INDOWORK.ID, JAKARTA: Perkembangan teknologi yang cepat telah mengubah arah dan pola perdagangan dunia. Ditambah dengan terhambatnya perundingan akses pasar di WTO.
Negara maju secara individu maupun berkelompok tengah berusaha keras membuka akses pasar negara berkembang. Sejumlah negara berkembang dirayu untuk membuat pakta perdagangan bebas maupun kemitraan ekonomi yang disebut FTA (Free Trade Agreement) ataupun EPA (Economic Partnership Agreement), dengan imbalan akses pasar melalui mekanisme penurunan bea masuk.
Industri Indonesia masih sangat perlu bea masuk untuk melindungi secara terbatas pasar dalam negeri, agar proses industrialisasi tetap berjalan. Perbedaan daya saing yang mencolok terhadap negara maju merupakan penyebabnya.
Ironisnya, tarif MFN (Most Favoured Nation) untuk Indonesia dari data WTO 2017, tinggal rata-rata 8,8%. Padahal negara besar lain seperti India, Brazil, China, atau Korea Selatan masih jauh lebih tinggi.
India dan Brazil masih di tataran 13,5%, RRT 9,9%, dan Korea Selatan 13%. Bahkan di Asean, Indonesia di bawah Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
AKSES PASAR DI WTO
Hal yang menyedihkan adalah untuk produk pertanian, tarif rata-rata Indonesia tinggal 8,4%, sudah di bawah Uni Eropa 12,8%, Jepang 13,1%, dan Korea Selatan yang masih 56,9%. Tarif rata-rata bea masuk preferensi FTA Asean sudah sedemikian rendahnya, di mana dengan Asean, China, Jepang, dan Korea, tinggal antara 0% hingga 2,6 %.
Apa daya saing kita telah sedemikian tingginya, padahal peringkat Indonesia di Global Competitive Index (2017-2018) hanya di urutan 36 dari 142 negara, di bawah Thailand 32, Malaysia 23, dan Singapura di posisi 3.
Walaupun neraca perdagangan 2020 mengalami surplus sebesar US$21,74 Miliar, tak dapat dipungkiri bahwa pasar Indonesia penuh sesak oleh produk impor. Kalau serbuan produk itu dari kampiun ekspor China yang juga melanda banyak negara anggaplah hal itu sebagai “sudah takdir“.
Tapi serbuan produk ini juga dilakukan oleh negara pemain industri baru Vietnam. Perlu dicatat bahwa Tarif Bea Masuk adalah salah satu tool yang diakui dunia untuk menumbuhkan industri dalam negeri, karena bisa dapat memberikan perlakuan yang “diskriminatif-namun-bermanfaat bagi industri yang baru tumbuh” dari persaingan dengan produk impor.
30-31 Desember Truk Dilarang Masuk Tol, Jalan pun Lancar