Headline Humaniora

Hasyim Ashari, Ukuran Sukses Prilaku Asusila

Share on:

INDOWORK.ID, JAKARTA: Kenapa banyak orang menilai, ukuran sukses itu terletak pada seberapa banyak hartanya, juga seberapa tinggi karir, dan kedudukannya. Baginya itu adalah kepuasan batin dan sebuah kebanggaan diri dan keluarga.

Tapi ketika moralnya merosot, mendapat sanksi hukuman dari Dewan Kehormatan, karena perbuatan asusila yang dilakukan, tak terlihat sedikit pun ekspresi penyesalannya di layar kaca. Biasa-biasa saja, bahkan tanpa beban berat di pundak.

Menghadapi hukuman yang memalukan itu pun, tak membuat dirinya merasa malu dan hina. Apalagi berdosa. Seseorang masih bisa tersenyum lepas, bahkan masih berpeluang mendapatkan jabatan baru yang lebih mentereng. Tak ada efek hukuman yang membuatnya jera. Seedan inikah zaman, atau manusianya yang kian bobrok dan cacat moral?

ISTIDRAJ

Inilah yang disebut istidraj. Memandang kemungkaran sebagai sesuatu yang indah. Menganggap hukuman yang diterima sebagai perkara yang ringan. Di negeri ini, perbuatan asusila yang mencoreng mukanya, tak lantas mematikan karirnya. Malah semakin moncer dan tetap mendapat posisi empuk.

Siapa yang tidak mengelus dada menyaksikan kebejatan ini. Karena orang yang cacat moral masih bisa mendapatkan kepercayaan untuk mengurusi negara.

Bagaimana bisa mengurusi negeri, jika dirinya sendiri tak terurus? Bagaimana bisa mendapat pemimpin yang berintegritas, jika dirinya tak bermoral dan melakukan perbuatan yang tak pantas?

Lagi lagi itu akibat menilai ukuran sukses hanya pada seberapa banyak harta dan seberapa cemerlang karir dan jabatannya. Persetan dengan moral dan akhlak.

PENYESALAN

Manusia pertama yang berbuat dosa adalah Adam Alayhi Salaam. Dia terusir dari surga dan diasingkan Tuhan ke bumi.

Akibat tak mentaati perintah Tuhan agar menjauhi buah terlarang, Adam terpedaya oleh bisikan dan rayuan iblis yang menggoda dan menyesatkan dirinya. Sejak itulah semua anak dan cucu Adam berdosa.

Dalam penyesalannya yang dalam, Adam memohon ampun selama 300 tahun lamanya. Ia betul betul menyesal. Tanpa henti ia menangisi dosanya, bersujud, dan berdoa kepada Tuhannya agar diterima taubatnya.

“Ya Robbana, kami telah berbuat zalim kepada diri kami sendiri. Jika tidak Engkau ampuni dan Engkau kasihi kami, maka jadilah kami orang-orang yang merugi.”

Dalam waktu yang lama, Allah baru menerima taubatnya Adam  tepat di bulan Muharam. Seperti diterangkan dalam sebuah hadits.

Begitu juga dengan kisah Nabi Yunus Alayhi Salaam yang terlempar dari kapal, hingga ditelan ikan Paus dan membawanya ke dasar lautan.

Selama berada di dalam mulut ikan berukuran besar itu, Yunus menyadari kesalahannya, karena lari dari kaumnya yang menolak seruan dakwahnya agar tidak menyembah patung berhala.

Utusan Allah itu telah berdakwah selama 33 tahun dan hanya dua orang saja pengikutnya. Merasa lelah dan frustasi, Yunus as pergi dalam keadaan marah karena tidak tahan dengan olok-olok kaumnya yang membangkang.

MEMOHON AMPUN

Saat berada di dalam perut ikan besar itu, Yunus memohon ampun dan berdoa kepada Tuhannya selama 40 hari.

Dengan rasa penyesalannya yang dalam, ia berdoa tanpa henti, La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minaz-zaalimin. “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”

Taubat dan doa Nabi Yunus as dikabulkan Tuhan juga pada Muharam.

Saya berpesan untuk diri saya sendiri, juga kita semua. Sadarlah dan bertobatlah. Tanamkan rasa malu dan jagalah kehormatan. Berjanjilah untuk menjaga nama baik keluarga, masyarakat dan negeri ini. Juga berjanjilah pada Tuhan agar tak mengulangi kesalahan yang sama.

Setiap anak cucu Adam berdosa, tempatnya salah. Tak ada kata terlambat untuk berbenah dan menata diri. Kembalilah ke jalan yang lurus.

*) Ditulis oleh Adhes Satria Sugestian, wartawan senior.


Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *