Bisnis Figur Headline

HILDA SAVITRI: Meningkatkan Ekuitas, Menurunkan Utang



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Tonggak penting transformasi PT Hutama Karya (Persero) adalah Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS). Ini sekaligus menjadi tantangan, karena tol yang memiliki 24 ruas dengan panjang 2.704 km membutuhkan pendanaan mencapai Rp400 triliun.

Namun, dari sisi keuangan, JTTS dapat dikatakan belum komersial, karena populasinya belum terlalu ramai. Hal itu berimbas kepada lalu-lintas harian rata-rata (LHR) dalam jumlah kecil. Di sisi lain, dari banyak kajian, tol ini memiliki prospek ekonomi yang sangat strategis untuk pertumbuhan di daerah.

“Hutama Karya masih harus membangun sepanjang 1.000 km dalam dua tahun ke depan. Sementara kebutuhan dananya masih cukup tinggi.”

Dari aspek kelayakan finansial, perusahaan sudah tidak dapat mengajukan pinjaman. Karena karena leverage-nya dari aspek hutang sudah di ambang batas. Normalnya secara hitung-hitungannya 30% utang dan 70% ekuitas.

“Perusahaan sudah lebih dari rasio itu. Harusnya dari sisi ekuitasnya yang bertambah. Bukan dari sisi utangnya.”

Saat ini dapat dikatakan bahwa 90% aset Hutama karya adalah dari JTTS. Asetnya besar namun secara kelayakan kurang. Awalnya mungkin kecil tapi secara bertahap kami yakin akan meningkat.

Solusi dari persoalan itu saat ini fokus dari pemerintahan. Hutama Karya selalu berkoordinasi dengan kementerian a.l. Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Agendanya adalah update progres pekerjaan dan kendala setiap minggu atau paling tidak 2 pekan. Selain itu, perusahaan juga melakukan koordinasi dengan  Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PUPR.

“Koordinasi tersebut lebih kepada sinkronisasi pendanaan dan agenda prioritas pemerintah. Kami mengharapkan dapat menerima schedule PMN secara tepat waktu. Selama ini kita memakai APBN per tahun. Karena JTTS ini kan program pemerintah yang mendapatkan dukungan penuh.”

Sebagai alternatif, Hutama karya juga berupaya untuk mencari pendanaan, yaitu dengan melakukan menerbitkan global bond tahun lalu. Oversubscribed hampir lima kali. Aksi korporasi tersebut dijamin oleh pemerintah. Jadi untuk bunganya mungkin lebih kecil. Tapi untuk melakukan aksi korporasi seperti ini leverage perusahaan sekarang sangat terbatas dengan pertimbangan keterbatasan pada utang.

Di sisi lain, ada upaya perusahaan mencari sumber daya misalnya dengan bermitra dengan kontraktor asing. Langkah tersebut sedang didiskusikan dengan pemerintah. Namun yang pasti, dalam waktu satu sampai dua tahun ekuitas Hutama Karya harus lebih tinggi daripada utangnya. Itu mutlak!

Perusahaan juga sedang menyusun langkah melakukan fundraising. Dua anak perusahaan akan melangsungkan IPO dalam waktu dekat, yaitu PT HK Infrastruktur (HKI) dan PT Hakaaston (HKA). Itu cukup komersial. Namun kedua perusahaan tersebut sangat bergantung pada proyek konstruksi JTTS.

“Targetnya tahun ini mereka harus cari pasar di luar dari JTTS, sehingga untuk tahun depan atau 2 tahun lagi sudah siap untuk IPO. Sedangkan, hasil dari go public itu mungkin digunakan untuk non-JTTS. Hitungan dan proyeksi dananya sudah ada. Hutama Karya saat ini memprioritaskan proyek di luar JTTS.”

Selain itu, perusahaan juga harus menjaga cash flow. Strategi pengaturannya yaitu membagi dua alokasi dana yaitu bisnis jalan tol dan non-jalan tol sehingga penyajiannya lebih mudah dianalisis. Laporan keuangan juga sudah dipisah per segmentasi usaha. Hal itu juga mempermudah evaluasi.

“Masing-masing bisnis diamati, mana yang kurang efektif dan harus dimaksimalkan. Karena setiap bisnis memiliki karakter pembukuan yang berbeda-beda.”

Untuk agenda transformasi perusahaan, arah dari program tersebut bermuara pada efisiensi biaya. Perusahaan sangat fokus pada biaya overhead. Sedangkan biaya bunga sangat tergantung dengan rating perusahaan. Perusahaan tidak akan ambil pinjaman kalau tidak terlalu penting.

“Kantor pusat tidak memegang HPP. Cukup banyak biaya yang akan diturunkan tahun ini, terutama biaya yang tidak produktif.

Dengan adanya sistem keuangan digital semua biaya dapat terlihat lebih transparan. Di sana juga ada weekly cash flow dan weekly forecasting. Akan terlihat kapan perusahaan harus bayar dan kapan harus ambil pinjaman. Dari sana akan diketahui mana yang tercapai dan tidak tercapai perihal penganggaran.

Cash flow atau working capital adalah masalah klasiknya BUMN sektor konstruksi. Industri ini memang sangat bergantung pada cash flow. Hutama Karya juga berharap ada beberapa keringanan misalkan soal perpajakan bersama asosiasi kita mengusulkan supaya penurunan PPH 10%. Ini terutama untuk menyiasati in-term short cash flow.

Berita Lainnya