Bintang Puspayoga, Nurul Arifin, dan Sylviana Murni: Pergulatan Perempuan di Parlemen

INDOWORK.ID, JAKARTA: Tiga perempuan hebat yaitu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Nurul Arifin, dan Sylviana Murni akan membahas pergulatan peremuan menembus parlemen. Mereka akan berdiskusi dalam webinar bertema Meningkatkan Kuota Suara Perempuan di Parlemen.

Lembaga Pers Dr. Soetomon (LPDS) menggandeng Bank Rakyat Indonesia Tbk. menggelar webinar itu pada Sabtu, 23 Juli 2022. “Ini dalam rangaian ulang tahun ke-34 LPDS,” kata Indria Prawitasari, Manager Program lembaga pers tersebut.

Webinar yang dipandu oleh wartawan senior Lahyanto Nadie itu akan berlangsung selama 2 jam dari pukul 13.00 hingga 15.00 WIB.

PERTAMA DARI BALI

Bintang Puspayoga (foto wikipedia)

Pembicara pertama adalah I Gusti Ayu Bintang Darmawati juga dikenal sebagai Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju. Ia adalah istri dari Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.

Bintang Puspayoga adalah wanita Bali pertama yang terpilih sebagai menteri.

Perempuan kelahiran  24 November 1968 di Denpasar ini adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Ngurah Rai.

DARI ARTIS KE SENAYAN

Nurul Arifin

Sedangkan Nurul Arifin adalah adalah seorang aktivis, pemeran, dan politikus keturunan Belanda dan Sunda. Sebelum berkarier di dunia politik, ia dikenal sebagai seorang pemeran film.

Artis kelahiran 18 Juli 1966 di Bandung ini adalah istri dari wartawan senior Mayong Suryo Laksono. Mereka menikah pada 1991 dan dikaruani dua anak yaitu Maura Magnalia Madyarti (mendiang) dan Melkior Mirari Manusaktri.

Nurul aktif di politik setelah menjadi kader Partai Golongan Karya. Anak dari Anne Marie dan Mohammad Yusuf Arifin ini pernah meraih penghargaan dalam Festival Film Bandung untuk pemeran utama wanita terpuji film bioskop.

NONE JAKARTA JADI PROFESOR

Sylviana Murni

Pembicara kunci yaitu Sylviana Murni merupakan gadis Betawi yang memulai karir sebagai None Jakarta pada 1982. Kini perempuan bergelar profesor dari Universitas Negeri Jakarta itu adalah Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Jakarta. Sylvi berkarir sebagai birokrat di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta. Ia menjabat sebagai Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta pada tahun 2015 sampai 2016 dan juga pernah menjadi Wali Kota Jakarta Pusat periode 2008-2010.

Perempuan kelahiran Jakarta, 11 Oktober 1958, menikah dengan pria Bali bernama Gde Sardjana pada 1983 dan dikarunia dua anak yaitu Monica Andalusia dan Shandy Aditya. Anak dari HD Moerdjani dan Ni’mah ini pernah menjadi kader Partai Demokrat dan menjadi calon wakil gubernur pada Pilkada DKI pada 2014.

Webinar akan dipandu oleh Lahyanto Nadie yang kini aktif sebagai penguji kompetensi wartawan di LPDS. Lahyanto juga banyak menulis buku a.l. Grow Fast Grow Fair, Signature of The Nation, Media Massa dan Pasar Modal, Nasionalisme Sang Penyiar, Anak Betawi Puncak Telkom Landmark Tower, Dedengkot Betawi serta beberapa buku korporasi dan biografi. Dalam 5 tahun terakhir ia menerbitkan sedikitnya 22 buku melalui penerbit Pustaka Kaji.

 

 

Dokter Simon: Nggak Perlu Ganteng, yang Penting Kenceng

INDOOWORK.ID, JAKARTA: Untuk keempat kalinya saya berjumpa dengan Dokter Samuel L. Simon SpKK. Dokter ganteng, ahli kulit, pengelola dokterkulitku.com, konsultan Dokter Kepresidenen RSPAD, yang ramah, tapi suka ngomel, enteng menyerapah selain banyak canda.

Saya sungguh menyesal terlambat kenal dokter baik hati dan kocak ini.

Seandainya berteman di tahun 1980-90-an sungguh mengasyikkan. Ada dokter rujukan buat teman-teman petualang yang bandel dan semrawut.

Masa itu, teman-teman sesama jurnalis malam yang “gagah berani” bertualang hanya bermodal ‘Super Tetra’ dan ‘Penisilin’. Akibatnya, sering gatal-gatal hebat. Meriang. Panas dingin. Kalau kencing tubuhnya gemetar. Seperti ada yang terbakar. Perih!

“Kepatil..” istilah gaulnya. Untung ada dokter Mun’im Idries (alm) di RSCM yang akrab dengan wartawan, pakar forensik, tumpuhan wartawan kalau lagi bermasalah, paham dan maklum kelakuan teman serta baik hati. Siap sedia menolong.

MALAS PAKAI KONDOM

Akh, seandainya masa itu ada dokter Samuel.

“Orang kita paling males pakai kondom. Waktu ambil spesialisasi kulit, dulu saya riset AIDS ke lokalisasi juga. Kata perempuan di sana, tamu-tamunya susah disuruh pakai kondom. Ya, gitu itu jadinya, ” kenang lulusan dokter umum (Arzt) dari Berlin, Jerman, yang mengambil spesialisasi kulit di Universitas Diponegoro, Semarang, ini.

“Orang bule lebih menghargai keamanan diri dan orang lain, orang kita malah nggak,” kata dokter yang sempat tinggal di Kanada ini. Di sini, penjualan kondom dibatasi dan diumpetin, karena dianggap tabu. Akibatnya malah penyakit kelamin merajalela.

Kini urusan gatal-gatal pria nakal ditangani dokter umum. Di dokter spesialis kulit, pasien minta perawatan agar tidak jerawatan, kulit cepat tua, keriput, dan glowing. Berkilau.

Sebagai spesialis, dokter Simon punya keahlian menghilangkan kerut, bercak-bercak/flek hitam, dan pembuluh darah pada wajah, tumor, dan pengobatan bopeng bekas jerawat.

LOGAT BETAWI

“Muka glowing bisa karena kosmetik,“ kata dokter kulit yang fasih berbahasa Jerman, Inggris, dan Jawa, tapi dalam obrolan intim banyak gunakan logat Betawi ini.

Menurutnya, kosmetik berlebihan bisa menutupi pori pori kulit. Akibatnya minyak tidak keluar. Terus jadi komedo, nah itu bakal jerawat. Itu salah satu sebabnya.

Penanganannya, selain pakai krim juga perawatan yang mengandung tabir surya (sun screen), supaya tidak kena sinar matahari. Makanan sehat, cukup sayur buah. Kurangi konsumsi garam dan gula. Selanjutnya olahraga dan istirahat. “Yang utama pikiran positif, tidur nyenyak. Supaya begitu bangun wajah semringah, “ katanya.

Dokter Simon menangguk untung dari kegemaran wanita yang hobi make up berlebihan. Sebab, ujungnya jadi jerawatan dan kulitnya bermasalah, dan mereka mendatangi klinik praktiknya.

Tapi dia pun menyesali, mengapa industri kecantikan banyak memasarkan yang mendorong pemakai produk mereka jerawatan. Para ahli kulit sudah mengingatkan. Tapi industri komestik tetap membanjiri pasar dengan aneka produk barunya.

BANYAK PASIEN

Tak seperti dokter lazimnya, dia tidak pakai baju dokter, tidak pakai stateskop dan tidak melayani orang sakit. Catat, ya: dokter spesialis kulit di masa kini adalah dokter yang tidak melayani orang sakit!

Nyaris 90 persen pasiennya perempuan, dan mereka yang datang hanya membawa masalah jerawat, dan mencegah penuaan dini. Perawatan! Sesekali ada yang kena eksim atau alergi. Selebihnya ingin punya kulit kinclong. Glowing!

“Tahu gak ? Dulu dokter kulit dihina-hina. Kasta rendah, dijuluki ‘tentara salep’.

Soalnya ngobati pasiennya banyak pakai salep,” curhatnya.

Dahulu, dokter bergengsi dan kasta tinggi adalah Spesialis Bedah dan Ginekologi (kebidanan), Internist (Penyakit Dalam), dan Dokter Anak, ujarnya. Dokter Kulit dan Kelamin ada di pilihan terbawah.

“Lihat dah sekarang, keadaan terbalik,” tambah Simon.

Selain punya klinik sendiri, dokter spesialis kulit yang mengikuti training dermatologi dan estetika di Paris, Las Vegas, Monte Carlo, Korea, dan Jerman, ini masih menjalankan tugas negara di RSPAD.

Dokter Simon juga mendalami Dermatologi Estetika antara lain skleroterapi untuk menghilangkan varises.

Pasiennya banyak dan dia sejahtera. Empat kali main ke kliniknya, empat mobil berbeda yang dikemudikannya. Ada sedan Mercy hitam, kedua pakai SUV mewah, dan kemarin diantar pulang pakai mobil sport warna kuning.

Saya tanyakan tren artis Korea yang lagi booming, jadi idola baru di sini, dan menimbulkan gelombang operasi wanita kita ke sana.

Operasi bagus itu bukan karena negaranya, tapi tergantung dokter yang nangani. Di Korea, operasi yang gagal, yang hasilnya jelek, juga banyak. Di Indonesia yang bagus banyak. Tergantung sama dokternya, bukan sama negaranya. “Korea, Thailand, dan Indonesia, sama saja, “ katanya.

Ikhwal wajah yang berubah drastis, alumni Fakultas Kedokteran Freie Universitaet Berlin, Jerman, ini punya anekdot. Dia sekarang gemar meledek koleganya sesama dokter dari bedah plastik, yang “kalah set” dibanding make up artis.

“Saya benar-benar kagum sama make up artis yang bisa membuat wanita berubah total. Saya bilang sama dokter operasi, ‘lu ngaku kalah aja dah sama dia’!” ledeknya kepada dokter bedah wajah.

“Dokter bedah plastik sekarang jangan belagu! Mereka harus ngaku kalah sama make up artis. Musti banyak belajar sama make up artis, “ tegasnya.

“Lu gagal operasi, muka orang jadi rusak, dah. Nah ‘make up artist’, gagal make up tinggal hapus aja. Make up lagi, “ katanya sembari terkekeh, mengenangkan obrolan dengan rekannya yang biasa bedah plastik.

Di usia 71 tahun, dokter kelahiran Jakarta 31 Januari 1951 ini hidup nyantai. Sekurangnya setahun sekali – rutin, selama 20 tahun terakhir – dia jalan bersama rekan sesama dokter ke luar negeri, untuk main tenis. Itu di luar kegiatan wisata bareng keluarga. Hobinya main tennis sejak dulu kala. Bahkan sempat jadi atletnya. Ikut kompetisi.

PASANGAN YUSTEDJO TARIK

Berpasangan main dengan Yustedjo Tarik, petenis nasional kondang dan tempermental. Kelihatannya ada menular juga. Gampang naik darah dan menyerapah. “Kami udah 40 tahun main tenis terus, belum ada yang mati, “ ujarnya bangga.

Banyak yang menjelang 70 tahun sudah jadi jompo. Mengalami degeneratif. Dulunya sibuk cari duit tapi nggak menikmati, katanya.

“Hidup musti dinikmati. Cari duit terus kapan menikmatinya? Di kuburan memangnya bawa apa? Yang kita uber di dunia emang dibawa?” katanya.

Soal kegantengannya di usia 71, kakek bahagia yang tinggal serumah dengan empat cucunya ini, berkelit.

“Kalau udah tua gak penting ganteng! Yang penting kenceng! Ya nggak Mbak? “ kata si Mbak Waiter di cafe ‘QQ’ yang memotret kami berdua.

Si mbak manggut manggut sambil klik klik memotret kami, duo gaek yang adu kenceng. *

Ditulis oleh Dimas Supriyato, Founder Jakarta Weltevreden.

Mencermati Makna Pelukan Fadhil Imran dan Ferdy Sambo

INDOWORK.ID, JAKARTA:  Aspek psikologis ketika Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Pol. Ferdy Sambo menangis dalam pelukan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Fadhil Imran menjadi sorotan.

Sebagai seorang jenderal yang biasa menangani persoalan kriminal, ia begitu sedih. Apakah sedih lantaran kehilangan anak buah? Atau kesedihan lain karena istrinya akan dilecehkan?

Sejak pekan lalu, pelukan kakakk-adik itu terlihat dalam video yang kini beredar di sosial media.

MENCIUM KENING

Ferdy Sambo dan Putri
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi (foto INSulteng.com)

Dalam video berdurasi 24 detik itu, tampak Fadil Imran memeluk dan mencium kening Ferdy Sambo. Sang Kadiv Propam yang sedang menghadapi kasus penembakan anak buah di rumahnya itu pun terlihat memerah. Ia juga menangis di pelukan Fadil Imran.

Peristiwa yang diduga terjadi di ruang kerja Ferdy Sambo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Rabu, 13 Juli 2022.

Fadil Imran pun mengatakan bahwa ia memberikan dukungan kepada Ferdy Sambo yang sudah seperti saudara sendiri.

“Saya memberikan support pada adik saya Sambo, agar tegar menghadapi cobaan ini,” kata Fadil kepada wartawan, Kamis 14 Juli 2022.

ADIK ANGKATAN

Ferdy Sambo merupakan lulusan Akademi Kepolisian Angkatan 1994 dan adik angkatan dari Fadil yang lulusan Akpol 1991.

Seperti diketahui Ferdy Sambo tengah menghadapi kasus yang terjadi di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022. Polisi menyatakan Bharada E menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Namun publik curiga atas keterangan polisi tersebut.

Dalam diskusi para wartawan senior di Gedung Dewan Pers terungkap bahwa kesedihan Sambo merupakan ungkapan perasaan sedih yang sangat dalam atau penyesalan. “Jadi kemungkinan  pelakunya adalah Sambo sendiri,” kata wartawan senior dari majalah berita mingguan.

Namun wartawan lain yang ahli dalam liputan investigasi menyatakan bahwa pelaku penembakan salah menerjemahkan perintah. Mungkin perintahnya adalah untuk memberikan peringatan tetapi eksekutornya kebablasan hingga menembak korban J.

FERDY NONAKTIF

Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (foto wikipedia)

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutuskan untuk menonaktifkan Ferdy Sambo. Hal tersebut dilakukan demi membuat proses penyidikan menjadi semakin terang.

“Malam ini kami putuskan untuk Irjen Pol Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan. Jabatan diserahkan ke Pak Wakapolri,” ujar Sigit dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Komnas HAM dan Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sebelumnya mendesak agar Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Propam Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) dinonaktifkan.

Dorongan itu disampaikan Kamaruddin Simanjuntak, pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J. Ia mendapat pesan itu dari keluarga Brigadir J langsung.

