Bisnis Headline

Hindari Pemanasan Global Permanen, Buka Lebar Investasi Energi Bersih



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Temperatur bulan September 2023 telah mencapai 1,75° Celsius, menembus batas aman Paris Agreement yaitu 1,5° Celsius.

Mahawan Karuniasa, pakar lingkungan Universitas Indonesia melansir informasi Badan Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO), berdasarkan catatan dari EU’s Copernicus Climate Change Service (C3S). Meskipun untuk rata-rata Januari-September 2023 tercatat 1,4° Celsius di atas level dasar, yaitu temperatur dimasa Revolusi Industri, perkembangan ini mengagetkan dan perlu disikapi dengan sangat serius.

Mahawan mengatakan hal itu dalam seminar Pendanaan Berkelanjutan Untuk Transisi Energi di Kampus UI Salemba, Jumat, 6 Oktober 2023. Seminar diselenggarakan oleh Environment Institute (ENVIRO) bekerjasama dengan Sekolah Ilmu Lingkungan UI, Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) dan Ikatan Alumni Sekolah Ilmu Lingkungan UI (ILUNI SIL UI).

AKIBAT PANDEMI

Seperti diketahui, emisi nasional Indonesia mengalami peningkatan pada 2021 setelah menurun drastis pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 dan terjadinya La Nina pada tahun tersebut. Pada 2021, emisi total Indonesia mencapai 1,14 Gigaton CO2e dengan emisi sektor AFOLU masih bertambah 21 Megaton CO2e menjadi 891 Megaton CO2e.

Dengan adanya El Nino pada 2023 ini dikhawatirkan emisi sektor AFOLU akan mengalami peningkatan jika tidak diimbangi dengan penanaman dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang memadai.

Mahawan menambahkan emisi dari sektor energi juga terus meningkat menjadi 596 Megaton CO2e pada 2021, perlu perhatian pada sumber emisi sektor energi yang akan terus bertambah dan mencapai 58% pada kondisi business as usual pada 2030, karena hasil laporan Global Stock Take UNFCCC pada 2023. Emisi global yang didominasi dari bahan bakar fosil tidak sejalan dengan target 1,5° Celsius Paris Agreement.

Selain itu,  berpotensi pemanasan global menembus 1,5° Celsius secara permanen. Oleh karena itu percepatan transisi energi dengan membuka lebar-lebar keran investasi energi bersih sangat dibutuhkan, kata pra yang menggagas seminar tersebut.

Hadir dalam kesempatan tersebut, Anggota DPR RI Ratna Djuwita menyampaikan strategi penarikan investor ke energi baru terbarukan mendorong kapasitas Pembangkit Listrik berbasis energi baru terbarukan (PLT EBT). Narasumber lainnya adalah Direktur Utama BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) Joko Tri Haryanto, dan  Tri Arko dari Universitas Indonesia.

Para pembicara sepakat pentingnya pendanaan dalam transisi menuju energi bersih di Indonesia serta mengajak semua pihak untuk mendukung pengembangan investasi energi bersih di Indonesia.

 

Berita Lainnya