INDOWORK, JAKARTA: Perkembangan teknologi digital telah membawa berkah tersendiri bagi museum. Di tengah keterpurukan akibat pandemi Covid 19, teknologi digital tersebut kini menjadi harapan bagi museum untuk bisa bangkit dan tetap mampu menampilkan koleksi yang dimilikinya kepada khayalak luas.
Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, teknologi digital membantu museum melakukan inovasi dalam pelayananannya. Tidak hanya untuk mengelola data, juga menampilkan koleksi museum kepada masyarakat luas. “Pameran daring sudah : sering dilakukan. Sekarang tantangannya memikirkan bentuk-bentuk penyajian koleksi yang lebih interaktif,” ujar Hilmar.
Berdasarkan data yang dihimpun Komunitas Jelajah, saat pandemi Covid 19 melanda Indonesia hampir seluruh museum di Indonesia menghentikan operasionalnya secara total. Namun seiring dengan kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat melalui Adaptasi Kebiasaaan Baru (AKB) yang dicanangkan pemerintah, mulai Agustus 2020 sebagian museum telah beroperasi kembali dengan melaksanakan protokol kesehatan yang cukup ketat.
“Sebanyak 271 museum telah aktif kemballi menyapa masyarakat melalui pemanfaatan beragam platform media sosial, seperti Instagran, Facebook, Blog, Youtube, Twitter, Podcast dan TikTok,” ujar Dr. Musiana Yudhawasthi, pendiri Komunitas Jelajah, sekaligus Ketua Penyelenggara Indonesia Museum Awards 2020.
Menurut Ina, sapaan akrab Dr. Musiana Yudhawasthi, antusiasme pengelola museum yang cukup tinggi tersebut membuat Komunitas Jelajah memutuskan tetap menyelenggarakan Indonesia Museum Awards 2020. meskipun penyelenggaraannya telah disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid 19. “Indonesia Museum Awards tahun ini kami selenggarakan melalui daring, tidak dengan tatap muka seperti pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya,” tegasnya.
Dengan pelaksanaan melalui daring, Indonesia Museum Awards tahun ini juga mengalami beberapa penyesuaian. “Penilaian kami sederhanakan menjadi 3 kategori saja, yaitu Museum Bersahabat, Museum Cerdas dan Museum Cantik,” ujar Prof. Wiendu Nuryanti, Ph.D, Ketua Dewan Juri Indonesia Museum Awards 2020. Menurut guru besar UGM yang pernah menjadi wakil menteri bidang Kebudayaan ini kriteria penilaian masing-masing kategori juga mengacu pada penerapan dan penggunaan teknologi oleh museum di saat pandemi Covid 19. Untuk kategori Museum Bersahabat, jelas Prof. Wiendu, kriteria yang digunakan adalah bagaimana museum melakukan sosialisasi Covid 19 dan sosialisasi mengenai protolol kesehatan melalui media sosial yang mereka miliki. “Kami juga menilai berbagai kegiatan yang dillakukan museum yang menunjukkan kepedulian sosial di saat pandemi, baik secara offline maupun melalui media sosial mereka masing-masing,” urai Prof. Wiendu tentang kriteria penilaian.
Sedangkan untuk kategori Museum Cerdas, menurut Prof. Wiendu, kriteria penilaian antara lain sejauh mana media sosial yang dibuat museum mampu mengkomunikasikan program offline dan online, keselarasan program offline dan online dengan identitas museum, dan bagaimana kreativitas musuem dalam membuat konten-konten informatif, khususnya melalui media sosial yang mereka miliki.
Sementara itu, untuk kategori Museum Cantik, menurut Samuel Wattimena, disainer kondang yang juga menjadi anggota Dewan Juri Museum Awards 2020, kriteria penilaia lebih ditekankan pada nilai esttetika konten-konten media sosial yang mereka buat. “Keselarasan disain dengan identitas museum, tampilan visual yang relevan dengan konten yang ditampilkan serta komposisi layout, warna, typografi dan elemen grafis yang menarik,” jelas Samuel Wattimena.
