Bisnis Headline

Pura-pura Galak, Eh… Jadi Menteri



single-image
AHY dan SBY (foto liputan6.com)
INDOWORK.ID, JAKARTA: Semenjak persiapan hingga pelaksanaan Pemilu 2024, kita menyaksikan betapa terlalu banyak orang yang balik badan. Tadinya dukung si A kini berbalik dukung B. Yang dulu hina B kini puja A. Semuanya terekspos tanpa risi dan malu. Dengan sejumlah alasan hipokrit bahkan ada yang bilang : saya dukung onoh karena wangsit.
Watdepak.
Semua itu karena duit dan kuasa.
Mana yang lebih kuat.
Kalau influencret, pastinya karena duit. Karena tugasnya sebagai budak, maka mereka ngebacot sesuai arahan majikannya.
Yang merasa lebih jago dan coba sejajar dengan kaki tangan majikannya, maka sang budak langsung dikandangkan dan mulutnya disumpal supaya tidak mbacot di medsos.
Sekarang yang punya kuasa.

MINTA JABATAN

Agus Harimurti Yudhoyono

Tadinya menghina-hina, sekarang memuja-muja. Lihat Agus Harymurti Yudhoyono (AHY) dan bapaknya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tadinya hujat habis Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekarang begitu takzim menghormati Jokowi.

Jadi benar kata seorang sohib saya bahwa dalam politik Indonesia, yang menyalak lebih keras serta kritis biasanya minta jabatan atau sogokan. Jika sudah dapat, maka mereka diam dan berbalik memuji.
Dan itulah yang menyebabkan mengapa politik itu bak narkoba. Yang sekali nyoba akan terus mencoba sampai over dosis. Pingsan. Mati. Terlempar dari gelanggang.
Tapi gak papa. Yang penting sudah punya Alphard dan tanah 1.000 hektare. Jadi kalau mati pun, para politikus itu masih bisa menyisakan tawa. Dari itu, with respect to her, saya berharap ibu Conny Bakrie yang gencar kritik Jokowi tidak seperti itu.
Tapi di satu sisi, meski menghujat Prabowo Subianto, dia ucapkan selamat kepada beliau karena gelar jenderal kehormatan yang disaat bersamaan, dia bilang penyematan gelar itu melanggar aturan.
Was that a clue ? Konon kabarnya, pakar militer itu minta jabatan Wamenham atau Wamenlu di masa pemerintahan pak Prabowo nanti. Selama jabatan itu tidak diberi, dia akan selalu ” bernyanyi”.
Again, mudah-mudahan itu tidak terjadi.
Biarlah yang sekarang terjadi adalah para infuencret yang sibuk cari cantelan karena banyak majikannya sekarang justru merapat ke pihak yang tadinya dihina. Jadi mungkin saja para infuencret itu kembali dapat cuan jika berbalik memuji orang yang selama ini dia maki. Mengikuti jejak AHY dan banyak politikus lainnya.
Dan kita rakyat biasa cuma bisa geleng-geleng kepala menyaksikan ulah mereka sambil merogoh kaleng Khong Guan dalam-dalam untuk cari sisa remahan rengginang.
Dalam pada itu, kita akhirnya sadar bahwa memang benar, dalam politik, tidak ada kawan dan teman abadi, yang abadi dalam kepentingan.
Hingga bisa menerobos apapun termasuk etik dan menginjak banyak “endas” yang kemudian populer dengan makian : etik, endasmu..
Berkaca pada berbaliknya AHY dan rekan-rekan dari menghina hingga memuja bahkan menghamba, saya ingat pernyataan seorang guru panutan saya ketika ditawari jadi caleg yang dijamin langsung jadi.
Kata dia :
Ya Tuhan …
Dosa apa yang hamba perbuat hingga ada seseorang datang dan menawarkan aku untuk jadi caleg…
*) Ditulis oleh Budi Setiawan, Wartawan Senior.

Berita Lainnya