INDOWORK.ID, JAKARTA: Sebagai penanggung jawab pelbagai kebijakan yang berpotensi melanggar hukum selama 10 tahun berkuasa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada di ujung tanduk. Ambisi keblinger memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berwujud mimpi pasangan ini menang satu putaran.
Namun, sebulan sebelum hari pencoblosan, elektabilitas Prabowo-Gibran tak kunjjng menyentuh separuh pemilih, tulis opini majalah Tempo, edisi 21 Januari 2024.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa untuk menang satu putaran, kandidat harus mendapatkan suara lebih dari 50 persen plus sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi di lebih dari separuh jumlah pemerintah daerah tingkat I. Dengan demikianm upaya Jokowi. memenangkan Prabowo, setidaknya sampai sigi terakhir, beum membuahkan hasil.
Jika terus tak netral demi memenangkan Prabowo dan anaknya, Jokowi akan menderita dua kerugian.
Pertama, dalam putaran kedua Juni 2024, peroleh suara Prabowo bisa melorot akibat kemarahan publik terhadap ketidaknetralan kepala negara.
Kedua, Jokowi akan dikenang sebagai presiden terburuk setelah Reformasi. Untuk dua hal ini, Jokowi akan terhina sebagai keset sejarah.
RAKYAT YANG MENENTUKAN
Sementara itu, calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan bahwa wacana menganai pemilu menang satu putaran adalah suara elit.
“Rakyatlah yang menetunkan, apakah satu calon dapat berapa persen. Jangan-jangan ini indikasi adanya rekayasa. biarkan rakyat yang menentukan satu putaran atau dua putaran,” kata Anies dalam siaran berita Metro TV, Selasa, 16 Januari 2024.
Waskita Rombak Direksi dan Komisaris, Lanjutkan Transformasi Bisnis