Ia memohon dengan sangat kepada Presiden RI Joko Wiidodo selaku kepala negara dan kepala pemerintahan supaya memberi atensi dalam kasus ini. Begitu pun Komisi III DPR RI selaku wakil rakyat, termasuk kepada Kapolri. ”Supaya menonaktifkan Kadiv Propam Polri atas nama Ferdy Sambo,” ujar Kamaruddin saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, 18 Juli 2022.

Keluarga J juga meminta agar menonaktifkan Karo Paminal atas nama Brigjen Hendra. “Yang ketiga menonaktifkan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi,” lajutnya.

Kamaruddin menjelaskan ketiganya perlu dinonaktifkan agar penanganan perkara ini bisa ditangani secara objektif.

Kapolri mengaku akan terbuka terhadap setiap masukan terkait penanganan kasus tewasnya Brigadir J.  “Pak Kapolri mengingatkan ini selalu terbuka apa yang menjadi aspirasi semua pihak nantinya akan ada pertimbangan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/7/2022).

PENGGANTI SAMBO

Hendro Pandowo (Foto Utara Times Pikiran Rakyat)

Kasus polisi menembak polisi makin menarik karena banyak jenderal yang antre untuk menggantikan Ferdy. Dalam diskusi para wartawan senior di Kawasan Jakarta Weltevreden, Pasar Baru, pembahasan lebih cenderung kepada persaingan antarperwira untuk mengisi kursi Kadiv Propam  yang kosong.

Nama Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Hendro Pandowo, diisukan akan menjadi pengganti Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam. Hendro Pandowo (lahir 12 Januari 1969) adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak 3 Maret 2020 menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

Hendro, lulusan Akpol 1991 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Jabatan terakhir jenderal bintang satu ini ini adalah Karoprovos Divpropam Polri. Hendro adalah lulusan Akabri 1991 dan PTIK 1998. Ia kemudian mengikuti pendidikan Sespim pada 2007 dan Lemhanas 2016.

Mantan Kapolsek Ciracas Polres Jaktim itu pernah menjadi Kapolres di Bandung dan Direktur Reskrimum Polda Sumbar. Setelah menjadi Kapolres Jakarta Pusat pada 2014, ia terus mengalami promosi hingga menjadi Wakapolda Metro Jaya.

Hendro makin dikenal publik ketika menangani bom Sarinah Thamrin pada 2016.

SELAMATKAN INSTITUSI

Ito Sumardi
Ito Sumardi (foto wikipedia)

Ito Sumardi, yang pernah menjadi Kabareskrim menilai hal terpenting adalah menyelamatkan institusi Polri. Ia mencermat senjata yang digunakan oleh pelaku penembakan.

Secara umum ada kepangkatan tamtama, bintara, dan perwira. “Jika untuk operasional perorangan senjata genggam jenis Glock ini untuk tingkatan perwira atau bintara,” kata Ito di  TV One, Jumat, 15 Juli 2022.

Namun demikian, dari pengalamannya saat masih berdinas di Polri, Ito memiliki tim pengamanan dari Densus maupun Brimob, walaupun mereka dari Tamtama tapi karena kebutuhan operasional maka mereka diberikan senjata jenis Glock.

“Kegunaan senjata itu adalah lebih canggih dari senjata lain. Contohnya yang digunakan almarhum Brigadir J itu HS ya buatan Ceko,” ujarnya

Mantan Dubes Myanmar itu menegaskan tidak ada harga mati bahwa penggunaan senjata Glock 17 hanya boleh digunakan oleh perwira atau bintara. Karena penggunaan senjata tersebut tergantung kebutuhan. Bila senjata untuk pengawal maka dari tingkatan tamtama.

Dia menambahkan yang paling penting sekarang adalah menyelidiki lebih jauh apakah senjata tersebut benar izin operasionalnnya diberikan kepada Bharada E atau tidak. “Apakah surat-suratnya ditujukan kepada pemegang senjata itu atau tidak?”

Sebelumnya muncul polemik tentang senjata Glock 17 yang tidak umum digunakan oleh Bharada E yang seorang Tamtama. Sementara Brigadir S juga ajudan menggunakan senjata jenis HS 16.

Kini setelah Sambo telah dinonaktifkan, analisis mengenai sikapnya yang memeluk Fadhil sesuai pandangan para psikolog, tampak ada rasa penyesalan yang mendalam. Bagaimana kisah selanjutnya?

 

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dan Perlindungan Kemerdekaan Pers

INDOWORK.ID, JAKARTA: Belum seumur jagung masa jabatan Prof Azyumardi Azra di Dewan Pers (dikukuhkan 18 Mei 2022). Tapi,cendekiawan  muslim itu sudah langsung on  menghadapi ancaman kemerdekaan pers dari dua arah sekaligus: internal maupun eksternal.

Dari internal, salah satu datang dari sekelompok wartawan  yang menggugat  Dewan Pers karena meratifikasi perusahaan pers dan menetapkan kompetensi wartawan. Penggugat tampaknya tidak paham. Dua hal itu merupakan kehendak masyarakat  pers yang dideklarasikan pada Hari Pers Nasional (HPN) di Palembang 2010. Dalam konteks ini, Dewan Pers hanya memberikan legalitas formal sesuai fungsinya.

Sedangkan ancaman yang bersifat  eksternal  datang dari pemerintah dan parlemen yang saat ini membahas Rancangan UU KUHP yang baru. Beberapa pasal dalam RUU KUHP itu dinilai mereduksi hak-hak pers yang sebelumnya diatur dalam UU Pers 40/1999.

Hari- hari ini Prof Azyumardi disibukkan  wawancara dan  berdebat di televisi, seperti yang kita saksikan Sabtu (16/7) di CNN dan Minggu (17/7) pagi di MetroTV.

KRIMINALISASI PERS

Dewan Pers menyoroti revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis. Karya jurnalistik berpotensi dipidanakan jika draft RUU KUHP terbaru disahkan.

Padahal permasalahan terkait karya jurnalistik seharusnya diselesaikan terlebih dahulu melalui prosedur dan mekanisme yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Azyumardi Azra menilai delapan usulan Dewan Pers dalam draft final RUU KUHP diabaikan begitu saja. Tindakan tersebut dianggap Azra tak mencerminkan adanya meaningful participation atau partisipasi yang dilakukan secara bermakna.

“Pengambilan keputusan penetapan RUU KUHP menjadi undang-undang, hendaknya terlebih dahulu mendengar pendapat publik secara luas,” Azyumardi dalam keterangan resmi pada Jumat, 15 Juli 2022.

Dewan Pers mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghapus beberapa pasal yang ada. Alasannya, sejumlah pasal dianggap karet atau tak jelas maknanya serta tumpang tindih dengan undang-undang yang telah ada.

Beberapa pasal yang dinilai karet adalah Pasal 240 dan 241 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah serta Pasal 246 dan 248 tentang Penghasutan untuk Melawan Penguasa Umum.

TIDAK PERNAH MERDEKA

Azyumardi Azra

Berkaca pada sejarah, sejak Proklamasi RI, kemerdekaan pers sebenarnya tidak pernah terbebas dari ancaman. Rezim pemerintahan Presiden RI pertama Bung Karno dan Presiden RI kedua Pak Harto yang lebih setengah abad memerintah adalah  masa  paling suram  dalam kehidupan pers nasional. Dua rezim itu memberangus surat kabar dan memenjarakan wartawan tanpa proses pengadilan.

