Bisnis Headline

Janji Menteri Keuangan Purbaya, Waktu Akan Membuktikan

INDOWORK.ID, JAKARTA: Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai transformasi Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi 8% mendapat sanggahan dari berbagai kalangan.

Wartawan senior mengatakan bahwa pertumbuhan 8% haruslah merupakan hasil akhir dari proses transformasi ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Bukan sekadar target makroekonomi yang dipaksakan.

Tanpa itu, wacana 8% akan tetap menjadi mimpi di siang bolong. Indonesia akan tetap terperangkap dalam middle-income trap, sementara kesenjangan semakin melebar. “Ekonomi bukan hanya soal angka pertumbuhan, tetapi tentang kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.”

Seorang bankir senior mengatakan bahwa di dalam ikhtiar mendorong pertumbuhan ekonomi ada rumus jempol (rule of thumb) sbb: untuk menumbuhkan ekonomi X%, maka kredit bank harus tumbuh 3-4 kali dari X%.

Ia menjelaskan bahwa kalau target pertumbuhan ekonomi 5,1%, maka sektor perbankan harus bisa menyalurkan kredit ke dunia usaha dengan pertumbuhan 15,3%-20,4 %. Realisasinya? Per akhir Juni 2025 pertumbuhan kredit perbankan 7,7%. Mengapa? Karena sektor riil sedang mengalami penurunan parah. Jadi jangankan mereka ambil kredit baru dari perbankan, untuk membayar bunga kredit lama saja sudah kembang kempis.

Mengapa ada uang “menganggur” di BI? Ya karena bank-bank tidak mampu menyalurkan uang tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit. Kredit hanya tumbuh 7,7 % per tahun padahal jika ekonomi ingin tumbuh 8% kredit harus tumbuh 24% -32%. Pikiran bank sederhana, dari pada uang menganggur di bank masing-masing, maka lebih baik disimpan di BI.

SEKADAR OTAK-ATIK

Ia mempertanyakan apa yang hendak dilakukan oleh Menkeu Purbaya itu, kalau tidak hati-hati hanya sekadar mengotak-atik sisi moneter. “Jelas tidak akan menyelesaikan masalah.”

Dan itu sudah dicoba dilakukan oleh empat orang pemegang kewenangan di Komite Stablitas Sistem Keuangan (KSSK) yang anggotanya terdiri dari Menkeu Sri Mulyani Indrawati (merangkap sebagai Ketua Komite) , Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua OJK Mahendra Siregar dan Purbaya sendiri selaku Ketua LPS. Tetapi upaya itu tidak juga berhasil.

Mengapa? Kembali lagi karena persoalan negeri kita bukan hanya di sektor keuangan tetapi lebih banyak di sektor riil , yaitu di dunia usaha. Jadi semua menteri yang terkait sektor riil harus bekerja keras juga membantu memperbaiki iklim investasi dan bisnis.

Menurut dia, masalah kronis di Indonesia adalah ketidakpastian hukum, iklim usaha dan investasi buruk, perijinan berbelit-belit, lama dan mahal, korupsi di semua jalur birokrasi parah.

Indonesia dibanjiri barang-barang murah dari China baik yang legal (melalui e-commerce) maupun yang melalui penyelundupan. Akibatnya barang produksi industri dalam negeri kalah bersaing. Mereka bangkrut (contoh industri TPT tekstil dan produk tekstil ), pabrik tutup sehingga PHK tak terhindarkan. Pengusaha memilih jadi pedagang dari pada industriawan yang lebih ruwet mengurusnya.

SISTEM POLITIK BURUK

Selain itu, sistem politik di negeri ini buruk: seseorang yang mau menjadi pejabat publik (di eksekutif, legislatif dan yudikatif) selalu melibatkan politik uang, atau uang mahar ke partai. Idealnya partai politik seharusnya dibiayai negara (seperti di negara lain yang menganut sistem demokrasi) agar politik uang bisa dihentikan. Masalahnya jumlah partai terlalu banyak sehingga beban negara sangat berat jika harus membiayai partai. Akibatnya politisi hanya jadi tukang palak dan tukang peras pengusaha dan pejabat publik.

Di sisi lain, ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi semakin buruk. Hanya segelintir orang yang menguasai ekonomi dan aset negeri ini, yang kaya semakin kaya yang miskin tidak kaya-kaya. Betul kemiskinan menurun, tetapi maksudnya menurun ke anak cucu . Sila kelima hanya utopia belaka. Ketimpangan sosial ekonomi ini seperti api dalam sekam yang mudah sekali terbakar jika ditiup para petualang politik yang telengas dan tega mengorbankan kepentingan rakyat banyak demi tujuan politik kelompok mereka sendiri. Semua kerusuhan di negeri kita selalu dimulai dengan meniupkan isu kesenjangan ini.

Pengusaha tidak mampu meningkatkan bisnisnya karena persoalan di atas. Jika bisnis tidak meningkat tentu pengusaha tidak akan pinjam atau menarik kredit dari bank.

PURBAYA PILIHAN TERBAIK

Masalahnya Purbaya saat ini adalah pilihan terbaik untuk menjadi Menkeu jika calon itu harus dari dalam Pemerintahan sekarang. Mengapa? Karena Purbaya adalah satu dari empat orang yang paling mengerti dari segi pengetahuan dan informasi tentang sektor keuangan, moneter dan perbankan di Indonesia.

Mengapa demikian?  Karena ketika dia sebagai Ketua LPS ( Lembaga Penjamin Simpanan) dia sekaligus sebagai anggota KSSK (Komite Stablitas Sistem Keuangan) yang diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) dan anggota lainnya adalah Gubernur BI ( Perry Warjoyo) dan Ketua OJK ( Mahendra Siregar).

Tentunya SMI merekomendasikan Purbaya jadi Menkeu karena dianggap mempunyai pengetahuan yang memadai tentang sektor keuangan. Sehingga ketika jadi Menkeu tidak mulai dari nol.

Alasan lain saat ini Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua OJK Mahendra Siregar tidak memungkinkan jadi menteri keuangan karena berbagai alasan.

Tantangan bagi Menkeu Purbaya adalah dia belum punya pengalaman untuk menjadi orang nomor satu dan memimpin organisasi besar. Benar dia pernah jadi Ketua LPS. Tetapi LPS adalah sebuah lembaga yang tidak sebesar dan serumit Kementerian Keuangan.

Jika masyarakat mau berpikir positif, berilah Purbaya kesempatan membuktikan omongan dan janji-janjinya.


Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *