INDOWORK.ID, JAKARTA: Saya sejujurnya, sejak lama, tak seirama dengan gaya kepemimpinan PDI Perjuangan. Arogan, intevensi dan mendikte. Politik dinasti yang kental. Intervensi mulai dari jatah menteri di kabinet hingga menganulir program presiden.
Saya kenal dekat dengan salah seorang petinggi PDIP, yang pada berbagai kesempatan menyatakan kekecewaannya, tentang jatah jabatan itu, dengan ungkapan “partai pengusung dapat jatah pemulung!”
Kalau saya secara imajiner menempatkan diri di posisi Jokowi. Pasti sudah melawan sejak awal awal.
Ungkapan di atas bukan untuk menyatakan sependapat dengan manuver politik akhir jabatan Jokowi. Kesabaran Jokowi harus dipuji dan diapresiasi. Tapi bentuk perlawanan yang ditunjukkan tidak bisa dibenarkan dari moral dan etika apa pun. Membahayakan reformasi. Membahayakan demokrasi. Membahayakan keselamatan bangsa.
Ke depan kita perlu membangun paradigma politik yang lebih positif. Tata-krama politik yang lebih elegan. Intervensi parpol dalam pembentukan kabinet itu, sekadar contoh, tidak sehat dan inkonstitusional. Sekali lagi, tidak sehat dan bertentangan dengan konstitusi
Intervensi mengembangkan budaya dagang sapi dalam alokasi kekuasaan. Pembentukan kabinet itu prerogatif presiden. Hak konstitusi presiden. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas eksekutif dilakukan oleh DPR bukan parpol.
Boleh jadi niat PDIP baik, tapi secara konstitusi, dan etika politik, dalam pengertian saya, keliru!
POLITIK DASAMUKA
Terlepas dari perbedaan pandangan dan pendapat, saya ingin menyatakan respek saya kepada Maruarar Sirait.
Dia datang ke PDI. Mengembalikan KTA. Pamit secara terhormat. Lalu menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto.
Politikus itu Dasamuka. Maksudnya bermuka banyak!
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id
Hasyim Ashari, Ukuran Sukses Prilaku Asusila