Ketika duduk sebagai  Ketua Pembelaan Wartawan di PWI Jaya dan di PWI Pusat saya membuat kategorisasi ancaman pers. Ancaman itu sebagai berikut.

  1. Ancaman penguasa/pemerintah
  2. Ancaman dari preman dan tukang pukul
  3. Ancaman pemilik modal
  4. Ancaman profesi.

Pada masa Orde Lama dan Orde Baru ancaman didominasi oleh pemerintah.  Saya menjadi pengurus PWI di dua rezim: Orde Baru dan Masa Reformasi.

Di masa Orde Baru sumber hukum pers adalah UU No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966. Namun UU itu dengan mudah dikooptasi penguasa lewat Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Penerangan.  Melalui dua perangkat peraturan itu pemerintah betul- betul berlaku seperti ” Tuhan” menentukan nasib media pers dan wartawan di masa itu.

Sampai kemudian gerakan reformasi di berbagai bidang  terjadi tahun 1998. Yang mengakhiri pemerintahan Orde Baru, sekaligus penderitaan pers Indonesia. Lahirlah  UU Pers No 40 /1999 sebagai anak kandung  reformasi. Karena merupakan  perwujudan kehendak bangsa untuk mengawal kemerdekaan pers, insan pers pun seperti menemukan oase di tengah padang pasir. Saya mencatat ancaman terhadap pers mengalami pergeseran, tinggal berikut ini:

  1. Ancaman dari preman dan tukang pukul
  2. Ancaman pemilik modal
  3. Ancaman profesi.

Pada awal reformasi aksi preman dan ormas bersimaharajalela  menggeruduk kantor media pers. Aksi pemerintah tiada lagi, entah melalui jalan “belakang”.  Roh UU Pers 40/1999 memang menutup akses langsung bagi pemerintah untuk campur tangan mengatur kehidupan pers.

Namun, siapa menyangka bulan madu kemerdekaan pers Indonesia hanya berlangsung singkat. Secara formal Pemerintah memang tampak tidak campur tangan lagi secara langsung. Tetapi  melalui cabang kekuasaan yang lain, pemerintah dan parlemen terus memproduksi jerat hukum  yang mengancam kemerdekaan pers.  UU ITE, salah satunya.  Sekarang  menyusul  RUU KUHP yang sedang digodog di parlemen yang membuat Prof Azyumardi harus terjaga siang malam.

Tanpa ancaman jerat hukum itu saja pun pers sekarang sudah seperti kehabisan nafas menghadapi pemilik modal yang amat dominan mengancam keberlangsungan fungsinya. Tidak ada halangan bagi mereka (pemilik media) kapan  saja mau memberhentikan pemimpin redaksi atau penangggung jawab redaksi yang tidak menguntungkan korporasinya maupun kolaborasinya dengan pemerintah.

Bukan cerita isapan jempol, tengah malam bos terganggu, tidak enak hati, dia  bisa memberhentikan penanggung jawab media sebelum ayam berkokok, esok paginya. Dari aspek  ini berbanding  terbalik dengan di masa Orde Baru, yang untuk mengangkat dan memberhentikan pemimpin redaksi bisa menelan waktu bertahun-tahun mengurusnya.

Kini, pemilik  modal menempati urutan pertama sebagai ancaman kemerdekaan pers. Peringkat kedua, ancaman profesi, dari kalangan wartawan sendiri.  Ketiga, ancaman ormas maupun preman yang mulai mengendur.

Saya kira dibandingkan perjuangan melawan penguasa dan preman, Prof Azyumardi akan menghadapi perkara rumit dalam mengatasi ancaman profesi ini. Ancaman itu banyak bersumber  karena kekurangpahaman; karena sikap mental petualang, dan mental mengejar  keuntungan sendiri. Golongan terakhir ini bisa jadi berpengetahuan cukup, mengerti dan memahami peraturan perundang-undangan, namun pengetahuannya  dimanfaatkan untuk mencari celah demi kepentingan dan keuntungan golongannya sendiri.

Golongan ini  menyebar di  institusi resmi pers dan media, yang sering lancang  menafsir-nafsir aturan untuk jadi  “tambangnya.”. Yang dalam prakteknya mencatut atas nama rakyat untuk mengebiri pers.

Saya mencatat pada 2017 muncul dengan produknya berupa larangan kepada  wartawan meliput aksi 212 serta menyiarkan secara langsung sidang putusan Basuki Tjahaja Purnama di Pengadilan. Padahal, setelah reformasi segala larangan yang membatasi aktivitas publik sah jika diputuskan pengadilan.

Saya ingat argumentasi yang digunakan melarang, yang isinya karangan semata mencatut stabilitas. Pertimbangan itu bukan wewenang institusi pers, mau Dewan Pers, KPI apalagi organisasi pers. Pertimbangan seperti itu mestinya lahir dari institusi keamanan. Menggunakan alasan stabilitas institusi pers itu malah melecehkan kemampuan profesional aparat keamanan, dan mengintervensi wewenang hakim di pengadilan.

FATWA DUNGU

Azyumardi belum seumur jagung menjadi Ketua Dewan Pers. Namun, minggu lalu sudah mengalami sendiri dari dalam institusinya keluar fatwa yang menyerukan kepada wartawan agar hanya menyiarkan berita terkait kasus “Polisi Tembak Polisi” dari sumber resmi, secara eksplisit sumber dari polisi.

Fatwa ini jelas dungu, justru karena informasi resmi dari kepolisian itulah yang digugat masyarakat. Ini jelas ngawur dan blunder. Tidak ada pasal dalam UU Pers maupun Kode Etik Jurnalistik yang membenarkan fatwa itu. Malah, UU Pers itu menyediakan ancaman hukuman bagi pihak yang menghalang-halangi pers, tindak penyensoran, apalagi pembreidelan.

Beruntung segera diketahui oleh Ketua Dewan Pers yang pada Sabtu membuat joint statement dengan Ketua DK-PWI. Isinya, justru mendorong seluruh wartawan  melakukan investigative reporting  ( liputan mendalam) untuk menyingkap fakta peristiwa dan duduk perkara kasus yang menjadi sorotan masyarakat saat ini.

Tampaknya  “pembuat fatwa lupa” Kapolri sendiri pun membuka akses pihak di luar institusinya untuk menyelidiki tuntas kasus “Polisi Tembak Polisi” yang mencederai citra lembaga negara itu. Lupa  pada sikap Kapolri tahun lalu yang segera membatalkan telegramnya ketika tahu itu merampas kemerdekaan pers dan berpotensi melanggar UU Pers 40/1999.

Telegram Kapolri semula melarang wartawan untuk menyiarkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat polisi dalam melaksanakan tugas. Kapolri cepat  memahami bahwa itu lebih urusan internalnya. Maka, Kapolri langsung mencabut  Surat Telegram ST/759/IV /HUM.3.4.5./2021 tertangal 6 April 2021 yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri. Kapolri juga meminta maaf kepada jajaran pers.

Yuyun, wartawati Elshinta yang mewancarai saya Sabtu (16/7) pagi bertanya, sebaiknya apa yang dilakukan oleh pers untuk aman melaksanakan tugas memberitakan kasus seperti “Polisi Tembak Polisi” itu?

Jawaban saya simpel saja. Kebetulan materinya menjadi siaran pers resmi Dewan Kehormatan PWI Pusat hari Sabtu itu. Agar wartawan bekerja menurut prinsip kerja jurnalistik secara profesional. Yaitu mentaati UU Pers 40/99 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).  UU itu anak kandung reformasi, kehendak seluruh bangsa, yang berarti seluruh bangsa lebih-lebih aparat pengamanan harus mengawal dan menjaga itu diamalkan oleh seluruh pers Indonesia.

