INDOWORK.ID, JAKARTA: Nada The Fed terdengar melunak. Dari hawkish tingkat tinggi ke rendah. Atau bahkan dovish. Di belakang menyeringai hantu inflasi. Di depan hantu resesi unjuk gigi. Keduanya perlu digebah.
Di bursa saham, nada lunak itu, sesaat, cukup untuk menutup minggu tanpa awan kelabu. DJIA menutup perdagangan mingguan dengan kenaikan 749 poin (2,47%). Acungan yang sama terjadi di S&P naik 2,37%. Indeks teknologi Nasdaq, naik 2,31%
Di dalam negeri, rupiah melanjutkan pelemahannya, justeru setelah BI menaikkan 7DRR sebesar 50 basis point. Menutup minggu dengan kurs Rp 15.632. Turun tajam 0,40%. “Makin tercekik” dalam bahasa Rocky Gerung.
Tapi investor tidak lari, Pak Rocky. Bursa Efek Indonesia nampaknya tak terlalu terganggu dengan pelemahan rupiah. Dua hari terkahir, minggu lalu, IHSG membuat loncatan signifikan. Naik 1,75% pada hari Kamis, lanjut naik lagi 0,53% pada Jumat. Menutup minggu dengan kembali ke angka di atas 700.
INVESTOR ASING BERSEMANGAT
Investor asing pun, nampak cukup bersemangat. Maklum, Indonesia tidak masuk dalam daftar 31 negara, yang oleh IMF WOE diramalkan akan mengalami resesi 2023. Tercatat net buy lebih dari Rp1 triliun, pada hari Jumat.
Kembali ke the Fed. Cerita duka nampaknya belum akan berakhir. Perkiraan saya The Fed akan menurunkan tingkat kenaikan FFR. Boleh jadi juga menghentikan kenaikan sementara. Tapi nampaknya belum ada peluang menurunkan.
Statitik memperlihatkan bahwa bullish bursa saham terjadi beberapa saat setelah penurunan tingkat bunga. Kenaikan lebih tinggi terjadi beberapa kuartal menyusul quantitative easing.
Siapkan peluru. Jemput cuan.
Ada peluang tularan eforia masih menari di Senin besok.
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id
Waskita Sukses Divestasi Ruas Tol Medan–Kualanamu–Tebing Tinggi