Bisnis Headline

Eskalasi Konflik Timur Tengah: Implikasi bagi Sektor Keuangan Indonesia



single-image
Iran serang Israel

INDOWORK.ID, JAKARTA: Pada 1/4/2024, Israel, via serangan udara, menghancurkan gedung Konsulat Iran yang berdekatan dengan Kedubes Iran di Damaskus, Suriah. Serangan ini menewaskan 16 orang, termasuk seorang komandan senior Pasukan Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Brigjend Mohammad Reza Zahedi, dan 7 perwira IRGC.

Selain itu, lima militan yang didukung Iran, seorang pejuang Hezbollah, seorang penasihat Iran, dan dua warga sipil tewas dalam pengeboman itu.

Pada 10/4/2024, tiga putra dan empat cucu pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, tewas dirudal oleh Israel di Gaza Strip. Ismail mengatakan bahwa anak-anaknya dan cucu-cucunya sedang mengunjungi kerabat mereka untuk merayakan Idul Fitri di kamp pengungsi Shati di utara Gaza ketika mobil mereka menjadi target serangan udara Israel. Meskipun Ismail merespon dengan mengatakan “Allah istirahatkan mereka” di saat merayakan Idul-Fitri 1445H, namun terlihat jelas di wajahnya, Ismail Haniyeh shock dan diam tak banyak berekasi.

Kedua insiden ini memiliki dampak yang signifikan terhadap ketegangan regional maupun hubungan antara Iran, Israel, dan kelompok-kelompok militan di wilayah ini. Iran kemungkinan besar akan melakukan serangan balasan, meski ada kemungkinan serangannya terbatas.

DAMPAK KE INDONESIA

Dampak eskalasi kepada pasar finansial melalui beberapa instrumen finansial di Indonesia saat ini (12 April 2024), antara lain:

Pertama, Emas naik dari USD2100 ke USD2450 (+16%)

Kedua, Minyak naik dari 76 ke USD87 (+14%)

Ketiga, US10Y bond yield dari 4.2% ke 4.5% (+7%)

Keempat, DXY Index naik dari 104 ke 106 (+2%).

Hal ini mengindikasikan flight to safe haven. Risiko makroekonomi Indonesia meningkat.

Pertanyaan berikutnya adalah: Seberapa besar eskalasi konflik bisa berkembang? Peluang untuk deskalasi konflik relatif kecil dalam jangka pendek. Jika konflik meluas ke wilayah Iran, risiko gangguan pasokan minyak meningkat. Israel mungkin akan menyerang sumur minyak Iran. Hal ini akan mengakibatkan gangguan pasokan minyak. Sementara itu, Turki dan Russia sangat mungkin terseret dalam eskalasi konflik.

Dampak utama bagi Indonesia adalah gangguan rantai pasokan melalui Terusan Suez. Produk yang terganggu: Gandum, Minyak, dan komponen produksi dari Eropa (misalnya, mesin). Setidaknya, ongkos kargo akan kembali naik.

RISIKO PASAR MODAL

Risiko-risiko terkait pasar modal yang kemungkinan bisa terjadi antara lain adalah:

Pertama, Gejolak Harga Minyak: Target pertama di kisaran USD98-100/barrel. Target berikutnya di 120-130. Dalam kondisi eskalasi konflik tak teredam, harga 110/barrel dapat menjadi asumsi dasar.

Kedua, Gejolak Harga Komoditas: Emas diperkirakan menguat. Adapun emiten (perusahaan) energi kemungkinan menguat (oil dan gas, batubara kemungkinan lagging). Penguatan metal (nickel) kemungkinan besar akan lebih lambat terkait dengan oversupply.

Ketiga, Terjadi Penguatan USD/Pelemahan Rupiah: Titik kritis di IDR16,500/USD. Pelemahan di atas level ini dapat menurunkan market confidence, karena menjadi rekor terlemah sejak 1998.

Keempat, Indo10Y bond yield: Tekanan capital outflow dapat mendorong pelemahan 10Y yield ke level 7.0%/7.5%.

Kelima, Sentimen kinerja Q1:24 di akhir April 2024: Kinerja sektor perbankan menjadi sangat krusial. Jika kinerja sesuai ekspektasi, maka belum ada katalis positif baru. IHSG tergantung harga saham perbankan (terkait dengan bobot). Saat lain, saat ini sektor telekomunikasi masih menghadapi isu kompetisi dan risiko perlambatan pertumbuhan, sehingga relatif sulit untuk menjadi safe-haven. Sementara itu, pelemahan Rupiah dan kenaikan harga minyak (inflasi) menjadi pemberat untuk sektor konsumen (fokus emiten yang punya revenue USD). Adapun bobot sektor pertambangan (energy: 13.6%) masih kecil untuk menahan indeks secara keseluruhan.

Keenam,  IHSG kemungkinan Selasa (16/4/2024) akan dibuka melemah, merespon tekanan selama libur panjang dan gejolak Timteng. Level 7,000-7,100 menjadi base. Perlu diwaspadai peningkatan tekanan jual saham perbankan yang dapat menekan indeks, mempertimbangkan sebagian saham perbankan sudah mencapai target fair-value disebabkan financial result yang cukup baik.

Ketujuh, Meningkatnya tekanan eksternal ini dapat menurunkan confidence-level investor dan berisiko menjadi vicious-cycle. Dibutuhkan response yang tepat oleh otoritas IDX dan OJK (serta BI) untuk menjaga pelaku pasar tetap optimis. Parameter bear-side yang harus diwaspadai: IHSG <7,000, 10Y yield >7.0%, dan USD/IDR>IDR16,500/USD.

KEBIJAKAN PENTING

Kebijakan penting yang perlu dilakukan adalah pengendalian inflasi dan rencana defisit anggaran ke depan (hal ini terkait dengan kekhawatiran eskalasi defisit fiskal karena ada time-gap keberlanjutan kebijakan fiskal menjelang Pelantikan Presiden terpilih). Apakah Pemerintah bisa memberikan arahan kebijakan energi/harga BBM jangka menengah, sekaligus pengendalian inflasi/supply makanan?

Kebijakan penting lainnya adalah Bank Indonesia dapat memberikan hint/arahan kebijakan suku bunga dan strategi pengendalian nilai tukar/kestabilan moneter kepada pasar (yang sedang butuh confidence expectation/sentiment). BI juga perlu mengamankan/menenangkan pasar, melalui intervensi (kuantitatif) yang lebih kuat serta melakukan komunikasi strategik yang lebih terukur (kualitatif) kepada khususnya pemain-pemain utama, karena BI punya peran signifikan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan (terutama saat Rupiah menghadapi situasi sangat genting seperti saat-saat ini).

BI perlu mengambil langkah-langkah lebih kuat terkait kebijakan moneter yang lebih fokus dan lebih kuat mengendalikan inflasi dan menjaga nilai tukar Rupiah. Intervensi dan Komunikasi Strategik perlu dilakukan lebih strong dan dimonitor 24/7, disertai sterilisasi yang cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mencegah capital outflow sekaligus mengendalikan harga. Komunikasi strategik dengan pelaku pasar besar penting sekali untuk mengamankan pasar dan mencegah spekulasi yang merugikan.

Kerjan sama Regional dan Internasional perlu dikoordinasikan segera dengan inisiatif BI proaktif kepada bank sentral negara-negara tetangga dan (mitra internasional yang berpengaruh, ECB, PBoC, The Fed, dan tetangga: MAS, BNM, RBA, dan RBNZ, serta RBI) untuk mengantisipasi dampak regional dan dampak global dari eskalasi konflik di Timur Tengah saat ini. Di saat yang bersamaan, proteksi terhadap ekonomi UMKM (sesuai peran BI dalam UU PPSK) oleh BI dan OJK sangat perlu ditingkatkan dengan kebijakan-kebijakan nyata yang bisa memitigasi dampak eskalasi inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupiah kepada usaha UMKM. Bismillah, Indonesia bisa.

*) Ditulis oleh Muhamamd Edhie Purnawan, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

 

Berita Lainnya