Bisnis Headline

“Cawe-Cawe” Polisi Pantau Harga Saham



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang berkepanjangan rupanya tak hanya membuat pelaku pasar “mulas”,  namun juga menyebabkan para regulator merasa “gerah”.

Setelah bursa dilanda bearish berhari-hari, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengundang para pelaku pasar untuk mencari solusi bersama mengatasi anjloknya IHSG.

Hari Prabowo

Beberapa kebijakan baru segera diberlakukan OJK, mulai dari penundaan short selling, buyback saham oleh emiten tanpa menunggu persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) terlebih dahulu, sampai rencana membuka kembali kode broker.

Langkah para regulator tergolong wajar. OJK dan BEI berkepentingan secara langsung dengan kondisi pasar, sehingga mereka harus melakukan “sesuatu”.

Tak berhenti sampai di situ, polisi dikabarkan bakal cawe-cawe atau ikut-ikutan menangani anjloknya harga saham dengan cara memantau pergerakan harga saham di bursa.

Rencana aparat kepolisian cawe-cawe terhadap pergerakan harga saham di bursa disampaikan Kasubdit 5 Bareskrim Polri, Kombes M Irwan Susanto pada 5 Maret 2025 dalam acara Bisnis Indonesia Forum (BIF) di Jakarta.

Hal itu mengundang komentar dan pertanyaan berbagai pihak. Seperti apa konkretnya pemantauan saham-saham yang dilakukan Polri?  Apakah harga saham yang turun drastis akan diselidiki?  Siapa saja investor yang melakukan transaksi dan menyebabkan harga turun?

Ada pula yang mempertanyakan narasi bahwa investor asing akan “dijemput”. Istilah “dijemput”  polisi banyak diartikan sebagai “dipanggil polisi” untuk “diperiksa”, bahkan bisa menjadi “tersangka”.

Jadi, harap maklum kalau ada investor yang merasa cemas atau khawatir diperiksa polisi jika melakukan transaksi saham sebelum, ketika, atau setelah terjadi gejolak harga di bursa. Siapa pun yang dipanggil polisi pasti akan merasa ketakutan sekalipun hanya dimintai keterangan.

Diatur UU Pasar Modal

Pertanyaan-pertanyaan tentang pelibatan langsung polisi dalam dinamika harga saham di lantai bursa cukup beralasan, mengingat pengawasan kegiatan pasar modal, sesuai Undang-Undang (UU) tentang Pasar Modal, dilakukan oleh OJK, sedangkan BEI bertindak sebagai pelaksananya.

Lembaga itu juga mengawasi secara langsung setiap transaksi yang terjadi di bursa. Alhasil, setiap ada transaksi yang mencurigakan, mereka bisa meminta keterangan, sampai pemeriksaan para pihak terkait. Bahkan jika terjadi pelanggaran, otoritas bisa mengenakan sanksi berjenjang, dari peringatan, denda, sampai pencabutan izin.

Nah, jika dalam pemeriksaan ditemukan indikasi tindak pidana, kasusnya  baru diserahkan ke lembaga hukum, yaitu Polri, Kejaksaan, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu berlaku dalam penanganan beberapa kasus yang terjadi selama ini, seperti Jiwasraya, Asabri, Taspen, Asuransi Wanaartha, dan lainnya.

Tentu saja polemik yang muncul saat pasar tidak kondusif seperti sekarang bisa kontraproduktif, bahkan dapat memperkeruh suasana. Karena itu, Polri dan otoritas pasar modal perlu memberikan penjelasan lebih konkret kepada publik, khususnya investor saham, agar mereka tidak merasa khawatir, waswas, cemas, apalagi  dicekam ketakutan.

Namun, kita harus tetap berpikiran positif bahwa Polisi bermaksud baik, yaitu berusaha membantu otoritas pasar modal dan otoritas bursa menciptakan pasar saham yang efisien, adil, dan transparan.

Polri juga perlu menjelaskan kepada investor asing agar mereka tetap berinvestasi di Indonesia dengan melakukan pembelian saham maupun obligasi melalui bursa. Para investor harus pula diyakinkan bahwa Polri menjamin keamanan mereka.

Sejatinya, anjloknya IHSG dan mayoritas harga saham di BEI belakangan ini adalah mekanisme pasar yang wajar, antara permintaan dan penawaran, yang dipengaruhi banyak faktor.

Pergerakan harga saham di bursa juga sebagai bentuk “respons” investor dalam menyikapi kebijakan pemerintah suatu negara, atau sebagai wujud “penilaian” investor terhadap kondisi perekonomian dan fundamental perusahaan yang sahamnya akan ditransaksikan.

Dengan demikian, menurut pandangan penulis, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait perlu berintrospeksi dan membuat analisis tentang anjloknya harga saham di bursa domestik, termasuk saham-saham bank BUMN yang punya fundamental sehat.

Memang harus ada yang diperbaiki bersama, bukan menyalahkan pelaku pasar. Apalagi banyak investor saat ini dalam posisi menanggung potensi kerugian yang besar.

Pasar sulit untuk diintervensi hanya dengan menggelontorkan dana. Tindakan tersebut bisa diibaratkan hanya memberikan obat anti-sakit sejenak, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya.

Harus bisa ditemukan akar masalahnya, berani memperbaiki, dan yang terpenting menumbuhkan kembali “kepercayaan” investor, termasuk investor asing yang faktanya masih kita perlukan untuk membawa modalnya ke Indonesia. Kita sedang butuh likuiditas untuk memperkuat perekonomian yang sedang sulit.

Polri dan aparat hukum lain tetap diperlukan untuk bekerja sama dengan OJK, BEI, dan lembaga terkait lain guna menjaga dan menjamin keamanan dan keadilan agar investor tetap nyaman berinvestasi. Bukan malah ketakutan berinvestasi di pasar modal lantaran takut “dijemput” polisi. ***

*) Ditulis oleh Hari Prabowo,Ketua Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal (LP3M) Investa dan pengamat pasar modal

Berita Lainnya