Headline INFRASTRUKTUR

“Byar Pet…” Inilah Perjalanan Panjang Listrik di Indonesia



single-image

JAKARTA, INDOWORK: Listrik sudah lama hadir di bumi Nusantara. Sejarah mencatat, ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkitan tenaga listrik untuk keperluan sendiri.

Pengusahaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dimulai sejak perusahaan swasta Belanda N.V. NIGM memperluas usahanya di bidang tenaga listrik, yang semula hanya bergerak di bidang gas. N.V. NIGM kemudian meluas dengan berdirinya perusahaan swasta lainnya.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, perusahaan listrik yang dikuasai Jepang direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada September 1945, lalu diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Pada 27 Oktober 1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas oleh Presiden Soekarno. Waktu itu kapasitas pembangkit tenaga listrik hanyalah sebesar 157,5 MW.

Urusan kelistrikan di Indonesia mulai berkembang semenjak pemerintah membentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPUPLN) yang bergerak di bidang listrik, gas, dan kokas, pada 1 Januari 1961. Empat tahun berikutnya,  1 Januari 1965, BPUPLN dibubarkan dan dibentuk dua perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang menangani gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN hanya 300 MW.

Selanjutnya, pada 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara. Pada 1990 melalui peraturan pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Pada 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik.

BERGERAK NAIK

Ignasiun Jonan
Ignasiun Jonan

Selama periode 1993-2004, rasio elektrifikasi di Indonesia bergerak naik dengan kecepatan yang relatif rendah. Pada 1990 rasio elektrifikasi berada pada posisi 28%. Namun pada 2000 naik menjadi 52% dan pada 2004 meningkat lagi jadi 53,4%. Kabar baik terus bergulir. Rasio elektrifikasi meningkat dengan kecepatan tinggi. Pada 2005 sebesar melompat ke posisi 62,1%. Selanjutnya,  naik dari 67,15% (2010) menjadi 95,35% pada 2017.

Ignasius Jonan ketika menjadi Menteri ESDM mengatakan bahwa hingga akhir 2018, realisasi rasio elektrifikasi di Indonesia mencapai 98,30%. “Kita menargetkan angka itu naik ke 99% pada 2019,” ujarnya.

Sementara itu, buku Indonesia Energy Outlook 2018 mencatat bahwa sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi dan penduduk, pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi menjadi 100% pada 2025.

Kementerian ESDM mengakui, meskipun secara nasional rasio elektrifikasi sudah mencapai 98,30%, akan tetapi masih ada beberapa provinsi, terutama di kawasan Timur Indonesia yang rasio elektrifikasinya masih rendah. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat sebagai yang paling rendah dengan nilai 61,9% dari seluruh provinsi di Indonesia.

Jisman P. Hutajulu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM ketika itu mengatakan kendala terbesar program elektrifikasi di NTT adalah struktur tanahnya yang keras sehingga proses pemancangan tiang listrik membutuhkan waktu lama.

Menurut data Kementerian ESDM, pada umumnya rasio elektrifikasi di daerah Indonesia Timur dan Tengah telah di atas 90%, kecuali Sulawesi Utara 89,58%,  Nusa Tenggara Barat (NTB) 89,10%, Gorontalo 87,76%,  Kalimantan Barat 87,28%, Kalimantan Utara 84,30%, Kalimantan Tengah 84,27%, dan  NTT 61,9%.  Sedangkan di daerah Indonesia Barat, Kepulauan Riau merupakan satu-satunya provinsi dengan elektrikasi di bawah bawah 90% yaitu 88,47%.

Andy Noorsaman Sommeng, yaketika menjabat sebagai Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM,  menuturkan bahwa hingga akhir 2018 realisasi rasio elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia mencapai 98,30% dan rasio desa berlistrik sebesar 99,38%. (Republika.co.id, Kamis, 10 Januari 2019). Menurut Sommeng, meningkatnya rasio elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia salah satunya karena adanya penambahan infrastruktur ketenagalistrikan. Tambahan infrastruktur ketenagalistrikan sampai dengan akhir 2018 dari pembangkit hampir mencapai dua gigawatt (GW), sehingga total kapasitas terpasang pembangkit mencapai 62,6 GW. Transmisi pun bertambah sepanjang 3.441,84 kilometer sirkuit (kms) dan penambahan gardu induk sebesar 16.495 MVA.

