Headline News

BPJS Jamsostek Disarankan Manfaatkan 47.000 Media Utama



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan alias BPJS Jamsostek disarankan memanfaatkan media massa utama (mainstream) untuk meningkatkan brand-nya sehingga memperluas kepesertaan dan meningkatkan pendapatan.

Anggota Komisi Pendidikan Dewan Pers Lahyanto Nadie mengatakan bahwa saat ini sedikitnya 47.000 media massa di Indonesia. “Media cetak baik surat kabar, majalah atau pun tabloid sekitar 2.200 yang masih terbit,” ujarnya Senin, (3 Agustus 2020).

Lay, begitu panggilan akrab Lahyanto, berbicara dalam diskusi bertema Meningkatkan Brand Image Jaminan Sosial Indonesia, yang digelar secara virtual.

Lay menjelaskan bahwa jumlah media televisi saat ini lebih dari 500 stasiun, sedangkan radio mencapai 600 stasiun. “Terbanyak adalah media digital yang mencapai 43.700,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa jumlah media massa di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia. “Tidak ada satu pun negara lain yang memiliki media massa sebanyak di Indonesia.”

Menurut Lay, hingga saat ini Dewan Pers baru melakukan verifikasi sekitar 4.000 media. Sedangkan wartawan yang telah mengikuti uji kompetensi mencapai 14.000 orang.

Ia menyarankan agar BPJS Jamsostek memanfaatkan potensi media yang begitu besar untuk melakukan sosialisasi dan programnya hingga pada akhirnya meningkatkan brand image lembaga itu.

SINERGI DENGAN MEDIA SOSIAL

Selain media utama, kata Lay, BPJS Jamsostek juga harus menggunakan media sosial yang kini mencapai 175,3 juta. Berita dari media utama itu didistribusikan melalui media sosial sehingga penyebarannya semakin luas.

Jika brand makin kuat makan program merekrut pasar peserta akan lebih efektif. Saat ini peserta BPJS Jamsostek mencapai 55 juta pekerja sehingga dana yang terkumpul mencapai Rp430 triliun.

Selain Lay, tampil juga sebagai pembicara para ahli periklanan dan pemasaran yaitu Heri Djohan, Sandru Emil, dan Elprisdat. Diskusi ini dimoderatori Poempida Hidayatullah, anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek periode 2016-2021.

MEMILIKI BRAND AMBASSADOR

Sementara itu, Heri menyarankan agar BP Jamsostek memiliki duta atau brand ambassador agar lebih dikenal publik.

Praktisi Bisnis, Heri Djohan memandang BP Jamsostek hingga saat ini namanya masih belum dikenal publik. Padahal produk yang ditawarkan sangat dibutuhkan. Dia menyarankan agar lembaga ini menyiapkan strategi khusus. Salah satunya usaha meningkatkan branding.

“Untuk suatu produk, biasanya itu harus mencari sesuatu yang menarik bagi target pasarnya. Untuk gampang diterima masyarakat bisa mencoba menggunakan artis atau selebriti yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan,” kata Heri.

Setelah mendapat brand ambassador yang tepat, maka BP Jamsostek bisa mulai beriklan di media massa atau media sosial (medsos). Brand ambassador harus mengeluarkan sebuah tagline atau kata yang simpel dalam iklannya di media cetak.

Jika iklan dalam suatu durasi, maka brand ambassador bisa menceritakan tagline-nya dengan bahasa sederhana.

“Yang penting kalimatnya gampang diingat dan sering diputar. Ini akan mudah dilihat masyarakat apalagi menggunakan tagline yang sederhana,” katanya.

Co Founder Ambilhati Advertising, Sandru Emil mengatakan, langkah awal sebelum menyiapkan strategi membangun brand image adalah melakukan riset dan penelitian terlebih dahulu.

“Ini penting, kita harus mengetahui seberapa dikenalnya

produk BPJS Ketenagakerjaan di masyarakat. Apa yang diharapkan. Nah, ini yang perlu dilakukan untuk awalnya,” kata dia.

Jika yang diincar adalah target milenial, imbuhnya, maka BP Jamsostek bisa fokus memanfaatkan medsos. Memilih brand ambassador juga dari kalangan yang digemari milenial.

“Jadi setelah riset, kita membicarakan targetnya mana. Kalau milenial, maka dengan sosial media tentu akan lebih efektif dan efisien dengan harganya yang relatif murah,” paparnya.

“Lagi-lagi di sini dibutuhkan brand ambassador yang tepat untuk bisa diterima oleh masyarakat dengan kalimat mudah dimengerti.”

Dia bilang, saat ini banyak pilihan brand ambassador dari kalangan milenial. BP Jamsostek perlu mempertimbangkan langkah ini.

Dia juga mengingatkan dalam membuat iklan harus mengikuti kondisi yang nyata. Sekalipun membangun image citra yang baik, jangan sampai berlebihan karena masyarakat bisa memahami yang mana hanya citra dan yang mana yang kenyataan.

“Ingat banyak brand yang gagal karena banyak melakukan pencitraan. Kondisi hari ini, masyarakat sudah sangat paham yang mana yang nyata atau sesuai kenyataan,” paparnya.

President Director Khas Studio Elprisdat, memandang memang sudah waktunya BP Jamsostek melakukan branding. Sudah hampir enam tahun berdiri, tapi masih sedikit yang memahami dan mengenal lembaga ini.

“Produk yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan itu sebetulnya sangat dibutuhkan oleh banyak masyarakat khususnya para pekerja. Sekarang problem BPJS Ketenagakerjaan itu jadi terlihat ambigu untuk memfokuskan satu untuk membangun brand,” paparnya.

Cara atau kemampuan BP Jamsostek beriklan di berbagai media sangat besar. Tinggal dilihat isi dan efektivitas bagi publik.

Untuk diketahui jaminan sosial Indonesia saat ini ada dua yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Dalam diskusi ini di singgung bahwa selama ini masyarakat lebih mengenal BPJS kesehatan ketimbang BPJS Ketenagakerjaan.

Berita Lainnya