INDOWORK.ID, JAKARTA: Pada 22 Juni 1965 kampus Universitas Jakarta di Gang Kenari, Jakarta Pusat, resmi sebagai tempat kuliah. Pada Agustus 1977 semua kegiatan Universitas Jakarta pindah ke gedung bertingkat di kampus Pulo Mas Jakarta Timur hingga sekarang.
***
Orang sering berkata bahwa sejarah merupakan ungkapan kejadian atau peristiwa kemanusiaann di masa lampau. Dari peradaban Barat lah, maka lahir keyakinan bahwa masa lampau manusia itu banyak sekali mengandung arti bagi masa depannya.
Itulah sebabnya mengapa dikatakan bangsa yang berjiwa besar selalu menghargai sejarahnya. Bagi bangsa yang tidak menghargai sejarahnya maka ia akan digilas oleh sejarahnya itu sendiri.
Lihatlah. Sejarah telah mencatat dari salah satu rangkaian kejadian pada masa 1908-1928, 1945-1967 hingga sampai sekarang ini ia bukan lagi menjadi sekedar rangkaian waktu.
Namun ia juga merupakan suatu kenyataan lanjutan dari penerusan cita-citanya perjuangann bangsa Indonesia. Tuntutan tersebut jelas tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Dengan kata lain, antara Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Proklamasi, Pancasila, UUD 1945 dan Pembangunan Nasional, terdapat suatu jalinan yang berkesinambungan. Ia jelas merupakan unkapan yang hakiki dan sejarah kebudayaan manusia Indonesia sejati.
UNIVERSITAS JAKARTA BERDIRI
Pada 22 Juni 1962 bertempat di Jalan Kramat Sentiong Masjid F33 Jakarta Pusat dengan resmi didirikan sebuah perguruan tinggi yang saya beri nama Universitas Jakarta (Unija).
Pada waktu itu banyak orang Betawi bertanya, mengapa harus tanggal 22 Juni itu ditetapkan sebagai hari jadinya Universitas Jakarta? Tidak lain, oleh karena saya ingin mengenang jasa-jasa seorang pejuang kemerdekaan yang bernama Muhammad Napis yang wafat pada 22 Juni 1953.
Pada 1967 Prof. R. Sokamto mengumumkan hasil penelitiannya bahwa pada 22 Juni adalah harinya kota Betawi yang sekarang (1997, ketika artikel ini ditulis) bernama Jakarta Raya. Syukur alhamdulillah bahwa rupanya tanggal dan bulan tersebut ada persamaannya. Padahal jauh sebelum itu sama seiali saya tidak tahu menahu. Mohon dimaklumi bahwa saya ini bukanlah seorang ahli sejarah.
Sejak 1962 hingga 1964 segala perkembangan Unija selalu saya laporkan kepada Kementerian Perguruan Tinggi RI. Di samping itu segala kegiatannya saya muat di surat kabar ibu kota.
Saya sebagai rektor pada saat itu. Fakultas-fakultasnya terdiri dari Fakultas Teknik dengan jurusan Arsitektur. Fakultas Ketataniagaan dan Kenegaraan dengan jurusan Ketataniagaan, Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat dan Fakultas Farmasi.
Tidak sedikit pula bantuan dan petunjuk yang diberikan oleh Prof. Dr. H. Arifin Abdurachman, Prof. Suyudi, Ir. Ceng Siek Gie, Ir. Suwarna Prawirasumantri, Ir. Saad, Ir. Sumadi, Ir. Irawan beserta Ibu Juanda, Ibu Muhammad Yamin, Ibu Amijaya, dan Ibu Sjarief.
UNIVERSITAS MUHAMMAD HURNI THAMRIN?
Di samping itu, ada pula yang menananyakan mengapa tidak diberi nama Universitas Pangeran Jayakarta atau Universitas Husni Thamrin? Bukankah beliau jga adalah pahlawan nasional yang nota bene pahlawannya anak Betawi. Saya katakan tidak demikian halnya. Sebab saya mempunya prinsip sendiri. Saya ingin nama Jakarta ini, nama di mana tempat anak-anak Betawi dilahirkan, lagu Indonesia Raya dikumandangkan, Kebangkitan Nasional Kemerdekaan dicetuskan, Pancasila dan UUD 1945 ditetapkan sehingga berkumandang ke seluruh penjuru dunia.
