INDOWORK.ID, JAKARTA: Saya tak bisa mengingat berapa kali saya berceloteh tentang saham BRMS. Yang saya ingat, sudah cukup lama berlalu sejak celoteh paling akhir.
Di luar aktivitas rental, hingga saat ini, saya pernah mencatat dua kali hubungan serius dengan BRMS.
(Saya ingin menerangkan istilah rental dalam perspektif saya sendiri. Saya seorang investor yang berorientasi jangka panjang. Tapi karena tidak punya penghasilan apa pun di luar mengolah saham, saya melakukan trading jangka pendek. Jadi saya mengambil keputusan memilih saham berdasar perkiraan saya terhadap prospek perusahaan jangka panjang, menyimpan 70% saham selama periode horizon investasi dan menggunakan 30% untuk rental, membeli dan menjual dalam jangka relatif pendek, mengambil selisih harga untuk bisa bayar makan di angkringan, hh, dan berusaha tetap mempertahankan jumlah lot dalam portfolio)
Hubungan pertama. BRMS merupakan salah satu saham pertama dalam portfolio, ketika saya memulai hadir dengan serius di bursa saham pada April 2017. Masih dalam keadaan rugi. Belum berproduksi. Pendapatan hanya dari jasa pertambangan. Saya beli di sekitar harga gocap. Sekitar 3-4 tahun kemudian saat perusahaan mulai mencatat keuntungan operasi, seluruh saham saya jual pada harga Rp210.
Saya masuk lagi ketika saham BRMS turun di bawah Rp180 dan terus mengakumulasi sampai menyentuh harga terendah di Rp127. Alhasil harga beli rata-rata portfolio saya sekitar Rp160 per saham. Saya melihat prospek loncatan produksi dari pabrik emas 2 di Poboya. Di samping prediksi saya tentang harga emas, seperti saya celotehi beberapa kali sejak dua tahun belakangan.
Minggu lalu, ketika harga saham BRMS meroket naik hingga ke Rp288, seluruh portfolio saya saya jual di harga Rp224. (Naluri greedy saya ngomel karena saya kehilangan opportunity Rp60 per saham).
Prospek BRMS masih bertumpuk di depan. Emas 3 Poboya. Emas 4 Gorontalo. Tembaga Gorontalo. Emas Aceh dan Banten. Seng dan timbal Dairi.
Tapi sebelum saya memutuskan untuk rujuk lagi setelah cerai dua kali, saya berharap manajemen membaca catatan saya di bawah ini, dan menjawab nya kepada publik – terutama investor ritel – dalam bentuk rilis atau dalam forum ekspose publik.
TERGOLONG MAHAL
Seperti beberapa kali saya celotehi, secara fundamental, pada tingkat harga dan kinerja keuangan saat ini, saham BRMS tergolong mahal. Saya membeli karena melihat potensi pertumbuhan revenue yang luar biasa.
Tapi yang tidak mampu saya jawab dengan relatif yakin: mampukah perusahaan beroperasi dengan efisien?
Kalau pendapatan naik tinggi, tapi biaya naik dalam persentase yang lebih tinggi maka net profit margin akan terus menurun.
Dan kalau kondisi demikian berlangsung, maka puncak siklus bisnis BRMS, tidak akan mampu bergerak terlalu jauh.
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowor.id
Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *