Headline Humaniora

Boleh jadi, M. Rochjani Soe’oed Menjadi Seorang yang Dirindukan



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA : Boleh jadi, tokoh M. Rochjani Soe’oed akan menjadi salah seorang tetiba dirindukan, ketika cermin kebangsaan kita jatuh dan pecah berkeping, karena kita mengabaikan sejarah. Literatur sejarah tentang peristiwa Sumpah Pemuda 1928 sudah banyak. Tetapi masih sedikit karya yang membahas tentang peranan tokoh Sumpah Pemuda 1928 menjelang, saat hari pelaksanaan, hingga pasca peristiwa tersebut.

Peluncuran buku M. Rochjani Soe’oed dari Betawi untuk Indonesia digelar di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya, 106, Jakarta Pusat, pada Senin, (28 Oktober 2024).

Hadir dalam peluncuran buku tersebut Anggota DPD RI Dailami Firdaus, dan tokoh Betawi Sylviana Murni. “Semua mantan gubernur kami undang, tapi ada yang berhalangan,” kata Lahyanto Nadie, penulis buku tersebut.

Bang Lay, panggilan akrab Lahyanto Nadie, menjelaskan bahwa Gubernur DKI Jakarta (1997-2007) Sutiyoso tak dapat hadir namun memberikan kata sambutan dalam buku tersebut. “Saya mengapresiasi tim penulis yang bukunya dalam genggaman pembaca ini. Tim melakukan, semacam ‘napak tilas’, sosok dan kehidupan Mohamad Rochjani. Pembaca dapat memetik pelajaran dan hikmah dari anak Betawi kelahiran Jakarta 1 November 1906 ini,” kata Sutiyoso.

Sementara itu, Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan ucapan selamat dan sukses atas peluncuran buku ini. “Pak Ahok tak dapat hadir karena masih berada di China,” kata Bang Lay.

ANTROPOLOG DAN BUDAYAWAN

Para pembicara dalam peluncuran buku tersebut adalah antropolog dari Universitas Indonesia Prof. Yasmine Zaki Shahab dan budayawan N. Syamsuddin Ch. Haesy atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bang Sem. Tampil sebagai moderator adalah Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra dan pembahas sejarawan dari Museum Sumpah Pemuda Eko Septian Saputra.

Yasmine mengatakan bahwa selain menelusuri dan mencari informasi sedetil mungkin lantas mengabadikannya menjadi sebuah buku, perlu juga peninggalan Rochjani diabadikan menjadi benda bersejarah. Misalnya, rumah Rochjani di Kepu, Kemayoran, Jakarta Pusat, harus jadi cagar budaya. Pemerintah DK Jakarta perlu segera cepat bergerak menjadikan rumah tersebut menjadi cagar budaya agar tidak punah. Bagi masyarakat Betawi juga harus memahami bahwa ada asset yang terancam. “Orang Betawi berdosa jika asset penting tersebut sampai terjual. Ini penting saya tegaskan agar orang Betawi pada melek.”

Sementara itu, Bang Sem menjelaskan bahwa potret dimensional berbagai aspek dan faktor ketokohan Rochjani Soe’oed dari personalitas dirinya, dimensi lingkungan domestiknya (termasuk ketika kemudian berumah tangga), lingkungan sosialnya sebagai ambtenaar dan aktivis pergerakan pemuda, sangat kaya. Bila hendak dihadirkan pada dimensi kekinian sebagai cermin di tengah kehidupan bangsa yang gamang, tak menentu, ribet, dan dihadapkan dilema kemenduaan, eksistensi dan peran dirinya merupakan cermin jernih. Khasnya dalam menemukan kembali kapasitas diri sebagai pribadi berintegritas kala bangsa ini surplus petinggi dan miskin pemimpin; surplus akademisi dan miskin intelektual; serta kaya politisi dan miskin negarawan.

“Boleh jadi, tokoh Rochjani Soe’oed akan menjadi salah seorang tetiba dirindukan, ketika cermin kebangsaan kita jatuh dan pecah berkeping, karena kita mengabaikan sejarah sejarah,” kata Bang Sem.

Literatur sejarah tentang peristiwa Sumpah Pemuda 1928 sudah banyak. Tetapi masih sedikit karya yang membahas tentang peranan tokoh Sumpah Pemuda 1928 menjelang, saat hari pelaksanaan, hingga pasca peristiwa tersebut.

Buku berjudul M. Rochjani Soe’oed: Dari Betawi untuk Indonesia, termasuk satu dari sedikit karya yang membedah tokoh Sumpah Pemuda 1928. Bagaimana peran Rochjani Soe’oed, seorang pemuda Betawì dari organisasi Pemoeda Kaoem Betawi, berada dalam peristiwa penting gerakan pemuda di era pra kemerdekaan Indonesia kala itu.

Dalam berbagai catatan sejarah tentang Sumpah Pemuda 1928, data tentang sosok Rochjani Soe’oed dan kehidupannya minim sekali. Kendati pun telah dicari dalam berbagai literatur tokoh Betawi. Hasilnya nihil.

Padahal, dia memegang peran penting dalam Sumpah Pemuda 1928, yaitu sebagai sekretaris pembantu V dan salah satu pemimpin rapat di hari kedua Kongres Pemuda II 1928 serta turut menyusun narasi Sumpah Pemuda 1928 yang kita kenal saat ini:
1. Tumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
2. Berbangsa satu, bangsa Indonesia
3. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Penulis buku ini, Lahyanto Nadie dan Zaenal Aripin menemukan data awal sebagai sumber primer penulisan tentang Rochjani Soe’oed dari ‘manuskrip” Jepang, berjudul Orang Indonesia Jang Terkemoeka di Djawa terbitan Gunseikanbu 2604.

Buku ini kendati menulis tentang tokoh Sumpah Pemuda 1928, penulis mendisklaimer sebagai tulisan reportase perjalanan hidup Rochjani Soe’oed.

“Ini bukan buku sejarah, tetapi reportase sejarah hidup tokoh Sumpah Pemuda 1928, khususnya tentang Rochjani Soe’oed,” ujar Bang Lay.

Berita Lainnya