INDOWORK.ID, JAKARTA: Harga saham TINS “nyungsep” ke ARB (auto rejection bawah) di Rp1.615, Rabu, 22 Juni 2022.
Rupanya celoteh investor ritel Hasan Zein Mahmud – yang sama sekali tidak merupakan ajakan – cukup banyak diikuti oleh rekan pembaca celoteh. Akibatnya: nyangkut! Lumayan banyak pertanyaan yang masuk ke Hasan: “Pak, cutloss atau simpan?”
Tentu Hasan tidak bisa menjawab. Kondisi finansial, motif dan tujuan investasi, serta keberanian memikul risiko setiap investor berbeda-beda. TINS merupakan saham dengan porsi nilai terbesar dalam portfolio saya. Akibatnya, nilai portfolio saya tergerus cukup besar.
Tapi Hasan tetap sabar menyimpan. Mohon dicatat, sekali lagi ini bukan ajakan “memegang bara”. Apalagi menahan timah panas.
TIGA ALASAN TURUN TAJAM
Ada cukup banyak alasan mengapa harga TINS turun tajam.
Pertama, harga timah memang turun tajam. Seperti Hasan tulis, pada celoteh sebelum ini, harga timah sudah kembali stabil di kisaran USD30,000-an per mt. Bandingkan dengan rekor tertingginya 20 Februari lalu, pada USD48,104 per mt.
Kedua, harga saham global memang sedang rontok. Termasuk IHSG yang terkikis 0,85% hari ini.
Ketiga, rencana pemerintah untuk menaikkan royalti timah, dari 3% flat ke tarif yang lebih progresif
Keempat, rencana larangan ekspor timah batangan dan program hilirisasi yang terlalu dini, ketika sektor hilir – teknologi, infrastruktur, sdm dan pasar – belum siap dan belum dipersiapkan.
Industri timah sendiri mengalami berbagai kendala. Target produksi timah nasional sebesar 70.000 ton – naik lebih dari 100% dari realisasi produksi tahun lalu – menurut pendapat saya, ambisius dan sulit tercapai. Untuk tidak mengatakan nyaris mustahil
Di internal PT Timah sendiri persoalan tak kalah rumit. Pertama, TINS menetapkan target yang juga sama muskilnya. Produksi 49.000 ton dan ASP USD 35,000. Harga rata rata, walau di luar kontrol perusahaan, terbuka peluang untuk tercapai. Mengingat peluang kesenjangan permintaan di atas pasokan hingga akhir tahun. Tapi produksi 49.000 ton, sungguh target yang sangat berani!
Persoalan klasik – yang hingga saat ini tak mampu diselesaikan oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah – adalah petambang liar dan mitra produksi di lingkungan IUP PT Timah, yang menjual bijih timah, hasil produksinya. ke smelter lain
Kapasitas smelter TINS yang 50.000 ton per tahun, nyaris tak pernah memperoleh cukup pasokan bahan mentah. Akibatnya, biaya pengolahan per unit/ton menjadi mahal.
TAMBAHAN PEMASUKAN
Persoalan – yang sejatinya gampang diselesaikan kalau ada perhatian pemerintah – bila mampu diatasi, akan dapat membuat kinerja keuangan PT Timah tetap cemerlang.
Pemerintah perlu tambahan pemasukan, perlu didukung. Tapi membiarkan persoalan persoalan yang mengganggu dan jadi kendala, bukan ciri pemerintah yang bekerja. Kerja, kerja.
Optimis itu yang membuat HASAN tetap memegang saham TINS, bahkan menunggu peluru untuk menambah lot dalam portfolio
Sabar dijanjikan pahala tanpa batas. (joke mode on) sabar dalam investasi dijanjikan cuan tanpa batas, ha ha ha.
Muhaimin Iskandar Baca Salawat, Indonesia Bukan Milik Dinasti