Peningkatan kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan tersebut, menelan biaya investasi sebesar US$11,28 miliar pada 2018. Untuk 2019 pemerintah menagetkan penambahan pembangkit ketenagalistrikan sebesar 3,9 GW, sehingga total kapasitas terpasang pembangkit menjadi 66,5 GW, 15.195 kms transmisi, dan 27.631 MVA gardu induk. Untuk itu pemerintah menargetkan investasi infrastruktur ketenagalistrikan sebesar US$12,04 miliar pada 2019.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu mengatakan bahwa sampai dengan saat ini masih terdapat 992.841 keluarga yang belum tersentuh aliran listrik. Untuk melayani masyarakat yang belum memiliki akses listrik, Kementerian ESDM menggalang kerja sama dengan BUMN melalui program CSR. Selama ini pihaknya telah mengundang 63 BUMN, namun baru 43 di antaranya yang sudah berperan aktif dengan menyiapkan dana meskipun tidak terlalu besar. “Kami mengharapkan Pemda mengeluarkan anggaran untuk membiayai penyediaan listrik bagi masyarakat yang belum terkena program elektrifikasi,” ujarnya.

Menurut Hutajulu, untuk mengelektrifikasi 992.841 keluarga yang belum terlistriki, dibutuhkan dana investasi sekitar Rp1 triliun. Dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kementerian ESDM mengusulkan agar dana sebesar itu dapat dialokasikan dari APBN. Namun, Banggar DPR-RI menolak usulan tersebut dan merekomendasikan agar pemerintah menggunakan format anggaran lain saja.

Pada galibnya upaya peningkatan infrastruktur ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan laju pertumbuhan konsumsi listrik perkapita. Kementerian ESDM mencatat komsumsi listrik Indonesia pada 2018 sebesar 1.064 kilo Watt hour (kWh). Capaian tersebut mengalami peningkatan.

Ignasius Jonan menjelaskan bahwa konsumsi listrik Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, konsumsi listrik sebesar 878 kWh per kapita, pada 2015 sebesar 918 kWh per kapita, 2016 sebesar 956kWh per kapita dan pada 2017 naik lagi menjadi 1.012 kWh per kapita. Menurut Jonan, pemerintah menargetkan angka konsumsi listrik sebesar 1.200 kWh/kapita pada 2019, dan akan meningkat lebih dari tujuh kali lipat menjadi 1.611 KWh pada 2050.

SEIRING PERTUMBUHAN EKONOMI

Jonan mengatakan bahwa pertumbuhan konsumsi listrik berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan rasio elektrifikasi, dan kapasitas listrik terpasang. Kapasitas listrik terpasang Indonesia bertambah 1.600 Mega Watt (MW) sepanjang 2018, seiring dengan beroperasinya pembangkit listrik baru.

Namun, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2018-2027 yang telah disetujui Kementerian ESDM, proyeksi rata-rata pertumbuhan konsumsi listrik per tahun periode 2018-2027 sebesar 6,86%, menurun dibandingkan dengan proyeks RUPTL 2017-2016 yang sebesar 8,3%. Penurunan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik tak lepas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofi Felienty Roekman menyatakan  penurunan lajur pertumbuhan konsumsi listrik akan berdampak pada merosotnya target pembangunan pembangkit listrik dalam sepuluh tahun ke depan yaitu dari 77.873 MW menjadi 56 MW. Rencana pembangunan transmisi dalam sepuruh tahun ke depan juga merosot menjadi 63.855 kilometersirkuit (kms) dari sebelumnya 67.465 kms. Rencana pembangunan gardu induk juga dipangkas dari 165.231 MegaVoltAmpere (MVA) menjadi 151.424 MVA. (CNN Indonesia, Rabu 14/03/018)

Jonan mengungkapkan bahwa sampai 2018, pasokan listrik terpasang Indonesia mencapai 62.000 MW, naik dari 61.000 MW pada 2017. Listrik terpasang Indonesia meningkat hampir 10.000 MW sejak 2014. Di sisi lain, produksi listrik tumbuh rata-rata sebesar 6%, per tahun dari 250 TWh menjadi 1.767 TWh.

Berita Lainnya