Headline Manufaktur

Produk Sumitomo Construction Machinery Indonesia Mayoritas Ekspor



single-image

INDOWORK.ID, KARAWANG: Strategi marketing yang dilakukan oleh Sumitomo Construction Machinery Indonesia (SCMI) lebih banyak memelihara pelanggan sehingga perlu komunikasi intensif. Strategi pertama adalah tidak mengarah ke seluruh market, tetapi memforkuskan ke titik tertentu.

Selanjutnya dikembangkan ke masing-masing segmen yaitu bidang pertambangan, pertanian maupun kehutanan. Dari situ kemudian fokus dengan mengefektifkan pengggunaan alat berat tersebut dan  diturunkan ke hemat bahan bakar dan memfokuskan ke pasar potensial.

Begitu runut Yasuhiro Akazaki, Presdir SCMI, bercerita mengenai stategi pemasaran yang dilakukan peruashaanya dalam perbincangan pada Senin, 24 Februari 2025 di kantornya yang apik di Kawasan Industri KIIC, Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat.

Bisnisnya bergerak dalam bidang manufaktur dan penjualan hydraulic excavator untuk pasar  lokal dan ekspor ke Amerika Serikat, Afrika Selatan, Oseania, dan Asia ke Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja, dan Filipina.

Karena prestasinya, SCMI meraih sertifikasi ISO 9001 (standar internasional di bidang sistem manajemen mutu) dari SGS pada Agustus 2014, ISO 14001 (standar internasional yang menetapkan pendekatan terstruktur untuk perlindungan lingkungan) pada Juni 2019, dan 45001 (standar internasional untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja) pada Oktober. 2022.

Ia berharap agar proses produksi berjalan lancar, sebaiknya ada lokalisasi iindustri pendukung karena impor dari China dan Thailand masih cukup tinggi. “Ke depan agar lebih banyak pemasok dari Indonesia,” ujarnya.

Sedangkan untuk produk yang berkelanjutan ia berharap mendapatkan mitra pemasok lokal yang bagus dan berkualitas. “Kami selalu mencari pemasok dan mengunjungi yang baru. Selanjutnya menilai mana yang bagus.”

Mengenai prospek industri alat berat di Indonesia, Yasuhiro menjelaskan bahwa Indonesia sangat luas dengan pulau yang terpisah dan sekarang masih fokus di Jawa. “Tentu selanjutnya terus dikembangkan ke pulau-pulau yang lain.”

Keberlanjutan industri alat berat di Indonesia kedepan juga makin prospektif. Dari kondisi bahwa jumlah manusia makin bertambah sehingga memerlukan penyediaan pangan yang terus berkembang, penyediaan infrastruktur dan tranportrasi, ia berharap permintaan akan alat berat ke depan terus naik.

MULAI 2010

Pabrik SCMI berlokasi di Karawang International Industrial City (KLIIC) dimulai pada 2010 dengan modal US$89 miliar dengan kepemilikan Sumitomo Construction Machinery Co. LTD 85% dan Sumitomo Heavy Inudstries LTD 14,38%.

Luas area 14,9 hektare dengan luas bangunan 4,3 hektarek dan mulai beroperasi pada September 2011, Saat ini karyannya mencapai 409 orang yang bekerja di pabrik dengan fasilitas terdiri dari kantor, kantin, pusat olah raga, dan masjid.

Selain di Indonesia, SCMI juga memiliki pabrik di Jepang dan China.

Menurut pandangan Yasuhiro, orang Indonesia pekerja keras sehingga merupakan keuntungan bagi perusahannya. “Kami mendidik mereka di sini melalui training sesuai kebutuhan.”

DIRESMIKAN MENPERIN

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat meresmikan pabrik tersebut pada 15 September 2011 yang dihadiri oleh Duta Besar dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori dan Bupati Karawang Ade Swara serta Presiden SCM Ide.

Seiring dengan berkembangnya usaha, SCMI melakukan pengiriman produk pertama untuk domestik pada 20 Oktober 2011 dan untuk ekspor 10 Maret 2012. Setelah sepuluh tahun, produksi terus meningkat. Pada 19 Januari 2022, SCMI menggelar acara syukuran tembus produk sebanyak 10.000 unit.

Sementara itu, Dani Ramdani, GM SCMI, menjelaskan bahwa proses pembuatan unit alat berat dimulai dari rec inspection kemudian berlanjut ke welding, ut inpenction, machining, blasting, painting, assembly dan final inspection process hingga selanjutnya siap dikirimkan kepada pelanggan.

Fasilitas yang dimiliki oleh SCMI adalah frame welding, machining, attacment welding, dan blast & painting.  Selain itu juga dilengkapi dengan parts painting, assembly line, finishing dan stock yard.

Menurut Dani, masih ada beberapa komponen yang masih impor dari Jepang (engine, hydraulic cmponen seperti cylinder dan valve),  Korea (track), China (udercarriage parts, radiator, cylinder, dan pin TT)  dan India (recoli spring).  Sedangkan produk lokalnya adalah steel plate, hydraulic piping, counterweight dan cylinder.

Saat ini, menurut Dani, produk SCMI–paling besar 35 ton–untuk memenuhi kebutuhan ekspor 55-60%.

Untuk meningkatkan kualitas produknya, SCMI terus mengembangkan SDM. Pengelolannya ada dua cara yaitu mengirimkan langsung ke Jepang sehingga meningkakan skill. Cara yang kedua adalah melakukan pelatihan internal yang digelar secara rutin.

Untuk menjamin kualitas SCMI terus melakukan riset dan pengembangan yang dilakukan di Chiba Factory di Jepang. Begitu pun dalam proses produksi sama dengan proses di Chiba Factory dengan supervisi dari Jepang.

Dani mengeluhkan masalah regulasi saat ini. Kebijakan impoir CBU yang 0%, sementara bea masuk komponen berkisari 15%. “Padahal kami menampung tenaga kerja.”

Ia juga mengeluhkan tentang persaingan dengan produk China yang bermuara kepada regulasi yang dibuat oleh pemerintah.

 

Berita Lainnya