Headline Humaniora

Kuliah Memang Tidak Wajib, Tapi Negara Harus Jamin Biaya Murah



single-image
INDOWORK.ID, JAKARTA: Pernyataan Plt Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie (baca: Cicik Sri Cahyandari), tidak salah. Kuliah memang tidak wajib.
Yang wajib pendidikan dasar dan menengah. Semua negara di jagad ini punya kebijakan sama.
Bahkan ada yang mengancam pidana penelantaran anak jika orang tua tidak menyekolahkan anaknya sampai jenjang menengah. Alasan sederhana mengapa kuliah tidak wajib semata karena alasan praktis.
Anak sudah cukup dewasa memilih jalannya. Mereka memilih untuk tidak kuliah karena bosan belajar selama 12 tahun..
Ada yang suka dagang. Ada yang ingin bekerja. Ada yang ingin mengembangkan bakatnya.
Jadi memang kuliah adalah pilihan hidup.
Dari itu, sepanjang pengetahuan, tidak ada satu pun negara yang mewajibkan warganya untuk kuliah.

KEBUTUHAN TERSIER

Jadi ibu Cicik sudah benar. Kuliah itu kebutuhan tersier.
Masak anak yang sudah dilamar dan bakal dinikahkan setelah lulus SMA oleh crazy rich sultan harus wajib kuliah.
Masak anak yang lulus SMA kemudian jadi pengelola toko orang tuanya harus wajib kuliah.
Masak anak yang mau jadi pekerja migran harus kuliah juga. Atau yang njajal jadi tukang bakso. Atau yang meneruskan bisnis online yang sudah dipupuk sejak SMP atau SMA.
Bagaimana pula dengan lulusan SMK yang memang siap kerja? Masak disuruh wajib kuliah padahal niat awal peserta didik adalah kerja setelah lulus.
Jadi jangan nyinyir dan nyonyor soal kuliah itu kebutuhan tersier.
Kuliah adalah tertiary education.
Jadi buat apa diwajibkan ?

KULIAH MURAH WAJIB

Yang wajib itu adalah biaya kuliah yang murah. Bukan yang selangit seperti sekarang ini hingga konon banyak mahasiswa yang diterima lewat jalur undangan kini terancam tidak bisa kuliah. Mereka tidak mampu bayar kuliah.
Jika jumlahnya sekitar 300 misalnya, bisa diberi keringanan atau bahkan ada sekelompok donatur yang bersedia membantu.
Tapi bagaimana jika jumlahnya sampai lebih dari 1.000 misalnya. Mereka yang lulus UTBK terhenti cita-citanya karena UKT yang mahal.
Di sini letak permasalahannya. Titik fokusnya adalah mereka yang lolos UTBK. Jumlah peserta terbanyak dibanding jalur undangan dan jalur mandiri.
Jalur mandiri tidak perlu kita pikirkan karena para orang tua sadar atau harusnya sadar bahwa ada uang pangkal disitu. Yang bisa diatas 100 juta. UKT-nya juga mahal. Apalagi kelas internasional.
Jadi jika mau protes adalah biaya UKT jalur UTBK. Mereka berjuang dengan segenap kemampuan mereka untuk bisa kuliah. Uang UKT belasan sampai puluhan juta per semester adalah kebijakan yang tidak masuk akal.
Kebanyakan orang tua yang anaknya lolos UTBK adalah kelas menengah yang pas-pasan. Dari itu, protes atau upaya mengubah besaran biaya kuliah hendaknya di fokuskan pada cluster ini.

KEMAMPUAN KANTONG

Buat para orang tua, anda sekalian mesti berjuang agar UKT buah hati bisa sesuai dengan kemampuan kantong Anda.
Baru kemarin saya mendapat kabar bahwa ternyata pihak Universitas bisa diajak bicara agar UKT bisa diturunkan. Kemudian bisa dicicil selama beberapa bulan.
Artinya, perjuangan anda sebagai orang tua sangat diperlukan. Jika sang buah hati memang secara akademis tidak atau belum mampu masuk kuliah janganlah dipaksakan.
Ajak sang buah hati masuk Balai Latihan Kerja atau kursus ketrampilan teknis lainnya.
Tujuannya agar sang buah hati bisa mendapat skill tambahan sambil belajar untuk bisa lolos di UTBK tahun depan.
Jadi gap year bisa diisi dengan meningkatkan kemampuan anak. Bukannya malah kosong dibiarkan nganggur setahun kemudian ikut gang motor.
Dengan kegiatan positif selama gap year mungkin akan terbuka banyak peluang yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan oleh buah hati dan bapak/ibu sekalian.
Sangat bisa jadi, sang anak tidak lanjut kuliah tapi diterima bekerja di luar negeri berkat ketrampilannya.
Atau bekerja di perusahaan dengan gaji lumayan yang sama besarnya dengan gaji anak kuliahan. Bahkan dalam perjalanannya nanti, sang anak bisa punya anak buah.
Terlalu banyak contoh betapa seorang pekerja di bengkel motor jadi pemilik bengkel sekaligus bos jual beli motor sekaligus jadi penilai kondisi motor yang laris manis sekarang ini.
Terlalu banyak contoh betapa teknisi AC jadi bos dengan banyak anak buah dan punya mobil serta rumah. Jauh lebih cepat dari mereka yang masih kuliah atau jebolan bangku kuliah.
Jadi benar, kuliah bukanlah wajib. Tapi pilihan. Negara tidak bisa memaksa.
Namun yang perlu diperjuangkan adalah azas keadilan agar mereka yang lolos masuk PTN seluruhnya sekali lagi seluruhnya bisa bayar uang kuliah.
Negara harus menjamin hak pendidikan murah untuk warganya.
*) Ditulis oleh Budi Setiawan, wartawan senior.
.
.

Berita Lainnya