INDOWORK.ID, JAKARTA: Kini, di sini, berkembang sarana spekulasi yang saya sebut BER. Bursa Efek Remang-Remang. Keterbukaan transaksi diganti dengan order rahasia (secret quotations).
Disclosures diganti dengan kelambu, dan para investor silakan menerka-nerka apa yang terjadi di balik kelambu. Continuous auction diganti dengan serial dutch auction, yang oleh otoritas dipopulerkan dengan dengan terminologi full call auction (FCA)
Saham-saham yang oleh otoritas diberi notasi X itu – notasi yang “pas” untuk menggambarkan aktivitas di balik kelambu – mayoritas mengalami penurunan harga yang tajam. Mulai banyak yang mendekati harga Rp1. Tak semua saham itu punya kinerja dan prospek buruk, sebagian ada yang hanya karena faktor likuiditas yang tipis.
SAKIT MELILIT
Para sahabat saya – investor ritel – menjerit. Sakit melilit. Bukan saja karena nilai portfolio mereka melorot tajam, tapi bahkan untuk cut loss saja sering terlambat, karena bid-offer yang tak kelihatan dan rentang harga yang sempit.
Yang paling hebat adalah, di tengah lengking jeritan itu, otoritas bersikukuh mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk perlindungan investor. Entah investor yang mana. Atau memang otoritas setuju dengan fatalisme bahwa bentuk puncak perlindungan itu adalah membunuh.
Kebijakan – yang menurut saya tidak bijak – itu, juga membuka jalan tol bagi pemegang saham pengendali untuk ikut aktif membunuh investor ritel Otoritas membuka 11 pintu untuk memperoleh notasi X. Lalu pada harga yang merosot tajam, mereka bisa membeli kembali saham-saham, yang pada IPO telah dijual dengan harga tinggi.
Setelah saham-saham itu mereka kuasai, mereka sambil senyum, berkipas kipas, melenggang ke luar bursa. Delisting plus go private.
Konon kearifan itu memang tak cukup hanya dengan scientific knowledge, dan plausible reasons. Ia juga membutuhkan hati yang bersih dan niat yang tulus.
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.
Industri Otomotif Untuk Negeri, Mengulas Transformasi Dunia Otomotif Nasional