Headline Humaniora

Korupsi Tak Bisa Dihentikan dengan Teriak dari Podium



single-image
Prabowo Subianto

INDOWORK.ID, JAKARTA: Saya copy tulisan Peter F. Gontha, tentang cara penanganan koruptor di Singapura. Lalu saya bandingkan dengan perlakuan kita terhadap maling maling istimewa tersebut di Indonesia.

Apakah Anda tahu hukuman bagi koruptor di Singapura,” tulis Peter F. Gontha. Berikut adalah hukumannya:

  • Disita barang miliknya senilai korupsi.
  • Tak boleh memiliki rekening bank.
  • Tak boleh punya kartu kredit.
  • Tak boleh punya paspor.
  • KTP diberi tanda xxx warna merah.
  • Tak boleh naik kendaraan pribadi.
  • Hanya boleh naik kendaraan umum.
  • Hukuman penjara maksimal 6 bulan.
  • Keluarga harus menanggung asuransi kesehatan.
  • Kalau melanggar salah satu dari poin-poin di atas, masuk tahanan lagi 3 bulan.
  • Tak dihukum lama-lama karena menghabiskan biaya negara.
  • Pendeknya dimiskinkan.

MALING ISTIMEWA

Perlakuan kita terhadap maling maling istimewa tersebut di Indonesia.

– Lebih banyak yang tetap bebas ketimbang yang dijerat hukum.
– Wajib punya dukungan pejabat tinggi. Atau kalau koruptor nya sendiri pejabat tinggi didukung kelompok kroni.
– Berbagi uang korupsi kepada para penegak hukum.
– Bagi yang apes – tertangkap, diadili dan dihukum – bayar upeti berkala ke pejabat /petugas lapas.
– Menyulap sel tahanan menjadi kamar hotel berbintang.
– Menyelenggarakan pesta bonus tahunan (remisi).
– Setelah bebas terbentang karpet merah menuju profesi politisi atau menteri. Karpet merah ke peluang korupsi lagi.
– Wajib sombong. Di sini korupsi itu prestasi.
– Harus lebih pintar melihat peluang korupsi berikutnya.

Maafkan saya Pak Presiden, korupsi di Indonesia tak bisa dihentikan hanya dengan teriak teriak dari podium.

*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id

Berita Lainnya