TAK ADA PEMBATASAN

Di dalam UU Pers 40/1999 memang tidak ada pembatasan bagi wartawan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyak dari mana pun demi mencari kebenaran. Yang penting, semua informasi melalui proses verifikasi atau cek dan ricek sebelum disiarkan.  Dalam Pasal 2 butir “H” di  KEJ, penggunaan cara-cara tertentu pun dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Namun, wartawan diminta menghormati hak privasi; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, dan suara; dan menyajikan berita secara berimbang.

Dengan peliputan secara mendalam dan menyeluruh seperti itu wartawan dapat berperan besar membantu pihak berwajib mengungkap peristiwa yang menjadi sorotan masyarakat luas.

Mari kita doakan Prof Azyumardi bisa cepat menyelesaikan remah-remah di internalnya sendiri, sebab itu akan menjadi tolok ukur untuk menjaga kemerdekaan pers dari rongrongan berbagai pihak dan kepentingan.

Ditulis oleh Ilham Bintang, wartawan senior Anggota Dewan Etik Persatuan Wartawan Indonesia.

Mari Menjadi a Happy Investor, Pahami Fundamental

INDOWORK.ID, JAKARTA: Secara fundamental, dalam harga saham bermain dua variabel. Variabel itu berperan sebagai pengungkit sekaligus penekan. Variabel itu adalah laba riil perusahaan dan valuasi. Lahirlah konsep price earning ratio (PER).

Earning adalah kondisi riil perusahaan. Sederhananya kita comot EPS sebagai indikator. Valuasi adalah suasana psikologis pemodal. Persepsi. Ekspekstasi. Valuasi juga dipengaruhi oleh, misalnya, likuiditas yang tersedia di pasar keuangan. Ketika ekonomi banjir stimulus, valuasi akan naik. Bisa dimengerti kenapa dalam keadaan ekonomi nyaris mandeg, harga saham justeru naik.

Dikotomi laba dan valuasi ini, saya kira, juga menjelaskan kenapa saham yang earningnya naik harga sahamnya turun. Atau sebaliknya. Ketika emosi investor “dibakar” optimisme yang berlebihan terhadap prospek startups tekonologi, mereka cenderung melupakan earning. Lalu acuan valuasi begeser menggunakan pertumbuhan. Menggiring startups bakar duit untuk mengejar pertumbuhan at all cost. Strategi yang justeru mengorbankan kemampuan menghasilkan laba.

TERSULUT EMOSI

Hasan Zein Mahmud

Emosi yang sengaja disulut oleh para investor – yang masuk duluan – kini nampaknya mulai reda. Kinerja bottom line membaik, akan tetapi valuasinya gembos.  Rata-rata harga saham mengalami koreksi.

Dalam pandangan saya, turunnya IHSG saat ini didominasi oleh faktor valuasi. Kita sedang menunggu publikasi kinerja 2Q22. Saya masih optimistis, kinerja keuangan rata-rata 2Q tidak lebih buruk dari 1Q.

Karena saya memilih saham berdasar perkiraan laba riil yang mampu dihasilkan perusahaan, penurunan IHSG yang diseret oleh turunnya valuasi, bagi saya tak menggelisahkan.

Mari kendalikan TATA. Kontrol tamak. Kendalikan (rasa) takut. Mari menjadi a happy investor…

Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, investor ritel

Bagaimana Liputan Pers dalam Kasus Polisi Tembak Polisi?

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Media massa utama masih belum optimal memberikan informasi yang akurat dan berimbang. Marilah kita mengkritisi kerja media dalam memberitakan kasus polisi menembak polisi. Kenapa? Berita tentang kasus polisi tembak rekan seprofesi ini, media hanya memberitakan apa yang dikatakan polisi.

Kasus polisi menembak rekannya sesama anggota korps Bhayangkara di rumah dinas Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo perlu dicermati.

Menurut wartawan senior Yus Husni Thamrin, media terkesan tidak tahu ‘pertanyaan dasar’ (dan penting) apa yang seharusnya diajukan. Memang ini bukan kasus besar tapi menarik, karena mempertaruhkan kejujuran, kredibilitas, dan integritas Polri, tulis Yus dalam akun media sosialnya.

Pada kasus seperti itu, seharusnya diajukan pertanyaan sederhana, “Apakah keluarga Kadiv Propam sehari-hari tinggal rumah itu?” Jika jawabannya tidak, pertanyaan itu menjadi penting dan bisa dikembangkan, mengingat kejadiaannya pada pukul 17.00, di mana jam itu bukan waktunya tidur, atau tidur siang.

BANYAK KEJANGGALAN

Karena dalam keterangan polisi banyaknya kejanggalan, kenapa tidak mewawancarai pakar psikologi, psikiater, atau pakar komunikasi, tapi tidak hanya bertanya “Bagaimana menurut pendapat Anda tentang kasus itu?”

Wartawan dapat mengambil pernyataan resmi dari polisi tentang kasus itu sebagai titik pertanyaan.

Pertama, pernyataan kata polisi, polisi J masuk ke kamar istri jenderal.

Pertanyaan:

  1. Dengan standar disiplin Polri yang diterapkan saat ini, apakah dibenarkan seorang sopir berpangkat bintara, masuk ke kamar istri seorang jenderal?
  2. Jika tidak dibenarkan, faktanya seorang sopir berpangkat bintara masuk ke kamar istri seorang jenderal. Apakah karena dia nekat (gak tahan nafsu)? Apakah karena dia dipanggil? Atau karena sudah biasa?
  3. Kalau karena dia nekat gak tahan nafsu, apakah dia jadi anggota Polri tidak melalui psikotes? Apakah dia menjadi sopir istri jenderal tidak lewat tes ini itu? Karena konskuensi dari tindakan neyelonong ke kamar istri jenderal (atasannya) lalu melakukan pelecehan seksual, minimal dipecat dari Polri. Itu pasti.

Kalau masalahnya nafsu syahwat sama perempuan, BJ ini termasuk polisi ganteng, nggak susah bagi dia untuk cari pasangan, mau yang usianya berapa tinggal milih, tanpa risiko pula. Jadi, sulit dipercaya kalo BJ sampe harus melakukan pelecehan seksual terhadap ibu jenderal?

Kedua, pernyataan kata polisi, setelah masuk ke kamar, hendak melakukan pelecehan seksual, lalu BJ menodongkan senjata ke kepala istri jenderal.

Pertanyaan:

  1. Apa tujuan BJ menodongkan senjata ke kepala istri jenderal itu? Kalau ketahuan (sama BE) BJ tahu, menodongkan senjata atau tidak, konsekuensinya sama: minimal
  2. Kalau benar BJ hendak melakukan pelecehan seksual, lalu marah karena ditolak sama ibu jenderal lalu menodongkan senjata, pertanyaannya balik ke: Apakah dia jadi anggota Polri tidak melalui psikotes? Apakah dia menjadi sopir istri jenderal tidak lewat tes ini itu? Karena konskuensi dari tindakan pelecehan seksual terhadap istri jenderal (atasannya) minimal dipecat dari Polri. Pasti BJ tahu.

Ketiga, beberapa hari lalu, semua stasiun TV menayangkan adegan ketika Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Fadhil Imranmenemui Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo (suami dari istri yang kata polisi hampir menjadi korban pelecehan seksual). Di situ terlihat dan disebutkan oleh presenter TV, Ferdy S. menangis di pundak Fadhil.

