Tebal         : v + 176

  

 

 

 

  BERITA TERKAIT

Berita Lainnya