INDOWORK.ID, JAKARTA: Penulis buku Acuan Meraih Cuan di Pasar Modal, Hasan Zein Mahmud mengaku tak pernah melakukan prediksi harga saham. Selama ini, investor ritel itu mencoba memperkirakan dari prospek kinerja perusahaan.
Anggapan bahwa saham adalah “representing asset”. Aset ini mewakili nilai intrinsik objek investasi yang terletak pada perusahaan. Ia menekankan bahwa bukan pada saham. Tanpa kehadiran perusahaan yang menerbitkan, tidak akan ada saham.
“Kalau perusahaan yang menerbitkan saham mati, bankrut, dilikuidasi, dan lenyap secara hukum, maka saham pun akan lenyap,” ungkap Hasan melalui tulisannya (29/6/21).
Hasan menganalogikan nilai perusahaan sebagai satu loyang kue dan nilai saham adalah irisan kecil. Nyatanya, realitas jauh lebih kompleks bahkan emosi memegang peran lebih dominan dari logika.
Di pasar, harga saham ditentukan oleh ekspektasi. Persepsi akan menentukan ekspektasi. Saat investor menghadapi fakta yang sama, mereka akan memiliki persepsi berbeda satu sama lain. Berhadapan dengan kondisi fundamental yang sama, masing-masing bebas berimajinasi tentang masa depan dan prospek perusahaan.
Salah satu tema dominan saat ini adalah digitalisasi. Semua yang memiliki cap “digital” akan otomatis harga tinggi. Bakar duit tidak masuk hitungan. Laba tidak masuk hitungan. Paling tidak laba jangka pendek tidak masuk hitungan. Yang penting menggelembung dulu. Karena target utama digitalisasi adalah peluang besar suatu perusahaan untuk menggelembung.
Sepanjang gross transaction value naik, banyak yang menganggap nilai perusahaan naik. Otomatis harga saham naik. Laba bukan lagi indikator keberhasilan usaha.
Tema dominan yang lain adalah green economy seketika menjadi common enemy. Bahkan dunia menobatkan batubara sebagai musuh karena tidak ESG.
“Padahal saya berani memperkirakan, permintaan batubara empat sampai lima tahun ke depan belum akan mampu dikurangi,” pungkas Hasan.
Clean energy tentu saja akan tumbuh. Lanjut Hasan, menggantikan batubara dengan energi terbarukan yang zero emission, pasti tak secepat menyebar emosi ke dalam persepsi para investor.
Sawit tidak ESG dan dicap sebagai perusak hutan. Manusia berbondong-bondong mencari pengganti minyak nabati yang murah, bahan biodiesel, bahan berbagai makanan dan kosmetik. Hal itu tentu tak semudah menukar persepsi….
TNP2K, Inilah Warisan Penting SBY-Boediono