Humaniora

Inilah 4 Catatan Kritis IESA Tentang Lingkungan



single-image

INDOWORK.ID, JAKARTA: Para ahli lingkungan yang tergabung dalam Indonesian Environmental Scientist Association (IESA) memberikan beberapa catatan pembelajaran dari sejumlah isu lingkungan yang perlu diperhatikan untuk para pemangku kepentingan di Indonesia.

Ketua Umum IESA, Yuki M.A Wardhana mengatakan bahwa IESA berpandangan, seperti halnya tahun 2020, kondisi pada 2021 masih akan dipengaruhi adanya dampak pandemi Covid-19. Pagebluk ini berakibat pada terjadinya perubahan hampir di seluruh aspek kehidupan, baik secara lokal, nasional dan global.

Dampak pandemi Covid-19 secara langsung juga akan berpengaruh terhadap potensi risiko di aspek lingkungan pada  2021. Secara garis besar, IESA mencatat ada empat hal terkait potensi risiko lingkungan pada tahun 2021 yang perlu menjadi perhatian para pemangku kepentingan.

Pertama, permasalahan lingkungan seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, longsor, dan tentunya perubahan iklim diprediksi masih akan terus berlangsung. Pandemi Covid-19 yang membawa dampak pada tingginya angka PHK berpotensi mendorong terjadinya pembukaan lahan pada areal hutan untuk digunakan sebagai media bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Mitigasi yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan adalah melakukan kolaborasi antara areal pertanian atau kehutanan yang dikelola oleh korporasi dengan masyarakat sekitar. Konsep agroforestry dan kolaborasi dengan masyarakat dapat dilakukan sehingga tekanan terhadap eksploitasi lahan bisa dikurangi dan konflik sosial dapat dihindari.

Selain itu, program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) yang bertujuan membuka akses kepemilikan lahan untuk masyarakat perlu diperkuat dengan akses pembiayaan bagi masyarakat yang memperoleh TORA, mengingat pengelolaan pertanian dan sumberdaya alam pada umumnya bersifat padat karya dan padat modal, tambah Yuki.

Kedua, dikeluarkannya Undang-Undang Cipta Kerja yang juga mengatur tentang tata kelola lingkungan dan kehutanan secara langsung dapat merubah pola tata kelola yang ada saat ini. Untuk melakukan mitigasi terhadap ketidakpastian konsep pengelolaan lingkungan dalam Undang-Undang tersebut, maka peraturan teknis dibawah Undang-Undang harus
segera disusun dengan melibatkan pemangku kepentingan tata kelola lingkungan dan kehutanan. Hal ini penting mengingat leading sector untuk perekonomian di Indonesia saat ini masih didominasi oleh sumberdaya alam dan produk turunannya.

Ketiga, perubahan tatanan perilaku selama masa pandemi Covid-19 telah membawa dampak langsung pada pengelolaan sampah. Saat ini, kita semua membutuhkan masker untuk melindungi diri dari penyebaran virus Covid-19. Namun perlu ada upaya mitigasi terhadap risiko penularan kembali virus Covid-19 dari sampah masker yang telah digunakan. Pemerintah perlu mengatur dan segera menerapkan prosedur penanganan.

Keempat, tekanan terhadap kapasitas fiskal yang terjadi pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah pusat berpotensi mempengaruhi ketersediaan anggaran Pemerintah untuk pengelolaan lingkungan, seperti pengelolaan dan penyediaan fasilitas sampah serta limbah, pencegahan banjir, perawatan ruang terbuka hijau dan pengelolaan lingkungan lainnya.

Hal tersebut membuat pemerintah daerah dan pusat perlu melakukan terobosan dalam pembiayaan lingkungan atau alternative financing, seperti Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), pemanfaatan donor dan alternative financing lainnya seperti program SDG Indonesia One, ungkap Yuki.

Saat ini, seluruh dunia sedang dalam keadaan yang sulit dan dalam tekanan multi sektor yang luar biasa, namun demikian aspek lingkungan tetap perlu menjadi perhatian utama. Kegagalan pengelolaan lingkungan pada hari ini akan berdampak besar pada kualitas hidup generasi yang akan datang, ujar Yuki.

Kondisi yang sulit ini membuat para pemangku kepentingan, baik Pemerintah, pelaku usaha, akademisi, ahli dan seluruh lapisan masyarakat harus bersatu padu dan bekerja sama. Kolaborasi dan sinergisitas harus didorong untuk mengatasi tantangan besar. Apabila gagal dalam melewatinya, bukan hanya aspek ekonomi yang tertekan tetapi kondisi lingkungan yang pada akhirnya memengaruhi kualitas hidup generasi saat ini dan yang akan datang. IESA siap berkolaborasi dan berkontribusi menghadapi tantangan di tahun 2021, tutup Yuki.

IDEALISME IESA

Sementara itu Rissalwan Habdy Lubis, pengurus IESA, menjelaskan bahwa Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia atau Indonesian Environmental Scientist Association (IESA) didirikan pada tahun 2016. IESA memiliki visi sebagai berikut:

Pertama, menghimpun, mengembangkan, menghasilkan, dan mengamalkan IPTEK di bidang
lingkungan.

Kedua, menghasilkan landasan kebijakan kepada pemerintah serta masyarakat lokal dan global.

Ketiga, mengembangkan kepakaran dan profesi ahli lingkungan. Saat ini, IESA beranggotakan 105 Doktor lingkungan dan 135 Magister lingkungan yang tersebar hampir di seluruh Indonesia.

Berita Lainnya