Pertanyaan:

  1. Mengapa Ferdy tampak begitu sedih sampai menangis di pundak Fadhil? Kalau benar peta persoalannya seperti yang dikemukakan polisi, toh secara fisik istrinya tidak kenapa-napa, hanya shocked, terguncang.
  2. Apakah dia sedih karena kehilangan satu anak buahnya (BJ)? Dia itu Kadiv Propam, kepala polisinya polisi. Kasus-kasus seperti itu sudah domain tugasnya.

Jadi … coba deh kalau beritanya mau diapresiasi pembaca, sebelum meliput dan menulis berita, para jurnalis hendaknya memahami dulu persoalannya. Setelah paham pasti akan muncul pertanyaan-pertanyaan logis. Catat pertanyaan itu.

Kalau tidak bisa ditanyakan ke polisi, tanyakan ke pakar psikologi, psikiater, atau pakar komunikasi. Jangan menyertakan opini, dan gak usah pake judul yang bombastis. Pasti beritanya menarik dan bisa dipertanggungjawabkan.

SAMBANGI DEWAN PERS

Dalam perkembangan lainnya, tim pengacara Arman Haris dan rekan menyambangi Dewan Pers. Mereka melakukan konsultasi sehubungan dengan pemberitaan yang terkait dengan kasus meninggalnya Brigadir J.

Mereka meminta masukan dan arahan Dewan Pers sehubungan dengan pemberitaan kasus tersebut yang kian melebar ke mana-mana. Mereka tidak memprotes isi berita. “Kami hanya berkonsultasi dan memohon pada rekan-rekan media agar opini pers tidak malah berkembang ke mana-mana,” kata Arman yang menjadi pengacara istri Irjen Ferdy Sambo, Jumat (15/7) di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Ketika ditanya berita apa yang membuat tim pengacara dan keluarga keberatan, Arman tidak bisa menyebut satu per satu. Dia hanya mengimbau agar pers juga memiliki empati.

Dalam konsultasi itu tim pengacara istri Ferdy Sambo diterima oleh beberapa anggota Dewan Pers. Mereka antara lain Yadi H. Hendriana (ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers), Totok Suryanto (ketua Komisi Hubungan Antarlembaga), Ninik Rahayu (ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi), dan Asmono Wikan (ketua Komisi Pemberdayaan Organisasi). Hadir pula beberapa tenaga ahli Dewan Pers.

Arman menambahkan supaya pers juga memiliki empati terhadap korban dan keluarganya. Pers juga diminta untuk mematuhi Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan. Termasuk tidak menyebut nama korban kejahatan susila.

Pada kesempatan itu, Yadi menjelaskan bahwa isu terbunuhnya polisi di rumah dinas perwira tinggi kepolisian itu amat seksi atau banyak menarik perhatian publik. Adalah tugas pers untuk memberitakan hal ini. Akan tetapi, jangan sampai muncul pemberitaan yang sifatnya menghakimi. “Pers harus tetap menjunjung asas praduga tak bersalah,” tutur Yadi.

Dia mengingatkan pers harus menghindari sumber yang tidak berkompeten dalam kasus ini. Apalagi informasi yang bersifat spekulatif, ujarnya, itu harus juga dijauhi dalam pemberitaan.

Yadi meminta pula hak-hak privasi korban dihormati oleh pers dalam pemberitaan kasus ini. “Berita yang memberi implikasi positif bagi publik sebaiknya dikedepankan.”

Namun yang lebih penting adalah pers harus ingat fungsinya sesuai UU No. 40/1999 yaitu memberikan informasi, mengedukasi, menghibur dan sebagai kontrol sosial. Yang terakhir ini sangatlah penting, jangan lantas karena menyangsung sang jenderal, pers tidak mampu bersikap kritis.

 

Cerita Rusdi Saleh, Jagoan Betawi di TVRI

INDOWORK.ID, JAKARTA: Saya lupa entah siapa dan kapan tahunnya – yang memberi tahu bahwa Rusdi Saleh ternyata orang Betawi asli. Sebab, sepanjang yang saya tahu dan saya ingat, sebagai penyiar pembaca berita Bang Rusdi tak ada “bau bau Betawinya”. Tone suara baritonnya saat membaca berita datar, resmi, sebagaimana orang Indonesia lain – sebagaimana pembaca berita TVRI umumnya.

Semua pembaca berita gaya TVRI di era 1970-1990, memang begitu. Lempeng, tak ada aksen daerah tertentu. Yang saya ingat dari Bang Rusdi saat membacakan Berita Nusantara  pukul 19.00 atau Dunia Dalam Berita pada 21.00 sore. Berita resmi, berita pembangunan, bernuansa kepemerintahan.

“Di TVRI masa itu, yang berasa ada bau kedaerahan cuman Bung Sambas. Kalau lagi siaran, Bang Sambas berasa aksen Sundanya, “ kata Bang Lahyanto Nadie, jurnalis senior, saat menghadiahkan buku Rusdi Saleh Nasionalisme Sang Penyiar di Pos Bloc – Pasar Baru, siang kemarin, dalam rangkaian diskusi Jakarta Weltevreden.

Produktif menulis, Bang Lahyanto yang pensiunan redaktur pelaksana dan direktur Bisnis Indonesia ini banyak menerbitkan buku. Saya sering kebagian. Ikut menyaksikan kemarin, Bang Toto Irianto alias To’ir (pensiunan Direktur Utama PosKota), Bang Endy Subiantoro (Bisnis Indonesia) dan Bang Firdaus Baderi (Pemred Harian Ekonomi Neraca).

Tak membuang waktu saya baca buku biografi Bang Rusdi Saleh, asli Betawi Tanah Abang (bapak) – Palmerah (ibu), setebal 386 halaman itu.

BANYAK KEJUTAN

Berhubung yang menyusun jurnalis, pembacaan buku lancar jaya. Asyik. Dan begitu banyak kejutan. Sebagiannya bikin saya terlongo-longo.

Selama 20 tahun berkarir di TVRI, sosok Bang Rusdi Saleh, sebagaimana saat membaca berita daerah dan nasional di layar kaca, dengan gaya yang lempeng, membangun citra di luar sebagai sosok yang kaku dan resmi. Padahal, sebagaimana Betawi yang lain, dia nyantai dan banyak humor – kata Bang Lahyanto.

Bang Rusdi anak tentara, ternyata. Ayahnya, H. Mohammad Saleh pejuang kemerdekaan yang dimakamkan secara militer. Ibunya Hj. Salmah Binti Mujimi. Pada masa kecilnya, di awal kemerdekaan, pernah mengungsi ke Solo dan Jogya, masa perpindahan ibukota ke Jogya.

Lahiran 7 Juli 1942, Bang Rusdi Saleh yang genap 80 tahun minggu lalu, juga ternyata masih berkerabat dengan H. Mahbub Djunaidi, kolumnis, jurnalis kondang, Ketua PWI dan politisi dari PPP.

Bukan cuma bersaudara, Mahbub Djunaidi bahkan pernah menyelamatkan nyawanya saat hanyut di kali Code di Jogyakarta. Zaman masih bocah dan sama-sama ngungsi di Jogya.

TERJUN KE POLITIK

Rusdi Saleh kini berusia 80 tahun

Lalu mengikuti jejak kerabatnya itu, selain menjadi jurnalis di TVRI, Rusdi Saleh pun terjun ke politik, dan menjadi Anggota DPRD hingga terpilih dua periode (1987-1992 dan 1992 – 1997). Duduk di Komisi C.

