Bisnis Headline

Renungan November: Memelihara Prasangka Baik



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Orang yang thinking out of the box, seringkali juga acting out of the box. Semakin sulit dimengerti ketika orang yang banyak gagasan orisinal, mengeksekusi secara konsisten gagasan gagasannya, cenderung sedikit bicara dan pelit berwacana. Sudah gagasan keluar dari bingkai pakem, aksinya terkesan tidak umum, penjelasannya pun minim kepada masyarakat awam

Tapi organisasi membutuhkan tokoh seperti itu untuk membuat lompatan ke depan. Inovasi dan invensi nyaris selalu terlihat sebagai sesuatu yang asing saat kemunculannya pertama kali. Kelak perjalanan waktu akan menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi.

Dalam alur pemikiran saya, fenomena itu hadir pada sosok Jokowi.

INFRASTRUKTUR DIGEBER

Langkah-langkahnya kadang sulit dipahami oleh seorang yang merasa jenius sekalipun. Dia geber pembangunan infrastruktur. Dalam jangka pendek, boleh jadi, belum terlihat rente ekonomi dari sarana sarana itu. Tapi efek pengganda akan terasa beberapa tahun kemudian, karena tidak ada pembangunan ekonomi tanpa topangan infrastruktur.

Selain itu, banyak daerah yang tadinya teriisolasi kini memperoleh akses, meningkatkan kohesi sosial dan kebersamaan dalam kehidupan bernegara. Papua, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara akan muncul menjadi provinsi-provinsi baru yang setara dengan Jawa. Menarik investasi bisnis, tempat berlangsungnya events internasioanal dan situs kunjungan wisata. Fasilitas umum yang menjadi etalase wajah negara, seperti bandara, pelabuhan dan tampilan daerah perbatasan dia poles. Menaikkan kebanggan menjadi warga Indonesia.

Sektor sektor penting yang tadinya dikuasai asing, dia beli kembali. Butuh banyak uang dan utang. Tapi rasa memiliki dan kedaulatan atas sumber daya alam bersinar kembali. Tentu saja porsi pembagian keuntungan yang lebih besar pula.

TRAGEDI EKONOMI

Dia kebut hilirisasi. Berusaha mengangkat Indonesia dari negara murah yang menjual SDA dengan harga murah, ke posisi tawar yang lebih baik. Kita keruk bauksit kita impor alumina. Kita gali nikel kita beli stainless steel. Kita ekspor kakao dalam bentuk bean maksimal powder atau pasta, dengan harga murah, lalu kita impor cokelat dengan harga tinggi. Kita ekspor robusta dan arabica kita dengan harga diskon beberapa belas ribu per kilo, lalu kita seruput starbuck dengan membayar beberapa puluh ribu per mangkok kecil. Tragedi ekonomi!

Di atas nilai tambah yang diperoleh negara, nilai ekspor dan devisa yang naik, ada daya tarik investasi dan peluang transfer teknologi. Kalau Indonesia mau keluar dari jebakan negara berkembang, kita harus mampu mencatat pertumbuhan minimal 7% selama satu dua dekade ke depan. Dan motor utamanya investasi. Hanya investasi!

Ditentang oleh negara-negara yang selama ini menghisap rente ekonomi dari SDA Indonesia yang murah, Jokowi membuktikan, bahwa untuk negara ini, dia seorang pemberani. Dia ratakan sentra pertumbuhan ke luar Jawa. Dia gali potensi pertumbuhan yang terpendam di sana. Sekaligus pemerataan regional

REPUTASI RONTOK

Meme Jokowi, Gibran, dan Anwar Usman di media sosial

Namun semua prestasi itu, kini, seakan kehilangan nilai. Reputasi itu kini rontok. Manuver politik yang keluar pakem. Out of the box. Terkesan sangat egois, selfish, politik dinasti dan sarat nepotisme hedonisme. Bahkan kali ini, bagi saya, out of common sense.

Dengan modal rasa terimakasih saya sebagai jelata terhadap prestasi yang diukir Jokowi, saya berusaha memahami. Tapi akrobat yang satu ini betul-betul membuat saya gagal faham. Saya harus mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi, kali ini, bukan cuma tidak populer – seperti biasanya – tapi juga tidak patut, tidak pantas, tidak nalar. Dan saya tak mampu melihat manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Trade off risk dan retrurn jomplang. High risk, no return. To much pain without gain. Only guts, without possible glory.

Celoteh ini ingin mengajak para sahabat untuk tetap memelihara prasangka baik. Hanya dari situ harapan tetap disiram tidak mati merana. Sembari berdoa semoga rakyat yang kecewa, seperti saya, tidak ikut kehilangan akal sehat. Sehingga tidak menyulut kerusuhan yang dengan mudah diperalat dan ditunggangi kepentingan asing dan para ekstrimis. Tidak terjadi pemakzulan. Institusi negara dan aparat keamanan tetap fokus pada pengabdian dan keamanan negara. Mencerna perintah hierarki dengan akal sehat dan rasa cinta tanah air.

*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id

Berita Lainnya