Bisnis Headline

Alasan Kamu Harus Tambah TLKM Ke Portfolio Sekarang



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Minggu terakhir Agustus, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) berada pada harga Rp3.440. Satu tahun yang lalu, kisaran harga TLKM antara Rp2.800 – Rp2.900.

Investor ritel Hasan Zein Mahmud, menerawang dalam horisonnya, TLKM sampai 2022 bisa naik ke Rp4.000-Rp4.500. Naik sekitar 30-50% dalam dua tahun. Keputusan Hasan menjadi seorang investor berdasarkan keyakinannya terhadap prospek perusahaan.

Sekiranya terdapat empat faktor yang mendalami keyakinannya terhadap TLKM. Pertama, dalam situasi komperisi yang neck to neck di sektor telekomunikasi, TLKM jauh berada di depan para kompetitor. Kalau mampu berjalan dengan kecepatan yang sama, kecil kemungkinan TLKM tersusul. Kedua, Pemakain jasa di industri ini, cuma punya satu trend. Naik. Nyaris mustahil menurun.

Ketiga, Dalam skala ekonomis TLKM saat ini, nyaris tertutup kemungkinan rugi. Kecuali salah kelola. Keempat, Salah satu tulang punggung pengembangan ekonomi digital.

Bagi Hasan, fakta masa lalu TLKM memiliki makna sepanjang bisa dimanfaatkan untuk melihat prospek ke depan dengan lebih baik.

Alasan lain Hasan menjadi trader ialah karena masa baktinya sebagai ASN belum memadai untuk memperoleh pensiunan dari negara. Ia mengaku sebagai investor kepala batu. Selama puluhan tahun menjadi akademisi, Hasan menganggap analisis teknikal sebagai “jurus sesat dalam dunia persilatan”. Akibat hal ini, ia enggan belajar chart (TA) dan melihat candle. Enggan menyimak perilaku aneh para pialang dan tidak sudi berkenalan dengan “bandar”

“Akibatnya, jadilah saya sebagai trader impulsif. Saya menyebut kegiatan itu sebagai “ulah copet amatiran”. Agar tidak kelaparan!” tulisnya dalam media sosial (22/8/21).

Untuk mengurangi risiko, Hasan menggunakan strategi yang istilahnya ia pinjam dari seorang teman, yaitu strategi rental. Hasan akan menjual sebagian kecil TLKM bila harganya lumayan naik. Kelak berharap bisa membeli kembali bila harganya mengalami koreksi. Hal ini untuk mempertahankan jumlah lot dalam portfolio, sementara pada saat bersamaan mengantongi spread.

Memang pada kebanyakan transaksi rental itu, askar tak berguna berhasil mengisi dompet untuk membeli bubur ayam atau ketupat sayur di pagi hari dan ngopi di sore hari.

Menurut Hasan, ada dua perubahan dalam portfolionya. Pertama, average cost yang tadinya Rp2.850, kini naik menjadi sekitar Rp3.250. Kedua, jumlah lot ternyata berkurang signifikan. Tinggal 70% dari jumlah awal average cost bagi saya tak memiliki makna. Kalkulasi basi masa lalu. Yang bermakna adalah berapa cuan riil yang anda peroleh ketika melakukan cashing out portfolio.

Tapi turunnya jumlah lot, baginya adalah kegagalan rental. Walaupun sebagian dananya migrasi ke saham lain dalam portfolio.

“Mungkin saya harus belajar TA dan bandarmology untuk membuat jurus rental semakin lihai…..” tutup Hasan.

Baca juga: Persepsi Antara Harga Saham Dan Kinerja Perusahaan, Pilih Mana?

Berita Lainnya