Headline Humaniora

Pemerintah Gagal Tingkatkan Minat Baca Masyarakat



single-image
Buku Produk Lahyanto Network

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Pemerintah perlu meningkatkan kualitas edukasi dengan menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan. “Saat ini pemerintah pusat maupun daerah belum menjalankan kewajiban ini dengan baik,” kata Himmatul Aliyah, Anggota Komisi X DPR RI.

Ia menegaskan bahwa literasi tidak hanya membaca dan menulis, tapi untuk meningkatkan kecakapan hidup.

Menurut Himmatul, kondisi literasi masyarakat Indonesia saat ini, merujuk pada laporan pada OECD 2019, studi tentang kemampuan membaca, matematika, dan sains, Indonesia lebih rendah dari rata-rata OECD.

Dalam Studi Programme for International Student Assesment (PISA) 2018 kemampuan membaca Indonesia mendapati peringkat keenam terendah dari 79 Negara.

Dalam kemampuan matematika Indonesia mendapati peringkat ketujuh terendah dari 79 negara. Sedangkan dalam kemampuan sains Indonesia mendapat peringkat terendah dari 79 negara.

Sementara itu, dan dalam kemampuan membaca hanya 30% siswa dengan tingkat kemahiran minimum dari 77% rata-rata dari OECD.

Pada 2009 kemampuan membaca pernah mencapai puncak, tapi pada 2018 turun ke level 2001 yaitu pada saat awal mengikuti program ini.

Ia  juga menjelaskan pemetaan Tingkat Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) di 34 provinsi pada 2018. Angka rata-rata indeks Alibaca Nasional masuk dalam kategori aktivitas literasi rendah, yaitu berada di angka 37,32.

Menurut politisi Partai Gerindra itu, Studi dari Central Connecticut State University 2016, dalam laporan yang bertajuk World’s Most Literate Nation, Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei terkait literasi. “Hanya satu tingkat di atas negara peringkat terendah, yakni Botswana.”

Sedangkan peringkat pertama diduduki oleh Finlandia.

KUALITAS EDUKASI

Menurut UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan harus diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi masyarakat.

Sedangkan menurut UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan, memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pada 15 Agustus 2022 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengadakan webinar untuk umum dengan judul “Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat Untuk Kesejahteraan di DKI Jakarta. Dalam webinar tersebut Perpusnas selalu berusaha untuk meningkatkan minat membaca rakyat dengan meningkatkan fasilitas-fasilitas di perpustakaan.

Ketua Perpusnas RI Muhammad Syarif Bando mengatakan peningkatan indeks literasi masyarakat ada di Mandatori UUD 1945. “Tugas kami melayani masyarakat, dan menjadikan dia peluang untuk cerdas, sejahtera, kuat, dan global,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa menurut Unesco Indonesia adalah bangsa yang rendah kemampuan baca tulisnya. “Bagaimana mau bicara tentang literasi?”

TINGKATAN LITERASI

Menurut Bando, ada Lima tingkatan literasi modern:

Pertama, baca, tulis, hitung, dan pembentukan karakter.

Kedua, akses bahan bacaan terjangkau yang akurat, terkini, terlengkap, dan terpercaya.

Ketiga, memahami apa yang tersirat dan yang tersurat.

Keempat, inovasi dan kreativitas.

Kelima, mampu memproduksi.

Ketua Perpusnas itu menegaskan bahwa jaman sekarang semua harus serba cerdas. Hanya dengan membaca masyarakat dapat mengembangkan teknologi sehingga Indonesia tidak kalah dengan negara lain. “Kalau tidak membaca, bagaimana mengerti negeri orang?”

MEMBACA KITAB SUCI

Di tempat yang sama Ahmad Riza Patria, Wagub DKI Jakarta, menegaskan bahwa membaca salah satu cara untuk membangun Indonesia. “Dengan membaca kitab suci Al-qur’an akan memudahkan siswa-siswa dalam belajar.”

Hal ini sudah terbukti saat sekolah menambah jam pelajaran membaca Al-qur’an siswa-siswa mereka dengan mudah menghadapi ujian-ujian sekolah. Ia mengusulkan bahwa siswa siswa tidak hanya dibawa ke museum, tapi ke perpustakaan.

Penulis Maman Suherman juga berpendapat bahwa Perpustakaan di Indonesia ini sifatnya tidak aktif atau tidak ada interaksi di dalamnya. “Kita butuh pustakawan yang cakap, mampu menjadi teman bedah buku untuk para pengunjung perpustakaan.”

Berdasarkan catan Indowork.id, jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia hanya 10.000 buku per tahun. Angka ini relatif sedikit karena kontribusi dari perguruan tinggi dan dunia pendidikan sangat rendah.

 

 

Berita Lainnya