Menurut sesepuh warga Betawi, Babe Eddie Marzuki Nalapraya, sebagai vote getter Golkar Rusdi Saleh ikut mengerek suara Beringin ke 50% di DKI, setelah dibikin sempoyongan oleh PPP di angka 35% pemilih. Di Jakarta Golkar sempat kalah pamor bersaing dengan partai Kabah itu. Ada Oma Irama yang jadi jurkamnya.

Dan tak kurang mengejutkan, ternyata Bang Rusdi Saleh, aktifis mahasiswa di UI (1966-1969) yang seangkatan dengan Goenawan Mohamad, Ismi Hadad, Bur Rusuanto, Fikri Juffry, Willy Karamoy dan Anwar Nono Makariem. Yang terakhir ini ayah dari Nadiem Makariem, Menteri Dikbud dan pencetus transportasi Go-Jek.

KALEM dan ganteng, Rusdi Saleh muda giat berorganisasi, antara lain, di IPMI (Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia), KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa, 1966), Iwarda (Ikatan Warga Djakarta). Lalu dia juga ikut mendirikan LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi, sejak 1976) dan merumuskan pendirian Bamus Betawi (1982), sebagaimana kesaksian Mayjen H. Eddie Nalapraya, tokoh Betawi Kondang Presiden IPSI.

Dengan pengalaman sebagai penyiar di RRI, dan tampil rapi sejak bocah, Rusdi Saleh melamar ke TVRI di tahun 1969 dan diterima. Dia seangkatan dengan Sri Maryati, Kosim K dan Azwar Hamid.

Secara tak resmi, seketika itu, ditasbihkan di sana, Rusdi Saleh menjadi “orang Betawi pertama yang menjadi penyiar di TVRI Pusat”.

Tak cuma itu, Rusdi Saleh juga penyiar dan wartawan TV pertama di Indonesia wawancara antarbenua, saat peluncuran satelit Palapa dari Florida, AS. Tak tanggung tanggung, yang diwawancarai Presiden Soeharto.

Masa itu, cuma tiga negara yang punya satelit, Amerika Serikat, Rusia, dan Indonesia.

Menurut kesaksian Ishadi SK, mantan Direktur TVRI, di antara penyiar TVRI angkatannya: Sazli Rais, Sambas dan Hasan Azhari Oramahi, Rusdi Saleh penyiar paling keren, paling ganteng. The Best Figure, dah!

Masa kecilnya banyak drama. SD di Kampung Bali, SMP di Pegangsaan, SMA di Gambir, Ayahnya pengagum Bung Karno. Waktu bocah sempat mengungsi ke Solo dan Jogya, 1947-1949.

Lahir dan besar di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Rusdi kecil sering diajak nonton Bung Karno pidato di Lapangan Ikada (Monas). Gaya pidato yang memukau menggedor Pak Mohammad Saleh yang tentara, dan Rusdi anaknya. Membangun jiwa nasionalismenya.

Bahkan Rusdi ikut dalam jemaah shalat Idul Adha, 14 Mei 1962, ketika terjadi peristiwa pembunuhan kepada Bung Karno. Dia di baris belakang Bung Karno. Tembakan dari pelaku H. Moh Bachrun anggota DI/TII meleset mengenai Ketua DPR Kiai Zainul Arifin yang menjadi imam. Rusdi juga ada di sekitar Perguruan Cikini saat terjadi percobaan pembunuhan 30 November 1957.

Lahyanto Nadie
Lahyanto Nadie

Dalam buku ini diungkapkan percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno, terjadi berkali kali. Bukan saja saat shalat Idul Adha, dan di Perguruan Cikini saja. Dan Rusdi Saleh mencatatnya dengan rapi.

GAET MISS ASIA PACIFIC

RUSDI SALEH tergolong telat nikah. Baru merasai duduk di depan penghulu di usia 34 pada tahun 1976. Tapi kesabarannya untuk “belah duren” tak percuma. Dia sukses menggaet Miss Asia Pasific 1973 , Lely Herawati Soendoro. Sebelumnya Lely yang mahasiswi Fak. Psikologi UI, mengantongi gelar Ratu Jakarta, Ratu Favorite dan Ratu Personality. Top markotop.

Perhelatannya digelar di Flores Room – Hotel Borobudur. Penyiar TVRI kondang Anita Rachman, Drs. Idrus, dan Telly Amiadi, jadi MC-nya. Grup Pretty Sister jadi penghiburnya. Para pesohor papan atas di tahun itu. Pejabat pusat dan daerah hadir. Juga saudara dan kerabat.

Ada dicatat di buku ini, celetukan anggota DPRD yang jadi tamu, “Tumbenan juga ada orang Betawi menggelar resepsi di hotel berbintang”.

Ditulis oleh Dimas Supriyanto, Founder Jakarta Weltevreden

Bank Terbesar Jepang Siap Beli: Panin Bank Manggung, Danamon Stabil

INDOWORK.ID, JAKARTA: Bank terbesar Jepang MUFG luar biasa. Beberapa tahun lalu, ia mengambil alih BDMN. Kalau nggak salah ingat, pada harga cukup tinggi, di atas Rp 9.000 per saham. Merosotnya harga saham BDMN di rata-rata sekitar Rp 2.300, selama tahun ini, tak membuatnya kapok.

Bisa dipahami di dalam negeri mereka pertumbuhan ekonomi lamban dan tingkat bunga super rendah.

Kini santer berita, MUFG akan mengambil alih PNBN. Harga dua saham terberita – BDMN & PNBN -langsung bergerak naik.

PANIN MANGGUNG

Grup Panin memang sedang manggung. Mulai dari berita tentang akan ada dividen jumbo, setelah 17 tahun berpantang dividen, mengerek saham saham grup milik MAG tersebut.  Realisasinya, dividend yield PNBN sedikit di atas 1%. Lalu dilanjutkan dengan akuisisi internal grup. Diteruskan oleh berita rencana pengambil-alihan PNBN.

Padahal rumor sebaliknya – terkait pemegang saham besar lainnya, ANZ – beredar bertahun-tahun. ANZ, pemilih 38,8% sudah sangat lama menyatakan rencananya untuk keluar dari PNBN. (Perkiraan saya sebabnya karena pengendali sangat pelit dalam berbagi posisi di kepengurusan, haha). Tapi hingga saat ini masih tercantum dalam daftar pemegang saham atas nama VOTRAINT Pte, Ltd.

Pengambil alihan PNBN – kalau benar menginginkan mayoritas – mengharuskan MUFG tidak hanya mengambil porsi PNLF (46,04%) tapi tentu juga milik ANZ Grup.

BANK DANAMON STABIL

Konsekuensi selanjutnya, selain kewajiban tender offer atas saham PNBN, juga kewajiban merjer antara BDMN dan PNBN. Sebuah bank raksasa baru akan lahir.

Saham PNBN selama setahun terakhir sudah naik lebih dari dua kali lipat. Bahkan hampir tiga kali bila dihitung dari harga saham terendah setahun terakhir, Rp720. Sementara saham BDMN bergerak relatif stabil di rentang Rp2.000-3.000

Gonjang ganjing salah satu sumber cuan yang memikat!

Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud,  investor ritel.

Inflasi Tinggi Merampok Bujet Rumah Tangga

INDOWORK.ID, JAKARTA: Inflasi, yang moderat (walking inflation), sejatinya adalah sahabat ekonomi. Tanda bahwa ekonomi bergerak dan dinamis. Berita bagus juga. Karena sering terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi.