Kita lihat. Bangsa Belanda di dalam pengembangkan intelektualitasnya dimulai dari Universitas Van Benten. Sesudah itu kita kenal tokoh-tokoh bangsa kita banyak yang lulus keluaran Negeri Belanda maka berkumandanglah kejaan nama Universiteit Leiden.
Inggris kita kenal dengan nama Oxford University. Berkumandanglah kejayaanya karena terkenal dengan intelektual bangsanya. Amerika demikian pula terngan dengan Berkeley University. Berkumandanglah kejayaannya karena terkenal dengan The Guretesmen. Begitu pula Jerman terkenal dengan Hanover University, Jepang terkenal dengan Tokyo University. Arah terkenal dengan Cairo University. Apakah Unija tidak berkumandang dengan kejayaannya.
MEMBENTUK YAYASAN
Pada Oktober 1964, saya dipanggil oleh Kementerian Perguruan Tinggi RI. Di dalam pejelasannya supaya semua perguruan tinggi yang ada di Indonesia, hendaknya supaya mempunyai badan hukum yaitu berbentuk yayasan.
Sehubungan dengan hal terseut, maka pada 5 November 1964, saya undang putra-putri Betawi untuk berkumpul di rumah Gang Sentiong Masjid F33, Jakarta Pusat. Mereka yang hadir adalah Asmawi Manaf, Hoot SH, Dr. Hamami Saaman, Drs. Arif Fadillah, Hidayat, M. Saleh Hamzah, Dasuki Dede, dan Ibu Syod Soleha. Saya menjelaskan kepada mengenai tujuan mendirikan Yayasan Jakarta. Mereka menyambut baik dan dengan suara bulat menyetujui tujuan pertemuan tersebut .
Pada 6 November 1964, di hadapan notaris Soerojo Wongsowidjojo, dengan resmi dibuatlah akte pendirian Yayasan Jakarta. Tidak lama kemudian saya diminta menghadap Gubernur DKI Mayjen TNI Dr. Soemarno Sosroatmodjo.
Dengan rasa teraru bercampur gembira, hari itu saya terima penyerahan pemakaian Gedung Gang Kenari yaitu rumahnya rumah Bang Moh. Husni Thamrin untuk dipergunakan sebagai kampus Univesitas Jakarta.
Pemberian izin tersebut berdasarkan atas permohonan saya 2 bulan sebelumnya. Alhamdulillah tepat sekali pepatah yang mengatakan Pucuk dicinta ulam tiba.
GUDANG ARANG
Namun pada Januari 1965 ternyata gedung tersebut belum juga dikosongkan. Para penghuninya mengharapkan ada biaya ongkos pindah. Seperti diketahui gedung tersebut rusak cukup parah. Di dalamnya digunakan untuk bengkel mobil truk dan gudang arang.
Hanya bagian ruangan muka sebelah kiri saja yang masih agak lebih baik. Sebelumnya bagian itu digunakan untuk tempat kursus pendidikan Kejuruan. Administrasi Masyarakat DKI.
Dengan adanya permintaan para penghuni tersebut, maka saya laporkan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta H. Sapi’ie,dan pejabat lainnya seperti H. Ali Dimung, Chandra Nainggolan dan Rochijat.
Atas saran H. Sapi’ie dan Ali Dimung, persoalan tersebut cukup diatas oleh saya saja. Harapan mereka, jangan sampai dilaporkan kepada gubernur. Akhirnya saya putuskan dengan bermodal menjual moil Dodge-Station dan sepeda motor Ariel, maka alhamdulillah gedung tersebut berhasil dikosongkan.
Dalam proses pengosongan itulah saya berkenalan seorang tua warga Gang Kenari yang bernama Itjang. Gedung tersebut kemudian saya pugar. Dibantu oleh kawan-kawan dan pengurus yayasan dan putra-putri Betawi lainnya.
*) Ditulis oleh Ir. Drs. Mohammad Tasli Napis, SE, MM, PHd., Pendiri Universitas Jakarta pada 15 November 1997.
PWI Kecewa Prabowo Subianto Mangkir di Road to HPN