Indonesia Museum Awards 2020 mengambil thema “Museum Connect: a Conjunction between Technology and Communications.” Dengan mengambil thema ini diharapkan museum harus selalu hidup agar mata rantai sejarah perjalanan bangsa tetap lestari. Museum tetap harus berjalan sebagai penjaga dan penyimpan memori kolektif bangsa, yang menghubungkan satu generasi ke generasi berikutnya. Saat ini teknologi telah berkembang sangat cepat. “Segala kesulitan yang kita hadapi seakan diberi jalan keluar oleh teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, insya Allah segala kesulitan yang dihadapi muaeum sedikit bisa teratasi,” harap Ina.
Indonesia Museum Awards 2020 ini menjadi bukti bahwa di tengah kesulitan kita tetap harus berjuang dan tidak boleh menyerah dengan keadaan. Menurut Ina, Indonesia Museum Awards telah membuktikan bahwa dengan memanfaatkan teknologi persoalan yang kita hadapi akan bisa teratasi, meskipun masih penuh dengan keterbatasan.
Tentang Indonesia Museum Awards
Indonesia Museum Awards merupakan ajang tahunan yang memberikan penghargaan terhadap pengelola museum dan tokoh permuseuman di Tanah Air. Ajang ini digagas oleh Komunitas Jelajah, sebuah komunitas yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan dan penelitian, khususnya yang menyangkut sejarah, heritage dan permuseuman. Dilaksanakan pertama kali sejak tahun 2012, ajang ini telah menjadi barometer perkembangan permuseuman di Tanah Air. Tokoh yang pernah mendapat penghargaan antara lain Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono (Tokoh Peduli Museum 2016), Bapak BJ Habibie (Tokoh Peduli Museum 2017), Bpak Sri Sultan Hamengkubuwono X (Tokoh Peduli Museum 2018), Ibu Tri Rismaharini (Pejabat Peduli Museum 2018), Bapak Ir. Ciputra (Pengusaha Peduli Museum 2017), Bapak Haryanto Adikoesoemo (Pengusaha Peduli Museum 2018), Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi Roosseno (Pengabdian Sepanjang Hayat 2019) dan tokoh-tokoh permuseuman lainnya.
Dewan Juri Indonesia Museum Awards 2020 terdiri dari para tokoh yang kompeten dari berbagai kalangan dan memiliki perhatian dan kepedulian tinggi terhadap kemajuan kebudayaan Indonesia, khususnya permuesuman, yaitu Prof. Wiendu Nuryanti, Ph.D (Ketua), Prof. Dr. Indroyono Soesilo, MSc (tokoh masyakarat), Samuel Wattimena (perancang), Anggit Hernowo (praktisi media) dan Yuliandre Darwis, Ph.D (pakar Komunikasi).
Komunitas Jelajah
Sebuah komunitas yang bertujuan menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya bangsa melalui pendidikan dan pemberdayaan museum serta lembaga dokumenter lain di seluruh Indonesia. Sebuah komunitas yang bertujuan menumbuhkan rasa cinta terhadap sejarah, budaya, bahasa, teknologi dan sains, termasuk peristiwa, tokoh, tempat dan peninggalannya. Dalam perjalanannya, berawal dari keprihatinan terhadap proses belajar, komunitas membangun jaringan untuk memasyarakatkan learning expeditions yang dikemas dengan nama Jelajah (Jejak Langkah Sejarah).
Berbeda dengan komunitas lain, dalam Jelajah sebuah perjalanan tidak begitu saja dilaksanakan tanpa memikirkan pembelajaran yang akan diperoleh para pesertanya. Jelajah merupakan class without class. Jelajah mengemas standar kompetensi sekolah dalam bentuk penelitian langsung di lapangan secara terpadu. Dimana sebuah perjalanan direncanakan agar mendukung pembangunan kecerdasan jamak (multiple intelligent) di sekolah. Jelajah menyusun program perjalanan dalam berbagai tema, sesuai kebutuhan peserta. Bagi peserta dewasa, mengikuti Jelajah, mereka juga diajak untuk melakukan eksplorasi topik secara mendalam dengan cara yang menyenangkan. Sehingga semua individu senang belajar dan belajar itu menyenangkan.
Kolusi Pengusaha dan Polisi, Oh Itu Sejak Dahulu…