Menurut ekonom Hasan Zein Mahmud, Konsumen berbelanja lebih banyak barang dan jasa. Produsen memesan lebih banyak bahan mentah dan bahan pembantu. Ekonomi terpacu!

Tapi inflasi yang tinggi – running inflation, hyperinflation, stagflation, – adalah hantu ekonomi. Seperti jin yang keluar dari lampu aladin. Perkasa, bisa menentukan banyak hal dan tak mudah menggiringnya masuk kembali ke dalam lampu.

Inflasi yang tinggi merampok bujet rumah tangga. Harga energi rumah tangga naik. Harga pangan, kebutuhan pokok dan kebutuhan lain juga naik. Biaya transportasi naik. Daya beli turun. Nilai tabungan merosot, ujar Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta 1992-2996 tersebut.

Para pensiun dan pegawai berpenghasilan tetap dan terbatas, terlempar ke garis marjinal. Rakyat yang marjinal terperosok menjadi miskin. Boleh jadi beberapa jesnis aset mengalami kenaikan harga, misalnya real estate. Sayangnya bagi sebagian besar orang, kenaikan itu tidak menambah daya beli. Bagi sebagian yang lain, membuat aset tersebut semakin tak terjangkau.

MENCEKIK PRODUSEN

Hasan Zein Mahmud

Inflasi yang tinggi juga mencekik produsen. Harga bahan baku dan bahan pembantu naik, sementara harga barang jadi belum tentu bisa dinaikkan. Tingkat bunga naik. Biaya dana naik. Beban keuangan dan ancaman gagal bayar. Perencanaan usaha menjadi semakin sulit bersamaan dengan ketidakpastian masa depan.

Runyamnya, kebijakan moneter- dan fiskal – berayun ke ekstrim pendulum. Saat pandemi, untuk menolong masyarakat lapisan bawah dan menjaga gerak ekonomi, kebijakan moneter dibuat superlonggar, kebijakan fiskal berlimpah stimulus

Superinflasi menggiring kebijakan fiskal dan moneter menjadi ketat. Likuiditas mengering. Pengeluaran menurun. Ekonomi ikut terkerek ke bawah.

DERETAN RENDAH

Inflasi di Indonesia – bersyukur – masih masuk deretan rendah. Inflasi 4,4% (YoY) pada Juni memang sudah melampaui target APBN.  Namun masih jauh di bawah negara-negara maju di Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Ekonomi komoditas kali ini menunjukkan berkahnya.

Seperti virus covid, inflasi tinggi itu menular. Begitu juga resesi ekonomi yang membuntut di belakangnya. Mari kita bersiap siap!

Erick Thohir: Mimpi Miliki Jalan Bebas Hambatan di Sumatra Jadi Nyata

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Di tengah masa sulit menghadapi pandemi Covid-19, adanya pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dapat memperkuat upaya pemulihan ekonomi. Proyek infrastruktur padat karya ini semoga memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara langsung terutama untuk memperlancar mobilitas.

Seiring dengan berjalannya waktu dan beberapa kali berganti pemerintahan, tetapi mimpi memiliki jalan bebas hambatan di pulau terpadat kedua yakni Sumatra belum sempat terpenuhi. Namun, dengan kehadiran pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam dua periode ini, akhirnya pembangunan JTTS itu pun dapat direalisasikan.

BELUM TUNTAS

Menteri BUMN Erick Thohir

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa walaupun pembangunan JTTS belum tuntas sepenuhnya menghubungkan Provinsi Lampung hingga Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kini sebagian besar dari 24 ruas sepanjang lebih kurang 2.800 kilometer telah dapat digunakan. Terlebih lagi, jalan tol penghubung sebagian pun sudah masuk dalam tahap konstruksi.

Makna penting dari hadirnya JTTS ini sangat luas selain untuk memudahkan mobilitas di Sumatra. Pulau dengan populasi sekitar 55 juta penduduk ini tentunya dapat meningkatkan perekonomian mulai dari pariwisata, komoditas unggulan, sektor pertanian, perkebunan dan lain sebagainya.

JTTS berpotensi mendongkrak kontribusi Sumatra terhadap PDB nasional yang saat ini menempati urutan kedua, dengan besaran mencapai 22-24%.

JTTS bisa memangkas beban logistik serta meningkatkan taraf kompetitif Indonesia di tengah persaingan regional maupun global. Inilah bentuk keadilan infrastruktur dan pemerataan pembangunan yang diupayakan pemerintah.

FILOSOFI JTTS

Interchange Kotabaru Jalan Tol Trans Sumatera, Ruas Bakauheni – Terbanggi Besar (foto Ferdiansyah Djoenaedi)

Secara filosofis, realisasi pembangunan JTTS yang membentang panjang dari Bakauheni hingga Banda Aceh, menyiratkan bahwa kita sebagai bangsa dan negara yang besar. Yang memiliki kesatuan serta persatuan dan mampu menunjukkan rasa gotong royong untuk dapat menghubungkan kebaikan ke penjuru nusantara.

Pembangunan JTTS ini melibatkan banyak pihak, mulai dari masyarakat, perangkat pemerintah daerah, pemerintah pusat, hingga Insan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Perusahaan plat merah memang dirancang sebagai organisasi bisnis yang memiliki fungsi ganda, menjadi sumber pendapatan negara dan memberikan sumbangsih bagi pembangunan nasional untuk Indonesia maju.

PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) telah menunjukkan perannya sebagai motor penggerak sekaligus pemegang mandat dalam pelaksanaan pembangunan JTTS. Hutama Karya secara langsung menerima tugas pemerintah guna merealisasikan pembangunan JTTS.

INVESTASI BESAR

Proyek JTTS tidak hanya memiliki tantangan sebagai mega konstruksi melainkan pula menelan investasi besar yang diperkirakan mencapai Rp475,96 triliun. Hutama Karya berani menerima tugas tersebut pada tahun 2015 dan saya percaya bahwa Hutama Karya layak dijadikan role model dalam berjuang melaksanakan tugas-tugas berat yang wajib dilakukan sebagai bakti insan BUMN.

Tidak ada kata lelah dan menyerah, walau semua pihak mengetahui beratnya tugas tersebut terutama dalam menyediakan lahan, menyiapkan pendanaan, merancang dan menentukan konstruksi yang tepat dengan faktor geografis berbeda di sepanjang Sumatra.

Hasil mengagumkan itupun selaras dengan maksud memperlancar mobilitas, memangkas biaya logistik, hingga menghubungkan berbagai sentra ekonomi. Tidak heran, selama proses pembangunan JTTS, banyak konstruksi yang memukau telah dibangun, dengan fungsi yang tepat seperti kombinasi simpang susun.

Hutama Karya kemudian mulai tancap gas dengan pancang perdana JTTS di gerbang penghubung Sumatra-Jawa, yakni Bakauheni, Lampung. Kesuksesan pembangunan Ruas Tol Bakauheni- Terbanggi Besar pada akhirnya merupakan fondasi bagi keberhasilan JTTS secara keseluruhan.

Ruas ini merupakan salah satu yang terpanjang di JTTS, sekitar 140,9 kilometer. Hutama Karya harus berjuang membebaskan lahan warga yang harus menerima hak secara adil, merencanakan pembangunan di tanah-tanah rawa yang rentan.

Seluruh hasil pembangunan merupakan buah dari ikhtiar Hutama Karya dengan semangat berkarya dengan AKHLAK serta visi membaktikan diri untuk pembangunan negeri yang dapat dibuktikan untuk proyek Ruas Tol Bakauheni-Terbanggi Besar dapat dirampungkan dengan tepat waktu.