INDOWORK.ID, JAKARTA: Penandatangan naskah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 M. Rochjani Soe’oed dikenal sebagai sosok yang sederhana. Begitu pun dalam mengurangi biduk rumah tangga bersama sang istri, Aminah. Mereka menjalan kehidupan berkeluarga denan sederhana.
Wen Abdur Rahman, menantu M. Rochjani Soe’oed, bercerita bahwa kehidupan sang mertua memang sangat sederhana. Wen adalah suami dari Rochjani yang bernama
Untuk urusan tempat tinggal, misalnya. Ia tak memiliki rumah pribadi. “Ini bukan rumahnya, melainkan pemberian dari mertuanya,” kata Wen, di rumah peninggalan mertuanya di bilangan Kepu, Jakarta Pusat.
GANTI LANTAI KERAMIK

Kisah kesederhanaan Rochjani juga dituturkan oleh sang cucu, Rully Soe’oed. Suatu ketika ia mengantar sang nenek untuk mengambil uangpensiunan sang kakek.
Ketika kembali ke rumah didapai lantainya sudah berubah karena diganti oleh anak dan cucunya tanoa sepengetauannya. Sang nenek terkejut atas oerubahan itu. “Wah ini bukan rumah saya, karena lantainya beda,” kata sang nenek seperti ditirukan Rully.
Awalnya lantai rumah M. Rochjani Soe’oed memang hanya berupa adukan semen sehingga sang nenek terkejut ketika berganti menjadi keramik.
Bagi Danu Sidharta Soe’oed, cucu lainnya, kesederhanaan sang kakek adalah ketika ia menanyakan tentang penandatangan naska Sumpah Pemuda. Suatu ketika Danu mendapatkan pelajaran di sekolah ketika ia duduk di bangku SMP di Purwokerto.
Ibu guru menjelaskan bahwa salah satu penandatangan naskah sumpah Pemuda adalah M. Rochjani Soe’oed. Ketika ia ke Jakarta untuk menemui sang kakek, Danu bertanya tentang peran kakeknya sebagai penandatangan naskah Sumpah Pemuda.
Rochjani pun tak mau menjelaskannya kepada sang cucu. “Hus, jangan membahas soal itu,” kata Rochjani kepada Danu.
Progres Konstruksi Akses Bandara Kertajati (Paket 1-2) Mencapai 53-56%